1 Pertemuan Pertama

Okta berjalan bersama ke-dua temannya yang disertai dengan tertawa. Dengan ekspresi wajah yang masih tersenyum Okta melihat seorang pria yang tengah memandanginya, dengan ragu dia juga tersenyum. Keesokan harinya, Okta berjalan pulang dari toko tempat kerjanya. Di tengah perjalanan, seorang pria yang tersenyum padanya kemarin memanggilnya.

"Hei" kata pria itu yang masih sibuk dengan kertas kertas yang sedang ia jilid.

Okta dengan ramah tersenyum dan menghampiri pria itu.

"Iya om ada apa?" tanya Okta ramah.

"Abis dari mana?" tanyanya dengan tangan yang masih sibuk dengan kertas.

"Pulang kerja om" berdiri dihadapannya yang dibatasi oleh etalase.

"Oh udah lulus ya, kok sendiri biasanya sama temen" menumpukan kertas yang sudah selesai dijilid.

"Mereka lagi pada kuliah" jawab Okta singkat. "Oh ya ada apa manggil om?" tanya Okta.

"Gapapa pengen aja" jawabnya dan memandangi Okta.

"Aku ngantuk, tapi males jalan, capek" ucap Okta sambil mengipas dengan tangannya.

"Ya udah ke dalem aja, tidur di sana, gapapa kok" ucapnya yang kembali mengambil buku dan meng-copy-nya.

"Gak ah, gak enak, nanti kalau ada orang ke sini mikirnya macem-macem lagi" tolaknya.

"Terus mau gimana?" tanyanya.

"Aku pulang aja deh, om juga sibukkan?"

Pria itu mengangguk. Okta pamit padanya dan meninggalkan dia. Okta sampai di rumahnya dan langsung merebahkan tubuhnya di atas kasur.

"Lelah banget hari ini" ucapnya dengan memandang langit langit kamar. "Eh iya om itu siapa ya namanya aku lupa" mengingat dulu bahwa dia pernah bertemu dengannya dan mengetahui nama pria itu. Okta sudah meninggalkan kotanya selama 6 tahun dan tentu saja dia lupa nama pada beberapa orang termasuk nama pria itu. Okta terus meningkat namanya tapi hasilnya nihil, dia masih tetap tak ingat dengan nama pria itu hingga tertidur.

Pagi hari dia bangun seperti biasanya hanya saja hari ini toko tutup dan Okta hanya diam di rumah. Tak ada pekerjaan, Okta teringat dengan ponselnya yang rusak dulu. Setelah mengambil ponsel itu, dia membongkarnya dan memperbaiki. Okta suka dengan hal memperbaiki barang elektronik berupa ponsel. Tak perlu banyak waktu Okta sudah menemukan hal yang membuat ponsel itu mati. Dia pergi ke luar untuk membeli LCD ponsel dan kartu memori untuk ponsel itu. Konternya tak jauh dari rumah Okta, dia tak bisa menjangkaunya dengan berjalan kaki. Tentu saja Okta bertemu dengan pria itu lagi karena konter itu tak jauh dari tempat kerjanya. Pria itu tersenyum dan memanggilnya lagi.

"Hei" kata pria itu.

Okta tanpa ragu menghampirinya.

"Ada apa om?" tanya Okta.

"Mau kemana?" tanya pria itu.

"Mau ke konter beli kartu. Aku ke sana dulu ya, takut tutup" tanpa menunggu jawaban Okta pergi.

Selesai membeli LCD dan kartu memori, Okta kembali ke tempat fotocopy tempat dia bekerja.

"Buat apa beli ini?" tanya pria itu.

"Buat benerin ponsel, ponselku rusak" jawab Okta. "Tumben om gak ada kerjaan, kemaren sibuk" lanjutnya.

"Iya lagi sepi"

Okta hanya mengangguk kecil.

"Mana nomer teleponnya?"tanyanya.

Okta yang mendengar itu merasa bingung. "Buat apa om?" tanyanya heran.

"Ya kalo banyak kerjaan disini, bisakan bantu om" jelasnya singkat.

"Hm iya juga sih, tapi dibayarkan? hehe"

"Iya" jawabnya.

"Hm om aja deh, mana nomer telpon om? biar aku aja yang chat om, soalnya aku belum hapal nomernya" ucap Okta.

Pria itu memberikan selembar kertas yang sudah ada nomor teleponnya. Okta berpikir bahwa dia masih belum tau namanya dan nama apa yang akan dia tulis nanti di kontak teleponnya.

"Om, nama om siapa? masa tulisannya no name, kan gak asik" tanyanya.

"Terserah mau apa juga" jawabnya tersenyum.

"Ih om" memonyongkan bibirnya "ya udah aku kasih nama no name aja, om gak ngasih tau sih" yang masih cemberut karena pertanyaannya tak di jawab.

Pria itu hanya tersenyum dan menggelengkan kepalanya melihat tingkah Okta. Okta yang masih cemberut dibuatnya, emosi dan akan memarahinya tapi niatnya gagal karena ada orang yang datang ke sana. karena kesal Okta pamit dan pulang. sesampainya di rumah, Okta langsung melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda tadi. Selesai memasang LCD, dia mencoba menyalakan ponselnya. Okta bersorak ria karena ponselnya kembali menyala. Dia teringat dengan pria yang dipanggilnya om itu. Dia tak habis pikir dengan kelakuannya tadi yang membuatnya bersikap seperti anak kecil.

"Ih aku kenapa sih tadi kayak gitu ke dia, malu maluin aja" ucapnya sendiri.

Okta mengambil kertas yang bertuliskan nomer pria yang belum tau namanya itu dan menuliskan di ponselnya dan memberi nama no name sesuai ucapannya tadi.

Langit sudah gelap. Okta masih sibuk dengan ponselnya yang baru dia perbaiki itu. Notif pesan dari ponsel lain berbunyi. Okta melihat Reza mantannya itu mengirimkan pesan singkat.

Reza : Okta

Okta : Y

Reza : Lagi apa?

Okta hanya melihat pesan itu tanpa membalasnya. Dia teringat bahwa dia belum menghubungi pria itu. Okta menekan nomor teleponnya dan mengirimkan pesan padanya.

Okta : Om, ini Okta yang tadi, save ya nomor aku siapa tau butuh,, hehe..

No name : Iya

Okta tersenyum mendapat pesan dari pria itu. Senyumnya tak lama karena Reza kembali mengirimkan pesan.

Reza : Ta kok di read doang, atau udah ada baru?

Okta : Aku sibuk jan ganggu aku lagi, aku udah punya pria lain

Balasan pesan Okta sukses membuatnya diam tak mengirimkan pesan lagi. Okta terpaksa berbohong karena tak mau diganggu oleh Reza yang sudah mengkhianatinya.

No name : Tidur udah malem

Okta : Iya om

Okta tersenyum dan mengikuti interupsinya untuk tidur. Okta merebahkan tubuhnya dan mengirimkan pesan lagi.

Okta : good night om

No name : iya

Okta pun tersenyum bahagia dan tertidur.

avataravatar
Next chapter