2 Kesialan Pertama

Dia Joan Adiyaksa, seorang mahasiswa dengan jurusan sama sepertiku. Kami sempat tinggal bersama disebuah rumah kostan dengan beberapa anak fakultas yang lain.

Meski kami tinggal di rumah, untuk pembagian kamar, dipisah antara laki-laki dan perempuan. Lantai atas dihuni oleh mereka yang jarang ke dapur, ya jelas saja laki-laki.

Memang, tidak semua perempuan terbiasa di dapur. Namun, ada juga beberapa yang sering memasak. Terkadang ada yang mengolah banyak bahan makanan untuk semua anggota di rumah kostan ini termasuk pemiliknya juga sering kebagian.

Setahun menempati rumah kostan, aku dan Joan sudah sangat kerasan di sana. Bahkan pemilik kostan yang notabenenya adalah seorang janda, sudah kami anggap sebagai ibu kedua.

Selama kurun waktu setahun, aku berpacaran dengan seorang gadis dari Fakultas Pariwisata dan Perhotelan. Dia mengambil jurusan tata boga. Idaman sekali, bukan? Sudah begitu dia memiliki paras yang menawan dan bisa dibilang cukup populer di jurusannya. Aku sangat bersyukur bisa menjadi seseorang yang spesial baginya.

Kalau bertanya tentang, bagaimana kami bisa bertemu? Sangat klise sih, kami bisa dekat karena sama-sama anak baru. Hari pertama masuk universitas adalah hari dimana aku bertemu dengannya, Christina Agustin.

Hubungan kami jarang sekali mengalami perdebatan. Selama sebulan maksimal satu kali marahan. Selebihnya sangat mulus seperti jalan tol. Sampai-sampai aku membayangkan bagaimana masa depan kami nanti. Mungkin akan menjadi pasangan yang paling bahagia.

Hingga suatu hari, rumor aneh menyebar lagi diantara anak fakultas ISIP (Ilmu Sosial dan Ilmu Politik). Christy dan Joan merupakan tokoh utamanya.

"Ri, lu udah tau rumor soal Christy kagak?" tanya Akmal, kami jalan berdua menuju parkiran.

"Rumor apaan?

"Itu, ada videonya loh."

"Dan lu percaya, Mal?" Aku menatapnya dengan alis terangkat. Tidak terlalu peduli soal gosip yang beredar diantara anak-anak.

"Yah! lu gak seru, Ri. Nanti deh, gue minta videonya dari fakultas lain."

Akmal menaikturunkan alisnya. Aku yakin beberapa hari lagi dia akan berulah. Anak kostan satu-satunya yang selalu ikut campur masalahku dan Christy. Akhir bulan pada tahun lalu, hubunganku dan Christy hampir kandas karenanya. Akibat rumor tidak benar, Christy marah besar selama sebulan.

Penyebabnya karena pertanyaan soal perasaannya padaku. Christy langsung menuduh macam-macam, katanya aku percaya gosip yang tidak benar. Awalnya aku tidak terima karena dimarahi seperti itu. Namun, Joan menasihatiku untuk minta maaf karena sudah meragukan kesetiaannya. Begitulah kami berbaikan. Aku yakin, rumor kali ini juga pasti tidak benar.

Ditengah-tengah lamunan, seseorang menepuk pundak sampai aku tersentak kaget. "Ee, sorry. Kaget ya?" Dia Joan, senyumnya yang lebar membuat gusinya terlihat.

"Gila, gue kira siapa. Mau pulang bareng gak?" tanyaku sambil mengeluarkan motor dari parkiran.

"Gak dulu, Ri. Gue masih ada urusan nih. Cuma mau ngabarin ke ibu kost, hari ini gue gak pulang."

Aku sekadar mengangguk saja, dan berjanji akan menyampaikannya langsung ke ibu kost.

"Gue juga dong, Ri. Bilangin ya?" pinta Akmal sambil memelas setelah kepergian Joan.

"Lah, lu mau kemana emangnya?"

"Gue ada meetup bareng temen komunitas."

"Heleh, dasar wibu!" ejekku spontan, sangat tahu teman komunitas apa yang dia maksud. Sementara Akmal tampak tersenyum lebar sampai gigi agak kuningnya kelihatan.

Kami bertiga memang satu universitas, tapi beda fakultas. Kebetulan Joan, Christy, dan Akmal lokasi fakultasnya berdekatan. Kalau di pikir-pikir wajar saja banyak rumor miring soal Joan dan Christy karena mereka sama-sama anak populer di fakultasnya.

Kalau aku dan Akmal? Entahlah, sepertinya biasa saja. Meski absen selama seminggu, anak fakultas kami tidak akan sadar. Berbeda dengan Joan, dia memang mudah bergaul. Wajah gantengnya turut mendukung kepopulerannya.

Ah, andai muka ganteng itu menular. Mungkin, aku orang pertama yang jadi korbannya. Pada akhirnya aku pulang sendirian dengan motor sapra yang kubeli murah karena motor lamaku dijual untuk membayar tunggakan SPP.

***

Malamnya, aku baru saja mandi setelah putsal di lapangan bersama anak-anak kost lain. Kemudian, keluar setelah berpakaian kaos. Tidak lupa selembar handuk di pundak untuk kupakai mengeringkan rambut.

Sembari meraup ponsel di meja PC, kuketik pesan chat pada aplikasi berwarna hijau dan mengirimkannya langsung ke nomor Christy.

Aku menunggu balasan sambil merebahkan tubuh di ranjang. Tidak seperti biasa, Christy belum membalasnya sampai sekarang.

"Hahh, tumben belum dibales," keluhku seraya merentangkan tangan ke kasur.

Tak tahu mengapa, tiba-tiba aku memikirkan gosip yang sedang ramai diperbincangkan. Bunyi chat masuk dari grup WhatsUpp fakultas sudah berdatangan semenjak aku mandi. Namun, aku tidak berminat untuk membukanya.

Waktu ku-cek sebentar pesan chat yang masuk. Rupanya bukan hanya dari grup fakultas saja. Melainkan ada satu pesan dari Akmal. Dia hanya mengirim sebuah video dan tidak mengirim pesan penjelasan apapun.

Aku penasaran, sebenarnya apa isi dari video itu. Akhirnya aku memberanikan diri untuk membukanya.

Suara desahan perempuan langsung menggema ditelinga. Perempuan itu terlihat menikmati setiap sentuhan yang diberikan oleh lawan mainnya. Meski kualitas video tidak terlalu bagus, aku sangat mengenal dua sejoli yang sedang bercumbu dan memadu kasih itu.

Otakku seketika berhenti berjalan. Video itu sudah habis, tapi bayang-bayangnya masih bersarang di kepalaku sangat jelas.

Kuketik pesan pada Akmal, "Itu siapa?"

Ting!

Pesan dari Akmal langsung masuk, "Lu pikir siapa lagi? Itu Christina Agustin, pacar lu!"

"Mana ada."

"Yaelah, tonton lagi yang bener!"

Waktu disekitarku terasa berhenti berputar. Video itu kutonton kembali dan tidak ada yang berubah. Rasanya seperti jatuh dari ketinggian dan langsung mati. Mungkin aku harus mencobanya sekarang?

"Anj-ng!" rancauku pada akhirnya.

Namun kekuatanku untuk bangun dan mengonfirmasi semuanya sama sekali tidak ada. Seluruhnya sudah sirna bersamaan dengan perasaanku yang terbang entah kemana. Aku hanya bisa melempar ponsel dan menutup wajah dengan punggung tangan.

***

Esoknya, aku terbangun dengan wajah kusut dan rambut semrawut. Kulirik ponsel tampak menyala sebab ada sebuah pesan yang masuk. Sekilas memperlihatkan si pengirimnya, dan itu Christy.

Aku tak berminat untuk membacanya, justru sekarang aku ingin menunggu seseorang pulang. Menuruni tangga dulu untuk keluar. Kebetulan, suara motor ninja langsung merebak ke segala arah. Ternyata si brengs*k itu sudah membawa motornya yang disimpan di rumah.

"Sial, dia mau pamer?"

Tanpa menunggunya masuk, kubuka pintu dan berjalan cepat kearahnya.

"Ri-rio? Lu mau ap—?"

Buak!

Kuberi wajahnya yang tampan itu luka pukulan. Sebelum dia berbicara kembali, wajah sebelah kirinya yang mulus kuberi bogem mentah sampai dia hampir terjungkal.

Sayangnya, anak-anak fakultas yang sudah bangun mencegahku untuk memukulnya lagi. Ibu kost ikut membantu menenangkan keadaan dan memapah Joan masuk.

Alhasil, aku dan Joan disuruh untuk duduk bersama. Ibu kost bertanya mengapa aku tiba-tiba memukulnya.

Seketika aku berteriak lantang, "Ni orang anj-ng! Udah nodain pacar gue!"

"Rio!" Ibu kost langsung membentukku dengan keras. "Jaga bicaranya!"

Aku spontan terdiam, namun tidak dengan suara dalam hatiku. Rasanya tangan ini gatal ingin menghajarnya sampai mampus.

"Coba jelasin, kenapa kalian jadi kayak gini? Bukannya kalian udah sahabatan dari lama?"

Joan, dia tampak ingin bicara. Tapi karena bertemu pandangan denganku, dia tak jadi berkata.

"Ini, enggak ada yang mau jelasin?" tanya ibu kost sekali lagi.

Tiba-tiba ada Akmal turun dari tangga. "Saya, Bu. Saya bisa jelasin semuanya."

avataravatar
Next chapter