415 Mulai bicara lagi

Tiara sedang bermain-main bersama kedua adiknya. Dia mengajarkan Farel bagaimana caranya mewarnai sementara Tara sedang asyik membaca sebuah dongeng. Fahri dan Dena saling menatap. Mereka rasanya sudah gatal untuk menanyakan bagaimana rencana pernikahannya tapi mereka terlalu takut sekarang. Tiara pasti masih sangat sensitif untuk membahasnya. Foto prewedding yang dikirim kerumahnya beberapa minggu lalu saja masih terbungkus rapi di dekat rak tv.

"Ra…teleponnya bunyi tuh.." Fahri mendengar suara handphone berdering. Kini Tiara meraih handphonenya yang tergelak bebas diatas karpet. Matanya terkejut saat melihat nama calon suaminya disana. Tiara diam sejenak.

"Kenapa ga diangkat?" Dena merasa terganggu dengan suara bisingnya bertanya. Anaknya kini mulai menggeser tombol warna hijau.

- Halo.

- Kamu dimana?

- Dirumah.

- Aku didepan.

- Hah?

- Ayo kita ngobrol.

- Iya.

Tiara menutup kembali teleponya. Kini dia berdiri.

"Kakak mau kemana?"

"Bentar ya nanti kakak ajarin lagi."

"Mau kemana kamu?"

"Ada Jay di depan pah…" Tiara membuat Fahri dan Dena terkejut namun anaknya itu segera pergi kedepan. Dia membuka pintu namun Jay tak ada disana. Alhasil dia pergi menuju pagar rumahnya. Matanya kini melihat mobil BMW yang biasa dia tumpangi dulu. Jay segera turun. Aroma parfumnya kini tercium disekitar hidung TIara apalagi ketika dia mendekat semakin saja aroma itu terasa. Rasanya sudah lama dia tak bertemu dengan kekasihnya.

"Masuk…" Tiara tak menatap mata Jay lama.

"Kita bicara ditempat lain aja.."

"Aku ganti baju dulu.." Tiara berjalan masuk dan segera menuju kamarnya untuk mengganti pakaian. Tak mungkin dia pergi hanya dengan baju tidurnya.

"Pah, Mah, aku pergi dulu bentar.."

"Sama Jay?"

"Iya pah.."

"Hati-hati. Telepon papah kalo ada apa-apa.."

"Iya pah. Assalamualaikum.." Tiara langsung bergegas ke depan lagi. Dilihatnya Jay sudah masuk kedalam mobil lagi. Tiara segera membuka pintu dan duduk di kursi penumpang. Dia tak tahu Jay akan membawanya kemana tapi dia yakin Jay tak akan berani macam-macam. Mereka berdua diam dalam keheningan. Tiara kadang mencuri-curi tatapan untuk melihat wajah tampan Jay yang kini tak menampakkan ekspresi apapun. Wajahnya begitu datar. Setelah sampai disebuah gedung Jay memarkirkan mobilnya. Mereka keluar menaiki lift dan Tiara masih familiar dengan tempat ini. Setelah sampai di suatu pintu Jay memasukkan sebuah kode dan terbukalah pintu itu.

"Masuk.." Jay dengan sopan membukakan pintu dan menunggu Tiara masuk barulah pintu itu dia tutup lagi. Bukan tanpa alasan Jay membawa Tiara ke apartemen kakaknya. Dia benar-benar ingin membicarakan hal ini berdua saja. Kalau dirumahnya jelas ada Kenan dan Jesica begitupun dirumah Tiara. Jay tak enak jika harus bertengkar di depan calon mertuanya. Tiara hanya meletakkan tas Selempang ya diatas sofa sementara dia menatap jalanan Jakarta yang terpampang di jendela besar tepat didepannya.

"Ayo kita bicara soal pernikahan..." Jay membuka pembicaraan membuat Tiara menoleh dan membalikkan badannya.

"Mau mulai darimana?."

"Jadi bener kamu bohongin aku?" Jay tanpa basa-basi lagi langsung mengutarakan maksudnya. Dia masih bersikukuh dengan dugaannya itu.

"Aku ga pernah bohong bang."

"Kamu pura-pura suka sama kamu, kamu ga pernah sesayang itu sama aku Tiara..."

"Iya, itu dulu tapi sekarang engga. Abang tuh salah paham."

"Aku denger siang itu pake kuping aku sendiri Ra. Kamu kasian sama aku dan bukan cuman kamu, muel juga gitu!!" Jay kini berdiri dan menatap Tiara tajam. Dia tak pernah sekesal ini pada Tiara.

"Bang siang itu abang cuman denger setengahnya, abang ga denger selanjutnya. Banyak yang kita omongin Bang.."

"Buat apa aku denger kalo kamu cuman mau ngumbar rasa kasihan kamu itu, di depan temen-temen kamu Ra, kamu omongin aku padahal aku engga pernah. Eh aku lupa aku punya masalah sosial jadi ga mungkin punya temen." Jay seakan menyindir perkataan Tiara.

"Stop!!abang tuh ga pernah denger aku!aku ngomong gitu juga ada alasannya. Kasih kesempatan aku buat ngomong dong bang!!." Suara keras Tiara itu terdengar memenuhi ruangan.

"Kenapa?!!kenapa kamu mau nyeritain itu?kamu mau nunjukkin betapa menyedihkannya aku dan buat temen-temen kamu iba juga?!" Jay ikut membentak seolah mengimbangi suara Tiara.

"Aku ragu sama abang!aku ragu waktu temen aku nanyain kenapa aku suka sama abang?Temen-teman aku selalu nyangkanya aku ngincer uang abang, karena abang kaya makannya aku suka. Aku sengaja ceritain itu dulu supaya mereka tahu kekurangan abang dan ngerti kalo dengan kekurangan abang pun aku ga ada masalah, Abang ga kaya pun aku nerima. Aku ga mau bohong tentang abang di depan temen-temen aku!!Aku ga malu kalo Abang pernah sakit!!" Ucapan Tiara diikuti dengan getaran ditubuhnya. Tangannya kini sedikit bergetar. Dia tak pernah berteriak pada orang sekeras ini. Dia teriam sejenak.

"Emang salah kalau aku dulu suka gara-gara kasihan?emang kasihan itu ga bisa berubah jadi rasa sayang?ga berubah jadi cinta?rasa benci aja bisa bang jadi cinta.." Suara Tiara sudah melembut lagi.

"Tapi kamu ga pernah jujur kalo kamu pingin marah, kalo kamu kesel. Kamu juga bohong soal itu."

"Abang juga engga jujur, abang berubah jadi orang lain padahal aku bilang ga usah!!"

"Karena aku ga suka liat kamu sama si Tommy!!Di depan mata aku dia rangkul-rangkul kamu dan kamu diem aja!!!" Jay seakan mengeluarkan masalah utamanya atau lebih tepatnya biang keroknya. Dia bahkan menendang meja yang ada di depannya dengan kuat saking kesalnya. Tiara terkejut. Mereka kini saling memandang dengan tatapan penuh amarah. Jay sadar itu salah. Dia tak boleh marah lagi kalau dia marah mungkin saja dia khilaf pada Tiara. Kini dia memilih mundur dan duduk di sofa yang ada disana. Menyatukan tangannya dengan rapat dan menekan kuat seakan melampiaskan kekesalannya tadi.

"Kamu yang bilang kalo aku harus merubah rasa cemburu aku, makannya aku gitu Ra…" Jay sudah melembut lagi sekarang. Gara-gara perkataan itu Tiara menyadari satu hal. Ini memang salah dirinya. Tiara ikut diam sekarang. Bukan tak mau membalas tapi dia juga ingin menenangkan diri sekarang. Tiara membalikkan badannya lagi melihat gedung-gedung yang begitu gemerlap oleh cahaya lampu. Dia menarik nafas pelan. Sekarang dia sedang memikirkan apa yang harus dia lakukan tentang kelanjutan hubungannya. Mungkin Jay terdiam pun memikirkan itu. Dia sedang berpikir dan tentu saja akan menerima apapun yang menjadi keputusan Tiara. Dia sudah berjanji untuk berpisah baik-baik dengan Tiara. Dia tak mau ada dendam atau apapun. Cukup baginya tidak memiliki teman dia tak mau mencari musuh.

"Jadi gimana?" Jay bertanya dengan suara begitu lemah dan mungkin jika ada orang yang mendengarnya akan tahu disana ada pilu.

*** To be continue

avataravatar
Next chapter