webnovel

Papa Ansel sebenarnya

Kay berlari menuju belakang kontrakan dengan para tetangga yang sudah terlihat keluar rumah karena mendengar keributan. Kay tak peduli baginya Ansel harus diselamatkan sekarang. Matanya terkejut saat melihat Ansel tergeletak begitu saja dibawah jendela dengan mata yang masih mengeluarkan air mata sementara Erik bergelut untuk menahan pria itu. Ansel sepertinya terjatuh saat mereka berdua akan meloloskan diri dari jendela.

"Kamu, bawa dia kerumah sakit." Kay memberi instruksi pada timnya dan setelah itu dia berjalan dengan mantap menuju pria itu dengan tangan terkepal dan mata penuh amarah.

"Biar saya yang urus, kamu panggil polisi."

"Siap bos.." Erik melepaskan cengkaramannya.

"Dasar sialan!!, bangsat!!." Kay memukul wajah pria itu dengan tangannya sendiri bahkan saking kerasnya tulang mereka beradu Kay merasakan sedikit sakit ditangannya. Para warga yang ada disana bukannya melerai malah menjadikan itu tontotan namun ada satu warga yang dengan cepat bergegas menuju rumah pak RT. Kay menghujani pria itu dengan pukulan

"Kita ketemu lagi Kay.." Orang itu malah menyeringai sombong dan mendorong badang Kay. Kay kehilangan keseimbangan dan tersungkur di bawah tanah. Dia kini yang menjadi bulan-bulanan pria itu. Kay tak mungkin kalah dia melawan sekuat tenaganya bahkan dia masih ingat bagaimana caranya dia mengalahlak lelaki itu di masa lalu.

"Dasar Anj***." Kay mengumpat kotor dan tidak lama beberapa orang datang untuk melerai pertengkaran mereka. Kay jelas meronta karena belum puas menghajarnya tapi warga disana terlalu banyak untuk Kay lawan. Mereka dibawa kesebuah rumah terdekat disana untuk dimintai keterangan sambil menunggu polisi datang. Kay dan pria itu kini duduk bak seorang penjahat. Erik mencoba menjelaskan secara detail pada Pak RT dan warga yang ikut berdiam diri disana tentang apa yang terjadi. Malam itu entah kenapa Kay dan Pria itu dibawa ke kantor polisi. Jelas Kenan langsung datang kesana Ketika diberi kabar. Rasanya ini seperti flasback beberapa tahun lalu dimana dia harus menjemput Kay di kantor polisi. Kini Kenan terlihat mengobrol dengan seorang polisi ditemani Reno. Kenan tetap mengikuti prosedur yang ada hingga akhirnya Kay dinyatakan tak terlibat dalam kasus percobaan penculikan dan penganiyaan pada Sachi dan Ansel. Kay kini berjalan dengan wajah sedikit lebam.

"Ampun ya, ga bisa berhenti ganggu daddy tidur." Kenan langsung merangkul anaknya, menjitak kepalanya pelan. Tak seperti dulu yang langsung memaki, Kenan justru mengajak anaknya bercanda.

"Maaf dad…"

"Padahal daddy udah mikirin cara keren buat nangkep David eh abang malah begini, kenapa ga bilang daddy dulu sih?."

"Keburu Sachi sama Ansel kenapa-napa. Eh iya mereka gimana?, aku harus kerumah sakit dad…"

"Mario yang urus, giliran abang yang diurusin, ini muka emang ga butuh obat?, Mommy khawatir dirumah, pulang aja kerumah dulu."

"Iya dad.." Kay menurut.

"Dad…bisa ga daddy jangan bilang Ran dulu?."

"Dia kan istrinya abang, dikasih tahulah bang."

"Aku bakalan ngasih tahu, tapi ga malam ini dad."

"Nanti mommy marah loh.."

"Ya..daddy bantuin dong dad, please…"

"Abang punya rencana apa sih?."

"Aku pasti kasih tahu daddy tapi bantuin aku, ya dad?, supaya mommy ga marah-marah terus."

"Sama mommy aja takut…"

"Ye..daddy juga.."

"Malah ngeledek. Mau dibantuin ga nih?."

"Iya dad iya, maaf…" Kay meminta mengampunan.

"Ya udah pulang." Kenan lalu berjalan lebih cepat kali ini. Rasanya dia tak mau berdiam diri terlalu lama di kantor polisi.

***

Kay datang kerumah sakit setelah semalam berdebat dengan Jesica dan untung saja dengan bantuan Kenan perdebatan itu berakhir dengan baik-baik tanpa ada pertengkaran lebih lanjut antara dirinya dan Sang ibu. Kay sendiri sudah menceritakan rencananya kepada Kenan setelah mengetahui kebenaran yang sesungguhnya.

"Ansel udah baikan?." Tanya Kay pada Mario yang sudah berada disana.

"Udah bos.."

"Sachi?."

"Udah siuman dari tadi pagi."

"Setengah jam lagi saya jemput, siapin semuanya."

"Iya bos." Mario pergi sementara Kay masu ke kamar pasien. Karena menyewa ruangan yang cukup mewah dan mahal. Ansel dan Sachi bisa berada dalam kamar yang sama. Ansel terlihat terbaring dengan wajah diamnya bahkan saat melihat Kay, dia yang biasanya menyapa kini hanya melihat kearahnya saja. Sachi yang ada disana nekat berdiri dan duduk mendekap anaknya. Dengan baju pasien seperti ini, Kay bisa melihat bekas luka-luka lebam yang mungkin diakibatkan oleh pukulan yang selalu Ansel katakan.

"Kenapa ga tiduran?, bahaya.." Kay mendorong selang infus Sachi.

"Ma..ka..sih Kay.." Sachi dengan terbata karena tangisan yang mulai keluar. Ansel melihat kearah ibunya dan ikut menangis.

"Udah ga usah nangis, yang pentingkan kalian udah selamat lagian dari awal aku kan udah bilang kamu harusnya jujur." Kay sambil mengusap air mata Ansel. Anak itu diam saja.

"Ma..af.." Sachi masih terisak. Kini Kay memeluknya sebentar, dia mencoba menenangkan wanita itu.

"Jadi David orangnya?." Pertanyaan Kay disambut anggukkan.

"Aku ga butuh Gerakan, aku pingin kamu ngomong."

"Iya, dia… yang nyuruh aku ganggu… kamu, dia nyuruh aku bawa-bawa Ansel."

"Dia ayah Ansel?."

"Bukan.."

"Aku udah tahu siapa ayah Ansel tapi aku pingin kamu yang bilang siapa.."

"Dia mantan pacar aku dulu, Andri."

"Terus hubungannya sama David apa?."

"Setelah aku keluar dari penjara, dia nemuin aku lagi. Awalnya semuanya baik-baik aja. Aku pikir juga dia beneran tulus suka sama aku. Dia tahu aku ngelahirin anak, dia tahu anak itu dari mantan pacar aku tapi dia ga pernah bahas-bahas soal Ansel. Itu urusan aku aja. Aku tahu ada yang beda saat aku denger kamu pulang ke Indonesia. David juga tahu dan selama ini ternyata dia masih ngawasin Ara terutama kamu. Dia bukan masih suka sama Ara tapi dia sakit hati sama perlakuan Ara, kamu dan kembaran kamu ke dia dulu. David sebenernya udah ngincer kalian bertiga. Target utamanya Ara tapi keamanan rumah Ara terlalu ketat jadi David kesulitan. Dia lalu beralih ke kamu dan karena dia tahu aku pernah ada hubungan sama kamu dia pake aku. Dia suruh aku ngaku punya anak dari kamu. Aku awalnya gamau tapi…"

"Video kamu?, dia ngancem pake itu? Kamu sama dia juga pernah tidur kan?."

"Iya, aku udah berusaha lepas dari dia tapi setiap kali aku pacaran sama orang lain dia nyebarin video itu bahkan terakhir dia kasih sama orang tua aku. Aku diusir makannya aku hidup dikontrakan dan tante Yeni yang bantuin aku. Soal Tes DNA itu, David yang rubah hasilnya, dia punya kenalan temennya yang bisa bantuin dia makannya rumah sakitnya pun dia yang tentuin. Ketika ada tes DNA kedua, aku udah bilang David kalo rencananya bakalan kebongkar dan dia nyuruh aku nolak dengan cara apapun, dia bahkan terus mukul aku kalau aku nolak lanjutin rencana dia."

"Di depan ansel?."

"Iya.."

"Terus kenapa akhirnya kamu mau tes kedua?."

***To Be Continue

Next chapter