3 Pekerjaan yang menuntut.

Empat tahun kemudian.

22 Mei 2020.

Tepat di umurku dua puluh lima tahun. Aku berdiri kerumunan orang-orang. Yang saat ini sedang mengalami kekacauan di kota. Aku, wanita berparas cantik.

Ya, bisa dibilang begitu pada umum pembicaraan orang-orang. Bermata panjang, rambut lurus panjang, tinggi badan semampai sekitar 172 Cm. Itulah diriku bertubuh langsing, yang mirip dengan ibuku.

Jika berjalan, kami sudah seperti dua bersaudara. Langkahku mengguyur jalanan, menepi lalu menyelinap di berbagai kerumunan.

"Selamat siang, Pak. Coba jelaskan, bagaimana ini bisa terjadi? Dan, siapakah yang harus bertanggungjawab atas kerusakan tempat ini?" Aku menahan seorang pria bertubuh besar. Doronganku untuk meliput dirinya sangat diutamakan.

"Ini terjadi karena tidak kedisiplinan karyawan," ungkap si pria di hadapan sebuah kamera yang selalu membuntuti dirinya.

"Lalu, siapa yang akan bertanggungjawab di sini?"

Aku selalu melontarkan pertanyaan, tidak per duli dengan apa pun yang terjadi. Karena aku harus mendapatkan sebuah informasi jitu lewat dirinya. Aku salah satu Reporter yang selalu nekat untuk mendapatkan informasi. Apapun yang terjadi? Di mana pun? Aku tetap harus lebih awal datang dan lebih awal hadir untuk informasi itu.

Dilihat dari situasi saat ini. Sebuah industri makanan hangus terbakar, karena kelalaian karyawan.

"Aku akan mengatakannya, semua tanggung jawab akan dibebankan kepada pihak asuransi dan karyawan itu sendiri!" tegas si pria bertubuh besar.

Aku terus memantau pergerakannya, keringat si pria itu tampak mulai bercucuran. Aku terus mengikutinya hingga ke depan gerbang untuk mendapatkan informasi.

"Pak, tolong jelaskan insiden ini! Apakah semua karyawan selamat?" tanyaku padanya hingga harus menghentikan langkahnya lagi.

"Semua karyawan pastinya selamat. Kalau tidak, ini pasti bukan kelalaian mereka!" tandasnya mulai memasuki sebuah mobil.

Aku kembali pada posisi kamera yang siap memantau pekerjaanku.

"Dilaporkan atas tuduhan kepada kelalaian karyawan, sebuah industri makanan ini harus mengalami kecelakaan yang mengakibatkan kebakaran hebat di bagian paling dalam. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini. Semua sebab kebakaran masih diperiksa oleh pihak yang berwajib untuk mencari kesalahan utama. Dilaporkan langsung dari Emira, Jakarta."

Aku menutup layar kamera seorang teman di hadapanku. Semua sudah berakhir, aku sekaligus menyiarkannya secara terbuka di muka umum.

Aku pun segera berlari ke dalam mobil untuk segera berlari.

"Emira, tunggu aku!" teriak si rekanku.

"Ayo, cepat!"

"Mereka pasti memarahiku karena hampir menunggu lama." Aku pun meraih kunci mobil milikku. Kini, lihatlah diriku yang sekarang ini. Seorang Reporter yang sangat sibuk dengan segala kejadian. Berharap aku bisa naik pangkat, agar tak ke sana sini. Akan tetapi, pekerjaan ini sangat menyenangkan diriku.

"Apa kau sudah merekamnya?" tanyaku pada rekan yang sudah duduk di sampingku.

"Sudah," sahutnya sembari memeriksa kamera besar itu.

Aku mengendalikan mobil untuk melaju. Aku lulusan terbaik di perkuliahan. Walaupun aku berjalan tidak atas keinginanku. Tapi, ibuku berhasil mengubah hidupku menjadi gadis yang sangat cekatan. Jurusan jurnalistik ini aku tekuni selama bertahun-tahun lamanya. Ternyata pilihan ibuku sangat tepat dan bisa dipercaya.

Paman, Jordan. Satu-satunya pria yang membiayaiku kuliah sampai tuntas. Dialah pengganti ayah bagiku. Walau terkadang mulut cerewetnya selalu menikam diriku. Aku adalah orang yang sangat cuek dengan kemarahan orang lain.

Apabila mereka melempar senyum, aku membalasnya. Jika mereka melempar kata-kata pedas ke arahku, aku menoleh dan menutup telingaku dengan kuat. Tapi, apabila mereka melempar amarah padaku. Maka, siap-siap untuk mendapatkan serangan dariku, tendangan maut.

Jangan coba-coba mempermainkan diriku! Aku adalah anak yang terlahir kuat. Tidak ada yang boleh menginjak-injak diriku. Bahkan, atasanku sekalipun.

Langkahku dan Arga begitu cepat menyusuri perkantoran kami. Aku pun mulai mengambil posisi duduk pada tempat kerjaku. Aku mulai menulis lalu menyebarnya.

Seorang pria tampan berjalan mengarahku. Si CEO tampan dan muda itu sering kali menjadi sorotan mata setiap orang.

Tapi, aku? Aku pun seketika luntur olehnya, Jebran namanya. Namun, semua itu aku pendam demi reputasi baikku.

"Kerja yang bagus!" ucapnya padaku.

Aku tak menyahut dan hanya mengangguk.

"Apa begitu kau menjawab bosmu?!" gerutunya.

Aku tidak menghiraukan dirinya, dan masih sibuk mengetik kata-kata dalam keyboard. Mataku berkeliling di dalam layar. Aku tahu, aku masih mendengar omelan darinya. Saat aku mulai mem-pos ting kabar terkini.

"Hei, kau ini!" keluhnya.

Aku melihat bosku itu melewati diriku dengan wajah kesalnya. Aku pun kembali melihat sebuah kabar terbaru yang harus aku temui. Sebuah pesan dari rekanku dari luar.

Seorang Polisi yang sedang bertugas di luar.

Aku pun segera mengambil ponsel dan tas kecilku.

Langkahku kembali melaju meninggalkan ruangan kerja. Di dalam sana, sangat sibuk sekali.

CEO itu menatap kepergianku.

"Dia itu orang apa bukan, yah?" gumam Jebran.

"Ya," ucap si pria berkacamata.

"Oh, Emira. Dia anak yang sangat cekatan sekali," puji si pria berkacamata.

"Tapi, dia sangat tidak sopan," keluh Jebran dengan tatapan bersaing.

"Maklum saja, Tuan. Dia masih muda," imbuh si pria itu.

"Ayo, lanjutkan pekerjaanmu!" perintah Jebran pada asisten pribadinya.

Aku bekerja baru saja beberapa bulan. Aku sebenarnya masih ingin bersantai di rumah. Karena ibuku selalu memekikku.

Akhirnya aku pun memaksa diriku untuk melamar pekerjaan.

Ternyata sang paman sudah lebih dulu memasukkanku ke dalam perusahaan stasiun televisi ini.

Di usia dua puluh empat tahun, aku sudah lulus dengan predikat terbaik. Akan tetapi, paman sengaja memberikan waktu untuk bersantai di rumah.

"Kenapa kau ini? Selalu bersantai dan bersantai!" adu ibuku dengan tatapan marahnya.

"Ibu mau ke butik! Awas kalau kau masih bersantai," berangnya.

Aku melihat sang ibu yang sangat sibuk itu. Kami tinggal berpisah dari paman dan bibi. Rumahnya berdempetan dengan sang paman. Kami sengaja membelinya berdekatan, karena jika terjadi apa-apa, tidak akan repot lagi.

Beginilah awal hidupku.

Tinggal di kota yang tanpa istirahat ini, selalu membuatku terkesima dengan semua hal.

Seorang Polisi telah menungguku di depan sebuah kafe.

Aku menghampiri dirinya sembari tersenyum.

"Dilan," pekikku padanya.

Pria manis itu menoleh ke arahku. Dia ternyata menyusulku ke Jakarta. Sahabat setia itu memang tidak bisa terpisahkan.

"Wah! Ada kabar apa, Sahabatku?!" sapaku dengan segala candaku.

"Aku ingin memberimu informasi. Tapi, sebelum itu, temani aku minum kopi dahulu!" pintanya.

"Eh, kau membuang waktuku!" gerutuku.

"Tidak apa, ini hanya sekali-kali. Lagi pula, aku baru saja sampai di sini dua minggu yang lalu," ungkap Dilan.

"Tega sekali kau! Sudah dua minggu tidak memberi kabar, kalau kau sudah di Jakarta," aduku.

"Ayo!" ajaknya sembari menarik lenganku.

Seorang wanita cantik dan bergaya, memperhatikan dari kejauhan.

Dari tatapannya seakan membaca semua tindakanku.

Mimik wajahnya sedikit mencurigakan. Ia pun mulai melangkah untuk meninggalkan lokasi.

Aku pun kembali ke kantor dengan raut bahagiaku. Seorang pria memanggilku dengan raut cemasnya.

Si pria berkacamata itu tampak risau. Rendi, pria yang berstatus menjadi asisten pribadi Jebran itu menarik tubuhku.

"Gawat! Kau dipanggil oleh bos besar," bisiknya.

"Ayo, cepat ke sana!"

"Jebran?" ucapku.

"Ya," singkat Rendi.

Aku pun bergegas menyusuri ruang pribadinya yang berada di atas lantai.

Seorang wanita tersenyum sinis ke arahku. Entah apa yang akan terjadi? Aku merasa ada ke ganjalan yang akan terjadi. Jantungku terasa terenyuh sesaat.

Ada apa denganku? Mungkin hanya terbawa khayalan saja.

Aku mulai membuka pintu dan siap berdiri menyambut seorang CEO dingin itu.

Matanya menatapku dengan segala raut aneh.

Matanya memantau ke arahku tanpa bersahabat. Apa yang akan ia lontarkan kepadaku?!

Anda akan menemukan kejutan di bab berikutnya.

Kira-kira apa yang akan terjadi?

Terus ikuti kisah menariknya.

Tambahkan ke raknya sekarang juga!

Review ceritanya dan undi hadiahnya.

Follow juga ig-nya : @rossy_stories

Terima kasih karena Anda telah meluangkan waktu demi sederet kata-kata penghibur dari si penulis.

Sampai ketemu di kolom review.

avataravatar
Next chapter