webnovel

Telepon malam

WARNING!!Dalam cerita ini mengandung muatan dewasa. Harap kebijksanaan pembaca. Bagi pembaca yang dibawah umur atau yang tidak nyaman dengan cerita ini, Dianjurkan untuk tidak membaca chapter ini.

Mata Dariel salah fokus saat membuka pintu kamarnya. Disana Ara sedang merunduk meraih anaknya tapi ada yang salah dengan posisinya.

"Jangan nungging-nungging gini kenapa sih.." Dariel sudah ada dibelakangnya sambil memegangi pantat istrinya.

"Apa sih Bang, orang mau ambil Karin juga."

"Ya masa gini. Abang liatnya langsung refleks inget posisi." Ucap Dariel sambil senyum-senyum. Ara tak kalah menyunggingkan senyumnya saat mendengar perkataan Dariel tadi.

"Kalo itu pikiran Abang aja kemana."

"Ih gemes deh." Dariel menepuk pelan pantat istrinya lalu beralih pada salah satu anaknya yang digendong Ara.

"Cantik, lagi apa cantik?" Dariel mengajak ngobrol anaknya.

"Ih bang jangan diajak ngobrol mau tidur ini."

"Tidur darimana?mata melek gitu."

"Iya tadi habis disusuin sekarang tinggal di ayun aja."

"Ya udah sini sama Abang."

"Ga usah, sama aku aja. abang udah liat belum hasil foto-fotonya Triplets?"

"Udah jadi emang?"

"Udah bang tadi dikirim ke rumah, lucu banget.."

"Mana coba Abang liat.."

"Tuh di sofa.." Ucap Ara sambil mengayun sementara Dariel melihat hasil foto mereka dan ketiga anaknya. Semuanya tampak lucu dan bagus. Dariel tak henti tersenyum.

"Ini harus dipajang besok." Komentar Dariel sambil memikirkan sudut mana yang akan dia pakai untuk menggantung fotonya. Dari foto itu jelas Dariel melihat potret keluarga. Keluarga yang sedari kecil tak pernah Dariel tahu artinya. Kini dia merasakan senang hanya dengan memiliki Ara dan ketiga bayi kecilnya. Belum lagi rasa lengkap itu karena tak hanya memiliki bayi laki-laki, perempuan pun dia punya. Ini benar-benar keluarga. Keluarga yang bahagia.

"Di ruang tamu, ruang tengah juga bagus." Ucap Ara sambil membaringkan Karin di tempatnya. Mata anaknya itu sudah terpejam. Rasanya setiap malam Ara lelah sekali menidurkan si kecil. Kini Ara memastikan ketiga anaknya tertidur lalu merapikan tempat tidurnya sendiri sebelum berbaring.

"Besok-besok foto lagi kalo udah bisa jalan." Dariel menutup albumnya. Dariel berjalan menuju saklar lampu dan mengganti dengan lampu tidur. Kini suasana di kamarnya jadi redup.

"Bang..." Ara menekuk kakinya lalu melebarkan pahanya. Dariel senyum-senyum tahu maksud dari tindakannya. Dia menarik cepat bajunya, melempar kesembarang arah lalu mendekap istrinya.

"Dari kemarin kek gini."

"Abangnya ketiduran." Ara sambil membelai dada Dariel seakan memastikan bahwa suaminya itu sudah merapikan bulu-bulu halusnya. Dariel lalu mencium bibir Ara. Melumatnya habis sebagai pemanasan dalam percintaan mereka. Bibir Dariel lalu turun ke leher, ke pundak, dan puncak payudara yang sudah lama dia tak jamah. Dariel menarik paksa tali tipis yang ada dipundak istrinya sehingga payudara Ara mencuat keluar. Dia memainkan payudaranya dengan mudah sekarang. Sesekali mengemutnya tapi tak terlalu keras dan dalam. Itukan milik anaknya juga.

"Pelan hhh pi..." Ara protes tapi dia masih mendekap kepala Dariel yang masih berada di dadanya. Dariel kini bangkit. Menarik celana dalam Ara lalu melemparkannya begitu saja ke belakang. Ara tak hanya diam. Kini dia terduduk dan membantu Dariel menurunkan celananya sendiri.

"Udah tegang Pi..." Ara meraih kejantanan suaminya. Itu sangat keras.

"Iya dong, udah berapa bulan ga keluar. Cepet mi.." Dariel sudah tak tahan sambil menunduk mencoba membimbing masuk miliknya ke mulut Ara.

"Ahhhh...." Dariel mendesah-desah sendiri sementara Ara mengulumnya dengan hebat. Kehangatan ini benar-benar memabukkan. Kepalanya dia arahkan ke atas. Matanya terpejam seakan menikmati hal yang sudah lama dia dambakan. Ini surga dunia. Belum juga selesai Dariel langsung mengeluarkan dengan paksa sampai terdengar bunyi. Dia lalu meminta Ara berbaring lagi dan mengangkangi dirinya. Kini suaminya itu berusaha merasuki Ara.

"Hmm....aahhh...." Ara bersuara sambil menarik seprai disampingnya. Dia sedikit menahan rasa ngilu karena sudah lama tak bercinta. Mungkin miliknya perlu beradaptasi lagi dengan sesuatu yang kini mencoba masuk. Setelah semuanya masuk Ara merasakan sesuatu keluar dan masuk memberikan kenikmatan.

"Banghh..." Ara mendesah dan kali ini meremas lengan berotot suaminya yang ada disampingnya. Dariel terus melakukan perannya. Dia tak bisa berhenti menggerakan pinggulnya. Dariel bahkan mencoba gaya yang sempat tadi dia bahas dimana Ara menungging dihadapannya. Udara jadi semakin terasa panas rasanya. Badannya berkeringat tapi dia belum merasa lelah. Dariel meraih bantal dan meletakkannya dibawah dekat kemaluan istrinya sementara Ara kini sudah tengkurap lemas. Dariel menggesek-gesekkan miliknya di belahan pantat Ara.

"Bang...jangan disitu.." Protes Ara karena takut Dariel akan melakukan sesuatu yang diluar kebiasannya.

"Engga sayang." Dariel meyakinkan lalu menerobos masuk lagi.

"Ahh..." Dariel ikut merunduk. Dadanya kini tepat di punggung Ara. Wajah mereka saling berdampingan. Dariel langsung menyambut bibir menggoda Ara. Menciumnya tanpa ampun. Bibir Ara hanya mendesah saat terlepas namun sesekali dia menahannya karena takut suaranya terlalu keras dan membangunkan si kecil. Ara sudah diatas sekarang. Menggoyangkan pinggulnya dengan lincah. Badannya langsung merunduk saat pelepasannya tiba sementara Dariel memeluknya. Rupanya miliknya juga sudah ingin keluar.

"Ahh..." Dariel menekan miliknya keatas saat cairan itu keluar.

"Udah buka nih abang." Bisik Ara ditelinga Dariel.

"Besok-besok harus cari waktu lagi dong."

"Kapan sih aku nolak?kalo ada waktu aku sempetin. Abang aja suka marah ga jelas." Protes Ara sambil memandang suaminya. Tangan Dariel kini dia letakkan di pinggang Ara.

"Abang seneng liat foto kita. Foto keluarga kita tepatnya." Dariel membuat Ara tersenyum.

"Bang...kalo udah 6 bulan apa boleh aku kerja lagi?"

"Kenapa sih ga dirumah aja?"

"Bang kita udah komitmen loh soal ini di awal-awal pernikahan."

"Iya Abang ga lupa."

"Kalo emang harus sampe dibawa ke kantor aku ga papa."

"Ya udah boleh tapi ada syaratnya."

"Apa?"

"Meskipun ada pengasuh bukan berarti kamu lepas tangan. Abang ga suka kalo nanti anaknya malah lebih nurut sama pengasuhnya."

"Iya sayang..." Jawab Ara lalu mencium bibir Dariel agar dia tak terlalu kesal. Ciuman mereka terhenti saat suara handphone berbunyi.

"Handphone kamu tuh sayang.." Dariel melihat kearah nakas.

"Ambilin dong tangan aku ga sampe." Ara manja. Kini Dariel meraih Handphone itu. Disana tertulis nama satpam rumah orang tuanya.

- Halo pak

- Maaf non ganggu malem-malem. Den Jay non..

- Jay?Jay kenapa?

Ara bangkit lalu menarik selimutnya. Ekspresinya kini berubah karena mendengar suara satpamnya yang panik.

- Den Jay main pisau sampe berdarah-darah.

- Hah??!! bawa kerumah sakit aja pak. Saya susul.

- Den Jay bilang ga usah. Dia ga mau dideketin non.

- Ya udah-ya udah tunggu saya kesana. Ajak ngobrol aja pelan-pelan.

Ara menutup teleponnya dan segera meraih baju-bajunya.

"Kita kerumah daddy bang.."

"Kenapa?ada apa sama Jay?"

"Dia main pisau sampe berdarah-darah, mana ga mau dibawa ke rumah sakit. Aku ke air dulu." Ara bergegas ke kamar mandi.

***To Be Continue

Next chapter