390 Kedatangan Jian

Kenan dan Jay sudah pergi umroh bersama keluarganya sejak kemarin jadi dirumah hanya ada Jesica dan Kris. Kini Jesica seorang diri mengantar dan menjemput Kris. Entah kenapa saat keluar kelas Kris menangis.

"Kenapa?"

"Klis...pingin kaya Laja..."

"Apa?apa yang kaya Raja?" Jesica bertanya sementara anaknya menunjuk-nunjuk kearah temannya Raja. Seseorang menghampiri mereka bersama Raja yang bersembunyi dibawah kaki ayahnya.

"Kenapa nih Kris?kayanya berantem sama Raja."

"Duh ga tahu nih pak.. tiba-tiba pingin, ga ngerti pingin apa."

"Raja, tadi Kris pingin apa?" Tanya sang ayah.

"Dia ambil Jam aku.." Raja menyembunyikan jam tangannya. Anak itu takut Kris akan merebutnya.

"Klis...mau mommy..."

"Oh..jam tangan, ya ampun pak maaf ya.." Jesica tersenyum kecil. Rupanya Kris ingin jam tangan berbentuk karakter berwarna kuning.

"Eh ga papa, namanya juga anak kecil. Saya takut aja anak saya ada bikin salah."

"Iya nanti kita beli, kalo mau jangan nangis Kris, tanya sama Rajanya beli dimana." Jesica mengusap-usap pelan rambut anaknya.

"Eh iya kenalin Bu, saya Rigan." Pria itu mengulurkan tangannya.

"Jesica."

"Seminggu ini kayanya masih berat buat anak-anak. Susah dilepasnya ya Bu.."

"Iya pak, anak saya juga termasuk gitu. Liat mommynya ga ada diluar dikit ngamuk. Lagi belajar pelan-pelan ditinggal." Jesica menyetujui pendapat Rigan.

"Kris..ga boleh berantem ayo minta maaf sama Raja. Katanya temen."

"Klis minta maaf." Anak itu dengan malu. Sang ayah mendorong pelan anaknya untuk berbaikan dengan Kris. Kini mereka sudah tersenyum lagi.

"Ya udah pak, saya duluan ya..."

"Iya Bu, hati-hati." Ucap Rigan yang kemudian melihat Jesica masuk kedalam mobilnya. Pak Kahar secara otomatis langsung pergi dari sekolah Kris.

"Kris kalo Daddy tahu Kris nangis lagi bisa marah loh. Kan udah dibilang ga boleh cengeng. Pingin apa-apa ngomong ga usah nangis."

"Laja ga ngasih pinjem mommy."

"Ya udah jangan dipaksa, biarin."

"Klis pingin jam.."

"Iya-iya beli padahal jam Kris juga bagus kok. Pak..mampir dulu ke toko jam yang di jalan Sudirman ya."

"Iya Bu.."

"Jangan gitu lagi ah Kris. Bener-bener deh Kris nangis terus dari kemarin. Mommy ga suka."

"Maaf mommy."

"Kris kalo nangis lagi mommy cuekin ya. Pingin beli ini itu ga akan mommy ladenin. Biarin aja. Minta baik-baik sayang. Kris pingin apa-apa juga mommy kasih."

"Iya mommy."

"Udah beli jam kita makan, terus ke kantor bentar ya.." Jesica membuat Kris mengangguk.

"Mommy...Daddy sama Abang kapan pulang?"

"Baru juga kemarin sayang pergi, semingguan lagi mereka pulang."

"Kita kenapa ga ikut?Klis pingin naik pesawat."

"Kris kan sekolah nanti kalo libur lagi kita naik pesawat."

"Klis pingin ketemu Abang Kay."

"Nanti kita telepon abangnya."

"Ga mau. Pingin kesana."

"Abang aja suruh kesini ya, biar Abang tahu sekolah Kris."

"Kris sekolah disana aja."

"Kalo Kris udah lulus disini boleh sekolah disana sayang. Kita cari sekolah yang dipingin Kris."

"Kenapa Klis ga punya kembalan mommy?" Pertanyaan Kris membuat Jesica senyum-senyum.

"Kata siapa?kembaran Kris kan Daddy."

"Engga, Daddy udah tua. Abang Jay sama Abang Kay engga." Ucapan Kris disambut tawa oleh Jesica begitupun pak Kahar yang tersenyum simpul.

"Bilangin Daddy ya ngatain."

"Jangan mommy..."

"Kris juga kembaran kok sama abang-abang. Wajahnya kan mirip."

"Tapi Klis kecil."

"Nanti juga gede sayang." Jesica gemas dan mencium pipi anaknya. Mulut Kris benar-benar tak mau diam. Sepanjang perjalanan pun dia terus bertanya hal-hal yang kadang membuat Jesica tertawa.

***

"Kak..kak...berhenti kak..." Suara Nayla mencoba menghentikan langkah seseorang yang kini dengan kasar membuka pintu ruangan Dariel. Wajah Dariel terkejut begitupun Jonathan yang kini sedang berdiskusi dengan bosnya.

"Tanggung jawab lu!!"

"Joe kita lanjutin nanti ya.."

"Baik pak." Jonathan lalu membereskan berkasnya dan pergi.

"Duduk dulu Jian."

"Kak..udah kak."

"Ga papa Nay.."

"Lu tahu ga ibu sakit?tahu ga dia sakit kanker?tahu ga?!!" Bentak Jian namun Dariel diam saja.

"Dimananya saya harus tanggung jawab?"

"Lu rawat kek, lu biayain kek." Jian sambil menunjuk-nunjuk kearah Dariel. Dariel hanya mendengus dengan tersenyum.

"Kenapa harus?"

"Dia kan ibu lu?dan gara-gara dia ketemu lu kemarin kondisinya jadi ngedrop."

"Sejak kapan dia menjadi ibu saya?" Dariel dengan santai.

"Dia ga pernah mengakui saya dan kamu sendiri ga pernah menganggap saya sebagai kakak atau saudara kamu bahkan nama saya ga pernah ada di kartu keluarga orang tua kamu. Sekarang kenapa kamu bilang dia ibu saya?kenapa sekarang harus saya bertanggung jawab?Saya ga punya kewajiban apapun." Dariel mulai sedikit kesal.

"Gw ga mau tahu. Gw minta duit buat biaya ibu."

"Engga sepeserpun."

"Gw bisa bikin berita dimedia kalo lu anak durhaka. Dasar kacang lupa kulitnya."

"Jian, kemarin kita bahkan tanya baik-baik apa maksud ibu datang. Dia ga pernah ada ngomong ini soal uang. Kamu denger kan Nay?" Dariel menatap Nayla sekarang namun wanita itu hanya diam.

"Ibu emang ga ngomong tapi dia butuh Dariel!!" Jian sampai menggebrak mejanya.

"Harusnya kamu bersyukur Jian ibu sakit. Ini saatnya kamu balas semua kebaikan ibu. Dari kecil ibu kan selalu manjain kamu. Ngejaga kamu, ngerawat kamu, mau kamu sehat mau kamu sakit ibu ada buat kamu. Sekarang tuh kesempatan bagus buat kamu, buat Nayla ngumpulin pahala menjaga ibu.

"Ga usah ceramah deh!! mentang-mentang lu udah sama keluarga kaya, lu jadi bertingkah seenaknya."

"Seenaknya?siapa yang bertingkah seenaknya?Dimata kamu, saya inikan cuman pembantu. Kalo dari dulu kamu hargai saya, saya bisa hargai kamu ya. Ga usah mancing-mancing saya marah ya. Silahkan..Jian, pintunya masih terbuka." Dariel sambil mengarahkan kearah pintu ruangan namun pria itu malah menarik dan memutar kemejanya.

"Dia itu ibu lu Anj***g." Jian berkata kasar. Suara keributan di ruangan Dariel rupanya terdengar sampai ke ruangan mertuanya. Jesica yang sedang mengecek laporan di ruangannya sendiri kini bertanya-tanya ada apa.

"Kris tunggu disini dulu ya sayang, mommy liat kak Dariel dulu." Jesica sambil melihat Kris yang tampak anteng dengan mainan yang baru dibelinya. Jesica keluar dan berjalan cepat.

"Ada siapa Joe?"

"Ga tahu Bu, ada laki-laki tadi Bu marah sama pak Dariel."

"Marah?"

"Iya Bu."

"Tolong panggil satpam ya."

"Baik Bu." Jonathan segera mengambil telepon sementara Jesica mulai masuk kedalam ruangan Dariel yang terbuka. Kini dia melihat kemeja menantunya itu ditarik satu tangan oleh pria yang disebutkan Jonathan tadi.

"Ada apa ini?" Jesica mengerutkan dahinya.

"Apa-apaan sih?lepasin ga?" Jesica menarik lengan Jian namun jelas tenagannya tak ada bandinginnya.

"Ini ibu saya." Dariel langsung bericara saat Jesica sudah ada disampingnya.

***To Be Continue

avataravatar
Next chapter