9 Hukuman yang Menyebalkan

Pukul 21.00, kelas sudah selesai. Aku bergegas mengantar Akmal ke rumah kost dan pulang setelahnya.

Ketika sampai, motor kutuntun memasuki pagar kostan bercat hitam dan menguncinya. Salah satu tugas penghuni kostan yang pulang terakhir. Kondisi kostan sudah sangat sepi, aku langsung saja masuk kamar selepas memarkirkan motor ke bagasi yang sudah disediakan.

Kaos kaki, tas gendong, dan bomber kulemparkan semua ke ranjang. Kemudian duduk seraya membuka jendela profil. Profilku tidak ada yang berubah selain dibagian 'Poin Pendapatan'. Berjumlah 3Poin.

Aku penasaran, kegunaan poin ini apa? Apakah untuk menaikkan level? pikirku menebak-nebak.

[Poin yang Anda peroleh bisa digunakan untuk menaikkan status. Sementara ini hanya status 'Kepopuleran' yang dapat ditambahkan.]

[3Poin dari 'Pendapatan' akan ditambahkan ke status 'Kepopuleran'. {Terima/Tolak}]

"Terima," gumamku kemudian. Tiga poin tersebut mengubah status kepopuleranku dari yang semula hanya sepuluh persen, bertambah menjadi sepuluh koma tiga persen (10,3%)

Sudut bibir berkedut tak menyangka. Kupikir akan bertambah setidaknya tiga persen. Nyatanya aku terkecoh oleh sistem menjengkelkan ini lagi. Wajahku yang tadinya antusias, sekarang sudah tidak lagi. Yang ada aku ingin mengumpat pada si pembuat permainan ini. Namun, ketika sadar siapa penciptanya, kemungkinan aku lenyap tanpa harus melanjutkan permainan itu sangat besar.

"Oke, mari kita lihat tugas harian apa yang belum selesai," ucapku sambil memikirkan jendela sistem.

—————

TUGAS HARIAN

Batas Waktu: Diperbaharui setiap 24 jam sekali.

Tersenyum (✓)

Memberi Salam (✓)

Membantu Orang Tua (✓)

Membantu Anak-anak (0/1)

—————

"Kirain cuma dua, malahan tiga tugas yang udah beres." Sembari terus menatap jendela sistem, "hmm, tugas 'Memberi Salam' kapan beresnya ya?" lanjutku sambil mengelus dagu, berpikir.

Kemudian aku teringat poin yang kudapatkan tadi. "Pantes aja gue dapet tiga poin, kayaknya itu. Gue sempet nyapa kakek tukang gulali." Seketika aku mengangguk-angguk setuju.

Sayangnya, tugas yang paling sulit, justru belum selesai. Aku menengok jam dinding, sudah pukul sepuluh malam. Tinggal dua jam lagi!

"Waduh, gimana ya?" tanyaku harap-harap cemas. Tas gendong langsung kuraih dan kubuka resletingnya. Gulali sepuluh biji masih utuh di dalam tasku.

Kuambil kantung plastik berisi gulali dan menatapnya lamat-lamat. "Apa gue bagi-bagiin aja gulalinya di sini?"

Tapi setelah dipikir-pikir, tidak mungkin selesai hanya karena berbagi seperti itu. Sebab tugas yang benar itu 'membantu' bukan membagi-bagikan permen gulali gratis.

Aku meringis ketika menyadari batas waktu tugas harian hanya tinggal satu jam setengah lagi. Dan sekarang sudah malam, tidak mungkin ada anak-anak yang masih melek.

Dan di sinilah aku sekarang. Terjebak di sebuah ruangan yang dipenuhi anak laki-laki. Hukuman yang diberikan sistem sangat sesuai sekali. Dengan ornamen-ornamen natal di sekeliling ruangannya. Sistem memaksaku menjadi pengasuh bocah-bocah bandel. Jikalau menolak, aku akan mendapat hukuman yang lebih parah dari ini.

Rasanya aku ingin menangis, apalagi melihat bocah lima tahun saling berebut mainan dan lari-larian disekitarku.

Tugasku membuat mereka duduk dengan tenang sambil mendengarkan aku bercerita. Kalau mereka duduk diam sampai selesai, itu berarti aku sudah berhasil. Dan akan dipulangkan ke bumi tempatku berasal.

Lalu, aku dimana sekarang? Entah, mungkin di dunia lain? Atau di dunia paralel?

Aku tak peduli!

Yang jelas, bagaimana caranya membuat bocah-bocah nakal ini diam dan memperhatikan? Sungguh aku sangat kewalahan di sini.

"Jangan lari-lari nanti jatuh!" teriakku pada salah satu bocah dengan tubuh kurus, sedang dikejar oleh temannya yang gemuk. Dan, sesuai perkiraan. Suaraku sama sekali tidak didengar.

Dengan susah payah, aku melakukan berbagai cara agar mereka mau duduk dan mendengarkan. Sampai pada akhirnya aku berhasil setelah berjam-jam mengalami stress akibat kenakalan para bocah di ruangan ini.

Finally! Aku terbangun dengan mata lelah dan tubuh pegal-pegal keesokan paginya. Bahkan untuk sekadar bangun dan mandi saja rasanya tak sanggup. Hukuman yang diberikan sistem benar-benar membuatku tidak ingin mengulangi kesalahan untuk yang kedua kalinya.

***

Semua berjalan seperti biasa, aku sudah tahu bagaimana caranya mengerjakan tugas harian dengan cepat. Bagian yang sedikit menyulitkan adalah misi wajib, harus selesai dalam waktu 24 hari saja. Jujur, misi di daftar terbawah, tak terpikirkan sama sekali bagaimana cara menyelesaikannya.

Membuat mantan menyesal? Sepertinya tidak mungkin bisa. Atau aku coba saja upload fotoku yang sedang malam mingguan bersama Juliana. Jika berhasil, ada dua kemungkinan. Christy tidak bahagia menikah dengan Joan atau Christy terpaksa menikah dengan Joan karena kecelakaan.

Opsi kedua adalah opsi yang paling aku harapkan. Dengan jantung yang berdebar-debar, aku memilih foto terbaikku bersama Juliana. Kemudian meng-uploadnya ke semua sosial media yang kumiliki. Padahal aku tidak pernah melakukan hal seperti ini, bahkan waktu dengan Christy pun aku malas.

Beberapa menit setelah upload selesai. aku bergegas keluar dari WC Minimart untuk kembali bekerja seperti biasa. Namun hal yang paling mengejutkan terjadi, panel pemberitahuan sistem tiba-tiba naik tepat di depan mataku.

[MWP 'Buat Mantan Menyesal' telah ditambahkan. (1/5)]

Saat itu aku yang sedang melayani pembeli jadi mematung dan terbengong-bengong.

"Eh, Mas! Kerjanya yang bener dong! Lihat tuh belanjaan saya sampai berantakan begitu!" pekik seorang tante cantik pemilik barang belanjaan ini.

Aku tersadar, refleks melihat tanganku yang sedang memegang kotak tisu. Beberapa barang sampai tidak masuk dengan sempurna pada kantong plastik warna putih.

"Ma-maafkan saya, Mbak. Bi-biar ... biar saya hitung lagi sekarang," ucapku agak terbata dan berkeringat dingin.

Meski terjadi sedikit masalah karena pemberitahuan sistem yang mendadak itu, transaksi tetap berjalan seperti seharusnya. Untunglah tante cantik tadi masih mau memaafkanku. Kalau tidak, bisa-bisa aku di SP oleh Bibi Kamila.

Aku bernapas lega dan bersyukur karena tidak jadi mendapat masalah besar, berkat tante cantik yang masih mau memaafkanku.

"Lah, lu kenapa Rio? Tumben kurang fokus. Lapar lu?" tanya seorang karyawan di dekat rak berisi susu formula dari berbagai merk.

"Biasalah, keinget mantan," jawabku asal.

Kulihat karyawan itu hanya menggelengkan kepalanya dan kembali menata barang-barang jualan pada rak-rak besar.

***

Sabtu malam aku pulang lebih awal. Sebelum pulang Juliana sudah kuhubungi lewat pesan suara. Bilang kalau aku ingin menginap di rumahnya. sebelum itu aku bertanya, apakah kedua orang tua Juliana ada di rumah?

Juliana pun menjawab, tidak. Kedua orang tuanya selalu sibuk dengan pekerjaannya sendiri.

Akhirnya aku memutuskan untuk mengabari penghuni kostan kalau aku tidak akan pulang malam ini.

Sejujurnya aku agak khawatir, karena berdasarkan ingatanku, kejadian sebelumnya tidak seperti ini. Namun aku juga penasaran apa yang akan terjadi jika aku sedikit mengubah alurnya.

Aku tersenyum setelah memakai jaket dan tas gendong. Lantas buru-buru keluar minimarket untuk menginap di rumah Juliana.

Juliana langsung menyambutku dengan senyum manisnya setelah aku sampai di rumahnya. Raut wajah Juli terlihat senang ketika membuka kan pintu untukku.

"Kak Rio, ayo masuk! Kakak udah makan malam belum?" tanyanya sambil menutup pintu ketika aku telah masuk ke rumah.

Kulihat panel pemberitahuan itu muncul lagi. Misi wajib 'Buat Pacarmu Nyaman' cukup mudah kudapatkan setiap hari.

Juliana, tidak tahu mengapa, setiap kali aku melihat senyumanmu yang seperti itu. Rasanya jantung di dalam dada langsung berdetak tak karuan. Padahal dulu, perasaanku tidak sekuat ini.

Apa yang sudah kau lakukan Juliana? Apakah mungkin ini karma? Karma yang sangat manis.

Aku langsung merengkuhnya ke dalam pelukan. Seakan tak ingin kehilangan untuk yang ketiga kalinya. Juli mungkin bingung, kenapa tiba-tiba aku jadi begini. Namun aku tidak peduli, yang kumau sekarang hanya dia. Juliana Adiyaksa.

avataravatar
Next chapter