5 Five. Depresi?

Derasnya hujan, tidak membuat Fareszha memiliki niat untuk pulang. Gadis ini tetap berjalan, seolah dirinya enggan melepaskan diri dari lebatnya air yang turun ke bumi.

"Ini baru awalan, Zha." Ujarnya, dengan mata yang terus menatap ke jalanan.

Ia sangat menyesal, mengapa dahulu, saat di tawari tinggal bersama keluarga Ibunya ia tidak mau. Setidaknya, perlakuan Kakek Neneknya tidak sejahat perlakuan mendiang sang Ibu padanya.

"Kenapa sih, Paman Nicho se kejam itu?" Lirih Fareszha.

Apa sebenarnya yang Nicho mau? Padahal kan ia bisa langsung mengirim Fareszha ke akhirat, tidak perlu menyiksanya seperti ini. Jujur saja, Fareszha sudah sangat lelah dengan perlakukan keluarga besarnya.

Terlebih lagi, mengingat Reszha seorang yatim dan piatu. Jika ia tidak ikut Keluarga Ibunya, setidaknya dulu ia setuju, untuk di adopsi. Namun, mengingat ia masih bisa bertahan, jadi untuk apa ia menerima bantuan?

"Argh!"

Fareszha memegangi kepalanya, ia merasakan sakit yang sangat hebat! Oh ayolah, jangan biarkan ia tergeletak dan tidak sadarkan diri di jalanan yang sepi ini. Siapa yang akan menemukannya? Ini bukan dunia fiksi, tidak ada kebetulan–kebetulan yang bisa menolongnya di dunia yang fana ini.

"Pusing banget"

Sebelum pandangannya semakin menggelap, Reszha berjalan ke tepi, dan duduk di pinggiran trotoar. Ia tidak boleh sampai pingsan, siapa yang akan menolongnya? Bangun! Ini dunia nyata yang fana, bukan dunia fiksi yang menyentuh hati.

Akan tetapi, mau seperti apapun, Reszha hanyalah manusia biasa. Yang tidak bisa menahan luka dan sakit agar bertahan lebih lama. Tolong dunia, selamatkan gadis ini, biar kan ia merasakan hidup bahagia, walau pun itu sangat singkat.

'Bruk!'

"Hey?! Apa yang terjadi?!"

Sembari menepuk nepuk pipi Faresha, Ardian membopongnya menuju mobil. Jika ia tidak mengikuti gadis ini, sepertinya sampai kapan pun gadis cantik dan manis ini tidak akan kembali. Yah, kasarannya ia akan dibawa dan di peralat oleh orang jahat.

"Gadis ini, badan nya sangat panas"

Ardian menarik tangan–nya yang tadi ia simpan di dahi Fareszha, dan mulai membuka pintu mobil, kemudian ia menidurkan Fareszha di kursi belakang mobil. Ardian yakin, Reszha sampai tidak sadarkan diri seperti ini bukan karena ke dinginan, ada hal lain yang membuatnya sampai pingsan begini.

Sebelum keadaan Fareszha semakin memburuk, Ardian melajukan mobilnya, dan mulai mencari keberadaan rumah sakit terdekat. Jangan salah, setelah dua tahun ia baru kembali lagi kemari. Dan mengggantikan posisi asisten lama seorang Nicho.

"Si iblis itu, jika tau keadaan Reszha separah ini, apa yang akan ia lakukan?"

Pandangannya masih terfokus ke jalanan, di tengah hujan seperti ini, ia melajukan mobil layaknya orang yang sedang mabuk. Asal kalian tahu, Reszha itu sudah seperti benda berharga baginya. Sedikit saja ia terluka, maka hanya akan ada penyesalan.

Ardian menurunkan kecepatan gasnya ketika sampai di perkarangan Rumah Sakit, ia berhenti tepat di depan pintu IGD, dan membunyikan klakson berkali kali.

"Ada yang bisa kami bantu, Pak?"

"Pake nanya! Saya kesini pasti ada yang sakit! Bantu saya bawa gadis di belakang!"

Dengan ekspresi terkejut, para pegawai rumah sakit ini langsung membuka pintu belakang, dan mereka lebih terkejut lagi ketika melihat seorang gadis dengan wajah pucat pasi.

Ardian mengambil telfonya, menekan nama 'Nicho' di layar ponselnya. Belum ada jawaban. Lihat saja, ketika ia mendapat jawaban, habis Nicho di maki olehnya.

"Heh! Cepat kau datang kesini! Aku sudah share lokasinya, jangan pura pura tak punya mata!"

Nicho sedikit menjauhkan ponselnya, ia melihat pesan yang di maksud oleh Ardian. 'Rumah sakit?' Terkanya. Untuk apa Ardian di Rumah Sakit? Bukan kah ia baik baik saja tadi?

Semua pertanyaan itu muncul dipikiran Nicho,

tanpa berpikir lagi, ia segera bergegas menuju Rumah sakit yang di maksud oleh Ardian. Nicho tidak akan mempermasalahkan prilaku Ardian padanya, baginya, sikap Ardian belum separah saat pria ini hilang akal.

Tanpa mau repot lagi di marahi oleh Ardian, Nicho segera menyalakan mobilnya, dan melajukan mobil nya di tengah hujan yang deras ini. Persetan dengan Ardian, di tengah badai hujan seperti ini, menyuruh nya untuk datang ke Setia Mitra Hospital.

Untuk apa sebenarnya Ardian menyuruh nya datang?

Sedari tadi itulah yang ada di pikiran Nicho sekarang. Pria ini terkalu banyak berpikir, bukan nya cepat, malah akan membuang waktu nantinya.

Dan kini, ia memakirkan mobilnya di basement rumah sakit ini. Setelah keluar dari mobil, Nicho hendak mengirim pesan pada Ardian, untuk apa? Ya tentu untuk menanyakan dimana keberdaan pria itu.

Ardiansu

Aku berada di depan ruang IGD, cepat lah!

Namun niatnya kembali terurung ketika melihat pesan yang terkesan nyolot dari Ardian. Dengan langkah lebar nya, Nicho segera berlari ke tangga, dan mencari denah lokasi yang bisa membawanya menuju ruangan IGD yang di maksud oleh Ardian.

Sedangkan Ardian, pria itu kini sedang mondar mandir di depan pintu tempat Reszha di rawat. Raut wajah cemas tak lepas dari penglihatan orang–orang yang sedang berlalu lalang. Untung Nicho selalu menyuruhnya mekakai pakaian casual formal setiap kali bekerja. Jadi, tidak ada namanya seragam supir yang melekat pada tubuh bidang nya.

"Siapa wali dari pasien atas nama Fareszha Henderick Putri?"

"Saya."

Ardian menoleh kearah sumber suara, dan mendapati sahabatnya dengan wajah memerah, pertanda bahwa ia kelelahan. Sebelum Pak Dokter ini mengatakan apa yang ingin ia ucapkan, ia memberi waktu pada Nicho untuk mengambil nafas se banyak mungkin.

"Katakan saja, Pak, saya mendengarkan."

Pak Dokter hanya mengangguk paham, kemudian menarik nafas pendek untuk memulai ucapan nya. "Fareszha dalam kondisi yang tidak baik. Setelah melakukan pemeriksaan, kami menemukan beberapa penyakit dalam tubuhnya. Salah satunya adalah darah rendah."

"Namun kami yakin, nona Fareszha masih memiliki penyakit lain, karena penyebab ia pingsan itu adalah asam lambung yang naik. Jadi saya mohon kepada kalian berdua, agar bisa menjaganya lebih baik lagi. Apalagi nona Reszha pingsan dalam keadaan basah kuyup dan suhu tubuh di bawah 20 derajat celcius."

"Boleh kami masuk?"

"Tentu."

Tanpan berpikir lagi, Nicho masuk ke dalam ruangan IGD ini. Dan kini netranya menatap tubuh Reszha yang sedang terbaring kaku di atas kasur rumah sakit. Ia berjalan mendekat, dan beralih menatap wajah cantik Fareszha yang kini dalam kedaan pucat pasi.

"Selfharm?!"

Nicho sedikit membelakakan matanya, seraya berucap dengan nada tinggi. Ia tidak habis dengan gadis ini, se bosan itu kah ia untuk hidup? Sampai nekat melakukan selfharm seperti ini? Bukan kah ia seorang muslim? Seharusanya ia tahu kan bahwa menyakiti diri itu tidak boleh?

"Selfharm biasanya di lakukan oleh orang orang yang sedang depresi atau stres, dan juga frustasi. Di umurnya yang masih belia, terlalu bahaya jika ia sudah menjangkit salah satu dari penyakit mental ini."

"Walaupun ia dalam kedaan psikis yang tidak baik, seharusnya ia tahu bahwa hal seperti ini tidak boleh di lakukan, dasar gadis bodoh."

Dokter Emil yang merasa ucapannya di timpali hanya menggeleng kan kepalanya. Wali macam apa Nicho ini? Sudah tahu gadis kecil ini dalam kedaan yang tidak baik, masih bisa bisanya ia maki, bahkan di hadapan orang lain.

"Karena ia tidak tahu sedang dalam kedaan psikis yang tidak baik, obatnya itu antara mendekatkan diri ke tuhan, dan melakukan selfharm agar diri tenang. Ketika orang psikisnya terganggu, menyayat lengan dengan pisau pun tidak akan terasa sakitnya." Jelas Dokter Emil lagi.

Ardian hanya bisa menatap datar Nicho, pria iblis ini bahkan tidak punya empati. Setidaknya, ia bisa menjaga lisan nya disaat seperti ini. Namun apa? Bersikap baik pun tidak.

"Serahkan semuanya pada saya, dok."

Dokter Emil mengangguk kecil setelah mendegar ucapan Ardian, kemudian ia pamit untuk pergi dari ruangan IGD ini. Tak lupa Suster menyuruh kedua pria ini untuk segera menyelesaikan semua persyaratannya, agar Fareszha bisa segera mendapat tindakan lebih lanjut.

"Apakah perkataan saja tidak cukup? Untuk membuat mu sadar bahwa semua, yang kau lakukan selama ini pada Reszha, tidak lah benar."

"Aku tahu apa yang aku lakukan, ardi."

"Jika ucapan saja tidak cukup untuk menyadarkan mu, maka hanya tindakan lah yanh bisa merubah sikap mu."

~~~~~~

avataravatar
Next chapter