20 Kesuraman masa lalu.

Aku melihat atap, saat aku melihat atap di sore jingga. Kenangan masa lalu terkenang di benakku. Aku hendak menghindar, tapi melihatnya aku merasa diam. Entah kenapa? Aku lebih suka memandang atap rumah di sore yang hendak gelap itu.

Aku mendengar, aku mendengar suara-suara masa lalu. Mereka menjerit, lalu menangis. Itu aku! Aku yang menjerit, ibuku meratapi semuanya.

Brak!

"Auu!" sergahku dalam lamunan itu.

Seseorang telah menabrakku dari belakang, sedangkan aku berdiri di depan wajah pintu perkantoran.

"Maaf, Mir!" sebutnya.

Aku merunduk, "Yah, tidak apa-apa."

Tanpa kusadari bahwa sore itu terlihat jatuhnya air hujan dari atas langit. Gerimis kecil mengundang di suasana sore yang sedikit gelap. Aku melihat wanita sebayaku berjalan begitu cepat menjauhi diriku.

Ia membuka payung lalu pergi dari perkantoran. Tapi, aku? Aku sendiri tidak bisa menyeberang.

Tiba-tiba saja, sebuah payung biru mendarat di atas kepalaku.

"Ayo!" sebutnya kepadaku.

Aku menoleh ke arah pria itu. Ternyata dia bosku, bos yang paling menyebalkan! Aku melirik ke arahnya tanpa raut hangat.

"Maafkan aku," tuturnya.

"Aku bisa sendiri," lawanku lalu menghindar.

Tangannya menarik tanganku dengan kuat. Langkahku terhenti oleh tarikannya, "Ada apa?"

"Kenapa kau belum pulang?" tanya Jebran.

"Ada yang harus aku lakukan," ungkapku.

"Pulanglah!"

"Waktu bekerja sudah habis. Jadi, segera pulang ke rumah!" pintanya.

Aku mencoba melawan, akhirnya aku mengalah pada tatapannya. Aku berbalik masuk untuk menuju ruangan parkir yang ada di balik bangunan.

Jalanku sangat cepat, wajahku masih terlihat kecut dan masam.

Seseorang mengikuti langkahku dengan pelan. Aku tidak menghiraukannya, lalu memasuki mobilku untuk segera kembali ke rumah.

Tampaknya seseorang itu tidaklah asing. Namun, aku tidak melihatnya. Pria itu menatap kepergianku. Siapakah dia? Pria itu memperlihatkan wajahnya, Mehmed tersenyum di tengah-tengah ruangan parkir kantorku.

Ayahku! Itu ayahku!

Akan tetapi, aku sudah pergi dari sana.

"Maaf, Pak. Kau sedang mencari siapa?" tanya Jebran berada di posisi punggungnya.

Mehmed membalikkan tubuhnya lalu memperhatikan secara jelas pria rupawan itu.

"Apa kau bos Emira?" tanya Mehmed dengan nada lembut.

"Yah, memangnya ada apa yah?" tanya Jebran penasaran.

"Hem, tidak ada. Tapi, ada sesuatu yang harus aku berikan untuknya. Tapi, aku tidak berani bertemu dengannya. Bisakah aku menitipkannya kepadamu?" pinta Mehmed sembari menyerahkan sebuah kotak berwarna kelabu berpita.

"Oh, tentu saja Pak. Kalau boleh tahu, siapa dirimu?" tanya Jebran lagi.

Mehmed berjalan di samping tubuh Jebran yang tingginya semampai. Tubuh Mehmed memang terlihat tinggi, tapi masih terlihat jelas bahwa Jebran lebih unggul.

Lalu ia berbisik, "Dari seseorang yang selalu merindukannya."

Mehmed meninggalkan Jebran yang hanya termangu itu. Sontak ia berbalik sembari mencurigai kepergian si pria itu.

Jebran mengerutkan kening, "Ah, tidak mungkin Emira bermain dengan om-om."

"Apa Emira segenit itu?"

"Apa Emira segila itu?"

"Wah! Aku harus mendapatkan jawaban itu."

"Jangan sampai aku mencintai wanita penghibur!"

Jebran tergesa-gesa pergi dari tempat itu. Mobil mewah melintas cepat menyusuri ruangan parkir. Jebran masih memikirkan hal-hal aneh itu lagi.

Matanya berkeliling, tangannya menggusar-gusar dagunya diiringi raut cemas lagi mencurigakan.

Tidak disadari lagi, Jebran segera menemui Emira ke rumahnya. Mobil berhenti di depan pagar besi. Akan tetapi, langkah tak sempat maju saat mendengar.

"Jangan mencari ayahmu! Jangan pernah menemuinya. Kamu harus menghindarinya, Emira!"

"Apa yang ibu katakan?!" ucapku.

"Ayahmu menemui ibumu ini, lalu mengancam kita semua. Ibu tidak mau, kau dibawa olehnya," rintih ibuku.

"Ibu, aku sudah dewasa. Aku tidak mungkin lugu," raungku.

Aku memeluk kedua lengan ibuku dengan erat. Kali ini sangat erat. Ibuku merintih kesakitan. Tiba-tiba saja, masa lalu benar-benar kembali dan segera merenggut diriku.

Jebran memundurkan langkahnya, ketika aku dan ibu saling beradu mulut. Setelah itu, tangisan menghantam ibuku dalam sekejap.

Jebran memasuki mobil, mengurungkan niatnya untuk menemuiku. Ia mulai mengerutkan kening sembari memerasnya.

"Apa jangan-jangan, tadi itu ayahnya?!" sebut Jebran dalam kebingungannya.

"Tidak mungkin ayahnya sejahat itu!" gerutu Jebran bergegas pergi.

Terlihat kotak kelabu masih duduk rapi di sebelah kemudi.

***

Aku membuatkan teh hangat kepada ibuku. Kusuguhkan kepadanya saat ia duduk di sofa ruang santai.

"Ini, minumlah, Bu."

"Ibu sedikit takut. Tapi, ibu merasa kesal saat berpapasan dengan ayahmu," ungkap ibu.

"Apa kita harus pindah? Tidak mungkin, Bu. Di mana pun kita berada? Mereka pasti akan menemukan kita. Ayah seorang mafia, sedangkan anak buahnya sangat banyak," lontarku.

"Ibu hanya bisa diam, tapi terus mengerang di depannya."

Aku mendengar keluhan ibu. Tapi, mataku memandang keindahan bunga merah muda itu yang masih santai menenangkanku.

Tanganku meraih bunga sakura yang bukan hidup itu. Andai dia benar-benar hidup, aku ingin merasakan, bagaimana menikmati hujan bunga itu sangatlah istimewa?

"Emira, apa kau mendengar ibu?!" keluh ibuku.

Sontak aku tertoleh ke arah ibuku yang membuat mataku mencuat di hadapannya.

"Aku mendengarnya, Ibu."

Aku mendekati sang ibu yang terlihat sedikit pucat. Aku mengernyitkan dahi lalu berucap, "Ibu, katakan padaku! Apa yang buat ibu takut terhadap ayah? Apa dia pernah melakukan sesuatu pada ibu?!"

Ibu menatapku sangat dalam. Sekilas masa lalu mulai terekam di benaknya.

"Sepuluh tahun yang lalu."

Ibu mulai menceritakan masa lalu yang membuatnya begitu ngeri.

***

Sebuah rumah di sudut desa tempat tinggal lamaku. Ibuku berjalan dan mencoba mendekati rumah yang terlihat begitu sepi, namun dijaga oleh beberapa pria.

Ibuku merasa heran lalu mencoba mengintip.

Terdengar suara desakan dan gesekan yang berada di dalam kamar. Ibuku mendapat lubang kecil lalu melihat dengan jelas ayahku sedang bersetubuh dengan seorang gadis muda.

Teriakan yang tak lagi terdengar karena mulut si gadis terbekap dengan kuat. Gadis itu terikat dengan tubuh telanjangnya. Ayahku mendesah nikmat tubuh gadis itu, sedangkan ibuku terpelangah dan berteriak.

"Aaaa!!!"

Beberapa pria menarik tubuh ibuku dan dimasukkannya ke dalam kamar itu. Ayahku dengan setengah telanjang menghampiri ibuku dengan raut genitnya.

"Jika mulutmu terbuka dengan lebar. Maka kau akan kubunuh, seluruh keluargamu akan kusingkirkan! Tapi, putriku akan menjadi santapan pertamaku seperti gadis ini. Jika kau bisa diam, maka kau akan mendapatkan jatah yang sama dengan si gadis, hahaha. Teruslah diam sampai aku selesai! Hidupmu akan lebih damai jika tidak bertindak gegabah."

Seseorang mengikat ibuku dengan tali dan membekap mulutnya.

Tawa ayahku seolah-olah begitu nakal bahkan sangat menyayat hati ibuku. Ibuku memejamkan matanya saat memperhatikan betapa menjijikkannya sang suami melakukan itu tepat di matanya.

Air mata terkuras kering di balik pipi ibuku. Memeluk tubuh dalam ruang kamar itu dalam kalbu. Hendak membuka, namun terkurung. Matanya menutup, sembari menguras air mata gundah, ibuku sangat kesakitan melihat kejadian ini.

Desakan suara itu mengacaukan memori ibuku. Jiwa dan raga ibuku meronta-ronta ketika sang suami tetap melanjutkan perbuatan bejat itu.

Bagaimana perasaan ini?

Jika harus melihat seorang suami menikmati tubuh dan merenggut keperawanan para gadis.

Hutang terlunasi dari kenikmatan dunia. Berbalas sudah dari penjualan tubuh para perawan.

Memang sebuah penyakit yang ada pada ayahku. Si maniak ML ini sungguh miris! Si mafia kotor dengan cara yang kotor pula.

Sungguh menjijikkan!

"Hahahaha," kekeh Mehmed ketika selesai melakukannya.

Gadis itu dilepas dan memeluk lutut dengan pasrah. Air mata muda serta harapannya terbakar dalam sesaat.

Mereka bersama-sama jatuh dalam kesuraman memori. Ibuku mengepal tangan dengan bibir menipis.

"Kau akan mendapatkan balasannya," gumam ibuku.

Anda akan menemukan kejutan di bab berikutnya. Kira-kira seperti apa cerita selanjutnya?

Ikuti terus hingga akhir. Tambahkan ke raknya, review cerita dan undi hadiahnya.

Sekarang juga!

Follow juga ig : @rossy_stories.

Terima kasih telah meluangkan waktu untuk sepatah kata dari cerita ini.

avataravatar
Next chapter