2 I FEEL ALONE - Perkenalan

05:30

Deringan jam beker masuk ke alam bawah sadar gue, membuat gue harus terpaksa keluar dari sana. Dengan rasa malas gue mematikan alarm yang sedari tadi berbunyi.

Gue duduk sebentar di atas kasur, mencoba mengumpulkan semua kesadaran gue sebelum gue berjalan ke kamar mandi untuk membersihkan diri gue.

Selesai membersihkan diri, gue berjalan menuju ke arah lemari untuk mengambil seragam putih abu milik gue. Selesai memakai seragam, gue berjalan ke dapur dan membuka kulkas.

Gue mengambil dua lembar roti tawar dan selainya tak lupa juga mengambil sebotol susu yang sudah siap minum. Gue mengoleskan selai itu ke atas roti dan kemudian memakannya. Kegiatannya sangat tak asing bukan? Namun itulah yang gue lakukan pagi ini.

Selesai gue sarapan, gue langsung pergi meninggalkan apartemen gue. Apartemen? Kenapa Apartemen bukan rumah? Argh, sebenarnya gue malas untuk menjawabnya.

Saat kalian bilang rumah adalah istana, mungkin saat itu gue berpikir kalau gue bukanlah ratu ataupun tuan putri. Jadi, tidak mungkin jika gue akan tinggal di sebuah istana. Paham maksudnya? Kalau enggak juga gak papa.

Intinya gue tidak tinggal di sebuah rumah, melainkan tinggal di sebuah Apartemen mewah tanpa seorang pembantu. Kalau gitu sendirian? Ya, gue memang sendirian!

Gue mengendarai motor gue ke arah sekolahan gue. Kali ini gue berangkat lumayan pagi, entah kenapa alasannya gue gak tahu. Motor gue masuk ke dalam kawasan sekolah SMA Permata. Gue sekolah di SMA Permata, permata ya bukan pertama.

Oh ya, kenalin nama gue Peyvitta Aqueena Nadiva. Lo semua boleh panggil gue apa saja asalkan lo bahagia, biar hidup lo gak seperti hidup gue yang selalu merasa menderita.

Gue lahir dari keluarga normal, normal dalam artian gak punya Bokap ataupun Nyokap tiri. Gue anak kedua dari 3 saudara. Gue punya 1 adik dan 1 kakak yang mungkin sering dibilang kembaran gue dan sialnya gue gak punya Abang. Keluarga masih lengkap, gue harap sih begitu.

Gue berjalan sendirian menuju ke kelas. Kelas gue ada di lantai dua, lebih tepatnya di 11 IPS 2. Gue gak tahu alasan kenapa gue ambil jurusan IPS, bahkan saat sebelum gue masuk SMA tepatnya kelas 9, nilai IPS gue hanya lewat 2 poin dari rata-rata dan beruntungnya gue bisa masuk di kelas IPS. Keluarga gue tidak ada satu pun yang setuju sama jurusan yang gue ambil.

Bagus, gue masuk ke dalam golongan siswi yang rajin pagi ini. Saat sampai di kelas ternyata baru ada beberapa siswa di dalamnya, mereka tengah berkumpul bersama membahas topik yang sama sekali tidak gue ketahui.

Sambil menunggu jam pelajaran di mulai, gue lebih memilih diam sambil memainkan ponsel gue. Kenapa gak gabung dengan mereka? Gak! Gue sudah terbiasa sendiri dan gue lebih nyaman sendiri.

*****

Jam istirahat tiba. Gue yang lapar akhirnya berjalan sendirian ke kantin. Sendiri? Kenapa sendiri? Karena gue gak berdua! Gue sudah terbiasa akan kesendirian, meski kadang ada satu atau dua orang yang mau menemani gue, tapi gue gak mau untuk ditemani oleh mereka.

Kalau gak ada yang datang gue gak pernah mau untuk mengundang. Cuek? Acuh? Itu semua iya. Gue sebenarnya bukan tak mau bersama dengan mereka, namun gue masih trauma tuk bersama. Gue gak mau kalau nanti gue lagi yang harus terabaikan atau bahkan terbuang.

Gue berjalan sambil menatap sekeliling, memperhatikan mereka yang tengah asyik dengan kerumunan. Terkadang saat melihat mereka bersama, gue juga ingin ada di posisi mereka, namun ya mau bagaimana lagi? Mungkin gue ditakdirkan untuk merasakan kesendirian.

Bukhhh.

Tanpa gue sadari, ternyata gue nambrak seseorang.

"Sorry," ucap gue sopan saat sebelum gue tahu siapa orang yang sudah gue tabrak barusan.

"Punya mata itu dipakai!" teriak orang itu. Orang itu langsung marah, padalah gue dengan sopannya mengucapkan kata maaf.

Suara itu? Gue gak asing dengan teriakan itu. Tatapan gue beralih dan menatap siapa pemilik suara itu, ternyata dia adalah Della. Della atau lebih tepatnya Adelia Maharani Nadella.

Dia adik gue, seharusnya. Kenapa seharusnya? Karena di sekolahan ini dia satu angkatan dengan gue. Kenapa satu angkatan? Apa kita bertiga satu angkatan? Tidak! Kembaran gue kelas 12.

Bingung? Sama gue juga. Jadi, singkat cerita waktu itu si Vetta di ganggu atau mungkin diteror dan sempat mau diculik sama orang yang tidak dikenal.

Dia sempat terluka di beberapa bagian dan dia juga mau ditusuk dengan menggunakan pisau yang tajam, yang akhirnya tertusuk adalah gue.

Masih belum paham juga? Jadi, pada saat setelah kejadian itu 1 minggu kemudian itu daftar ulang siswa baru. Ets, jangan salah kira! Gue memang tidak hadir di saat acara daftar ulang itu, tapi bukan karena gue masih sakit. Gue gak datang, karena gue di kurung di gudang dan gak boleh menghadiri acara itu. Alasan kenapa gue di kurung, karena mereka kira penyebab Vetta bahaya itu adalah gue.

Gak paham kan? Sama gue juga enggak, yang jelas gue gak boleh daftar ulang pada saat itu, bahkan yang paling mengenaskan adalah pada saat gue di kurung di gudang dengan keadaan kaki dan tangan yang terikat tali serta mulut yang tertutup lakban, mengenaskan bukan? Ketika seorang anak di kurung di gudang, namun dengan keadaan seolah dirinya adalah tawanan.

Pada saat tahun ajaran baru adik gue masuk ke SMA itu dan saat itu juga gue masuk ke SMA itu. Gue bisa masuk bukan karena orang tua gue, melainkan karena Om gue.

Kenapa Om? Bagaimana dengan orang tua? Haha, pada saat daftar ulang itu gue sudah tidak tinggal bersama dengan mereka lagi, bahkan mungkin gue sudah gak diaku sebagai anak sama mereka.

*****

"Ambilin buku gue!" ucap Della dengan nada yang tak ada sopan santunnya, bahkan cara dia menunjuk ke arah buku itu pun menggunakan kaki miliknya.

Marah? Bukannya gue gak berani marah sama dia, namun hati gue gak pernah mau buat melakukan itu ke dia, karena bagaimana pun dia tetap adik kandung gue.

Sudahlah ambil saja. Batin gue seolah menenangkan gue. Gue mulai berjongkok dan hendak mengambil buku tugas milik Della. Saat gue hendak mengambil bukunya, ternyata ada seseorang yang sengaja menginjak buku yang akan gue ambil.

"Berdiri!" ucap orang itu dengan nada yang terdengar sedikit memaksa.

Saat gue melihat ke atas ke arah orang itu, orang itu hanya memberikan tatapan yang dingin serta wajah yang datar. Akhirnya gue pun mengikuti perintah dia untuk berdiri tanpa mengambil buku itu terlebih dahulu.

"Punya tangan pakai!" ucap dia dengan nada dingin miliknya, Della dan yang lainnya membelalakkan matanya saat orang itu berkata seperti itu pada dirinya. Mereka bingung saat orang itu menyuruh mereka, bahkan gue sendiri pun ikut merasa bingung.

Dia menarik pergelangan gue kemudian dia berjalan terlebih dahulu yang secara tidak langsung membuat gue harus ikut ke mana dia berjalan. Arah yang dia tuju berlawanan dengan arah yang gue tuju tadi.

Dia terus berjalan dengan langkah panjang miliknya, jujur gue ngos-ngosan ketika gue harus menyeimbangkan antara langkah kaki gue dengan langlah kaki miliknya.

Saat sudah agak jauh dari posisi awal mereka tadi, gue melepas gandengan cowok itu dengan kasar. Cowok itu tak berkata apa-apa saat gue melepaskan gandengannya barusan.

"Ngapain lo bersikap seperti tadi?"

Cowok itu hanya menatap gue sejenak, kemudian melanjutkan langkahnya tanpa menjawab pertanyaan gue barusan. Gue heran sebenarnya siapa cowok itu dan apa yang dia maksud saat menolong gue barusan?

Gue menatap bingung cowok yang tengah melangkah menjauh itu. Sampai ketika punggung cowok itu sudah tak terlihat, akhirnya gue berjalan menuju ke kelas. Mungkin selera makan gue sudah hilang, jadi gue lebih memilih untuk kembali ke kelas.

Gue tengah fokus melangkahkan kaki gue, gue terus memperhatikan kondisi sekitar. Saat sebelum gue sampai ke kelas, gue melihat ada Vetta dan ketiga temannya.

Vetta adalah kembaran gue. Nama aslinya gak beda jauh dari nama gue, yaitu Pelvetta Aquenne Nadeva. Dia sering dipanggil dengan panggilan Deva, terkecuali oleh gue. Tatapan Vetta begitu sinis dan tatapan itu tertuju kepada gue.

Gue gak mau menyapanya terlebih dahulu. Gue memang kembarannya, tapi tak banyak yang tahu kalau gue sama dia kembar.

Alasan yang pertama mungkin karena sekolah ini terlalu luas untuk para siswa/siswi bisa melihat gue dan Vetta secara bersamaan. Alasan yang terakhir adalah cara gue dan dia berpenampilan yang sangat bertolak belakang. Vetta berpenampilan dengan sangat feminin, sedangkan gue sangat jauh dari kata feminin.

Gue melangkah dengan tatapan yang lurus ke depan, tanpa mengucapkan kata 'permisi' atau apalah itu. Saat gue melangkah di depannya dia menarik rambut gue yang terkuncir. Vetta menarik rambut gue begitu keras, rasanya seperti mau copot ini rambut.

"Ets, mau ke mana?" tanya Vetta sambil menarik rambut gue. Dia tersenyum dengan senyuman yang sangat puas saat dia sedang menarik rambut gue.

"Kelas." Gue menjawab tanpa menatap muka Vetta.

"Gue lagi ngomong sama lo, gak sopan banget lo buang muka," ucap Vetta sambil menarik rambut gue yang membuat gue mundur terpaksa dan menatap wajahnya.

"Mau ke mana lo?" tanya dia lagi saat gue sudah menatap dirinya.

"Kelas."

"Kelas ya?" Vetta menyeringai sesaat.

"Balik lagi sana putar arah!" ucapnya sambil mendorong gue ke arah semula.

Putar arah? Lo pikir di sini ada perboden?

"Kenapa masih diem? Sudah sana lo gak boleh lewat ke sini," ucap Vetta lagi sambil menunjuk ke arah dari mana gue berasala tadi.

Posisi kelas gue dari sini hanya terhalang 3 kelas saja, sedangkan kalau gue harus kembali ke arah tadi itu artinya gue harus berjalan lebih jauh lagi, karena area sekolah ini sangat luas. Gue yang tidak mau berdebat dengannya, akhirnya gue berjalan ke arah yang sudah gue lewati tadi.

Kesal? Itulah yang gue rasa saat ini, tapi akan lebih kesal jika gue harus berdebat dengan nenek lampir yang bertitel sebagai kembaran gue.

Gue terus berjalan menyusuri koridor sekolah ini sendirian. Saat gue tengah berada di dekat kelas 11 IPA 1 gue melihat cowok yang tadi. Cowok itu tengah berjalan masuk ke kelas 11 IPA 1.

Ngapain dia ke sana? Apa dia anak IPA 1? Gue gak banyak tanya, karena melihat dia yang masuk ke sana, akhirnya gue melanjutkan langkah gue dan langsung masuk ke kelas gue.

avataravatar
Next chapter