10 Mengubah Alur Kehidupan

Aku, Rio Joevan Yuliandri. Baru saja menyelesaikan makan malam bersama Juliana Adiyaksa. Meski setelah makan aku tidak membantu Juli membereskan piring dan mencucinya. Saat acara memasak aku sedikit membantunya kok. Yah, walaupun hanya bantu buat sambal saja. Justru mengulek itu membutuhkan tenaga ekstra.

Tiba-tiba notifikasi chat WhatsUpp muncul di bagian atas layar waktu sedang asyik-asyiknya scroll Facebuku, melihat meme-meme terbaru.

Sekilas terpampang siapa pengirimnya, Christina Agustin. Dahiku seketika berkerut. Dalam hati aku bertanya, Kok tumben nge-chat?

Segera kubuka pesan tersebut, isinya sekadar sapaan biasa. "Ya, malam juga," jawabku sesingkat mungkin.

Tak terduga, pesanku langsung di balas. "Aku mau curhat, boleh?"

"Kenapa gak curhat aja ke Joan? dia kan suami kamu."

"Kita lagi gak baik."

Aku tertegun sebentar. Entah kenapa membaca chatnya ada rasa senang bercampur puas. "Ok, mau cerita apa?" tanyaku mencoba memberinya kesempatan.

"Aku gak tahu harus mulai dari mana, tapi Joan berubah banget sekarang."

Pesan chat tersebut adalah awal dari semua curhatannya yang panjang. Jujur saja, aku jadi merasa kasihan saat membacanya. Aku yang sahabatnya saja baru tahu, ternyata Joan adalah cowok hiperseks.

Christy bercerita, sikap Joan berubah ketika dirinya menolak untuk berhubungan badan. Padahal saat itu, Christy sedang datang bulan dan sangat kelelahan setelah mengurus bayinya. Dan puncak masalahnya muncul sewaktu Christy memergoki Joan yang sering jajan di luar. Christy sempat memeriksa ponsel Joan yang tidak dikunci dan mendapati pesan Miichat suaminya dengan seorang perempuan pembuka jasa cinta satu malam.

Kalau soal itu, aku sudah tahu. Hanya saja aku tidak terlalu mempermasalahkannya karena dia jajan juga tidak merugikan orang lain. Akan tetapi, kebiasaannya itu malah terbawa sampai sekarang.

"Kenapa kamu gak bilang kalau Joan suka jajan, Rio?"

"Kamu gak tanya Christy. Toh, pada akhirnya kamu milih dia. :)"

Chat terakhirku dengannya malam ini. Sesaat setelahnya, panel pemberitahuan muncul di hadapanku lagi. Aku puas, ternyata tidak terlalu sulit menyelesaikan misi wajib yang satu ini.

"Ada apa sih, Kak? Kayaknya serius banget?" tanya Juli tiba-tiba sudah ada di samping. Mencuri-curi kesempatan melihat ponselku. Refleks aku berdiri dari duduk, menjauhkan ponsel dari Juliana agar dia tak bisa melihat isinya.

"Ih, kok gitu?! Sini, aku mau liat!" Pekik Julia sambil berusaha merebut ponsel dari tangan.

Pipinya tampak imut ketika dia kesal. Mengembung bagai chipmunk yang sedang makan biji-bijian. Ah, sial. Sepertinya aku sudah tergila-gila padanya.

Seketika, kukecup bibir manis itu. Responsnya yang berkedip lucu dan membeku sebentar, terlihat menggemaskan di mataku saat ini.

"Jangan kepo ya!" Kemudian langsung kabur sebelum dia mengamuk.

"Ish! Kak Rio!" teriaknya di dapur. Kutahu kedua pipinya pasti sudah memerah. Memang paling mudah membuatnya tersipu.

Meski sempat melarikan diri dari amukan Julia. Pada akhirnya aku tetap diomeli. Lalu aku turuti saja kekepoannya. Bibirnya langsung mengerucut sehabis membaca pesan WhatsUpp-ku dengan Christy.

"Gimana? Udah puas?" tanyaku sambil mengambil botol berisi sirup rasa melon dan air putih di kulkas. Kemudian menyimpannya di meja kaca.

Julia diam, masih dengan posisi bibir tak berubah. "Huh, aku pikir apa. Nyatanya cuma chat dari mantan kakak," ucapnya sambil

meletakkan ponselku di meja.

Aku pun langsung duduk di sampingnya, mencampur air dingin dan sirup tadi ke dalam gelas. "Dia kakak iparmu loh, gak kasian?"

"Bodo! Dari awal ketemu juga aku udah gak suka. Pas tahu dia mantan kakak, aku makin gak suka," ucapnya bersunggut-sunggut, lalu menggenggam sirup melon dan meminumnya.

Oh, aku baru tahu. Rupanya Julia memiliki pandangan tersendiri soal Christy. Menarik. "Kamu langsung gak nyaman gitu, kok bisa?"

"Gak tahu, pokoknya gak suka aja. Jadi udah! Jangan bahas-bahas dia terus. Ini popcornnya cukup gak?"

Aku tersenyum melihat tingkah lakunya. Terlihat sekali kalau Juli berusaha mengubah topik karena tidak nyaman membahas Christy. Aku balas mengangguk saja dan berkata, "Udah cukup kok, kan yang kebanyakan nyemil pas nonton Netfix itu kamu, sayang," dengan mata yang melirik sebentar semangkok besar popcorn yang tersimpan di meja.

Juli malah memukul bahuku, bibirnya masih cemberut saja dari tadi. "Apa? Kenapa?" tanyaku pura-pura protes.

"Kak Rio kayak gak tahu aja porsi makanku. Yang penting olahraga teratur, itu kan kata kakak?"

"Iya deh iya, jadi mau nonton apa?" ucapku sambil mengambil remot tv.

Sebelum menjawab pertanyaan, Juli mengambil popcorn dan dipeluk di pangkuan. Pantatnya sedikit bergeser supaya lebih dekat denganku, karena dia terkadang suka bersandar kalau sudah bosan makan popcorn. "Apa aja deh, film yang lagi viral itu coba. Kak Rio suka, kan?"

Awalnya sih memang benar, film yang aku suka yang ditonton. Tapi setelah masuk film ke dua, Juliana yang menguasai remotnya. Katanya ada drama korea yang belum tamat dia tonton.

Pada saat seperti ini lah, Juli bisa fokus menonton berjam-jam. Di menggunakan dadaku untuk bersandar dengan nyaman. Sementara aku yang tak terlalu suka drama korea, justru ketiduran dan berusaha tetap melek meski dengan pandangan kosong, tidak bisa fokus menonton.

Ketika tiba saatnya adegan romantis, mataku mendadak cerah. Menurut Julia adegannya sangat romantis. Namun bagiku, adegan ranjang yang hanya diperlihatkan sekilas itu kurang memuaskan, tapi bikin tegang sekujur tubuh.

Aku mencoba melirik Julia. Dia terlihat serius tanpa menoleh. Sering tersenyum-senyum ketika melihat adegan tersebut. Kulihat juga pipinya merona, jadi tampak lebih menggoda di mataku sekarang.

Tahu kan apa yang terjadi setelah ini? Yup, sehabis nonton satu episode itu. Aku langsung menarik Julia ke kamar dan mengunci pintu. Jelas sekali, Julia masih belum siap. Karena ketika kupeluk dan mengecup lehernya, dia menolak.

"Be-bentar! Aku masih belum siap!"

Alisku naik sebelah, menatapnya bingung. "Belum siap gimana?"

Pipinya semakin memerah seperti kepiting rebus. Dia menunduk lalu menatapku sesekali. "Soalnya ... Ana masih pake dalaman yang jelek, belum diganti. Ana takut kakak ilfeel."

Rasanya aku ingin tertawa terbahak-bahak. Namun, tak jadi karena raut Julia yang sepertinya sedang serius.

Aku tak menjawab keresahannya dengan kata-kata. Langsung kurengkuh saja pundaknya dan sedikit menggelitik daun telinganya.

"Hn~ K-kak Rio~" Nada bicaranya mulai berubah.

"Udah, jangan pikirin macam-macam," kataku sambil menangkup pipinya gemas.

Dan malam yang panjang terjadi lebih cepat dari masa laluku yang dulu. Setelah ini, aku sama sekali tidak tahu apa yang akan aku hadapi kedepannya. Semoga saja, tidak terjadi hal-hal buruk.

***

Paginya di hari minggu, aku memilih untuk pulang ke kostan. Lalu langsung merebahkan diri setelah masuk kamar. Ternyata betul, alur kehidupanku berubah total!

Aku jadi memutar kembali saat-saat di mana fakta yang sebenarnya terungkap tadi pagi.

"Kak Rio, aku mau bilang sesuatu, penting!" ucap Julia sambil menekan kan kata di akhir kalimat.

Aku yang sedang mengenakan pakaian setelah mandi, lekas menghampirinya yang masih berbalut selimut saja. Tumben sekali tidak langsung mandi, biasanya Julia yang paling awal bangun.

"Sepenting apa sih memangnya?"

Julia tidak menjawab pertanyaanku langsung. Dia lebih banyak diam pagi ini. Entah kenapa.

"Awalnya aku gak mau kasih tahu. Tapi setelah telponan bareng Akmal, aku merasa kakak udah banyak berubah," ucapnya masih dengan kalimat yang berbelit-belit. Aku pun baru tahu kalau Julia cukup dekat dengan Akmal. Kok rasanya kesal ya?

"Akmal? Emang tuh orang bilang apa?" tanyaku sedikit menekan rasa tak nyaman ketika membahasnya.

"Akmal bilang, kakak lebih bersahabat sama anak kecil akhir-akhir ini. Itu beneran?"

"Yah, sebenarnya karena pekerjaan juga."

"Intinya, kakak udah mau terbuka sama anak kecil, kan?"

"Lagi pula, kalau lama-lama benci gak baik juga." Julia kamu tak tahu saja, aku begini karena tugas harian dari sistem yang mendadak muncul karena keinginan sendiri. Tentu saja demi bertahan hidup dengan nyaman, aku harus menyelesaikannya.

"Jadi kamu mau bilang apa?" tanyaku karena melihat Julia tak kunjung berbicara lagi.

"Ana udah lakuin apa yang kakak bilang. Makan nanas muda dan pil KB setiap hari. Soalnya kakak gak suka pake pengaman. Terus, dua bulan ini, yang merah-merah itu gak keluar. Ana coba tes satu kali, langsung positif," tutur Juli, matanya sama sekali tak menatapku. Malah menatap selimut.

"Bentar deh, maksudnya tes apa?"

"Tes kehamilan, Kak."

"Eh?" Rasanya waktu terasa berhenti saat itu juga.

avataravatar