410 Hanya kasihan

Semakin menjelang hari H semakin dimatangkan pula persiapannya. Semua sudah dipastikan selesai. Tempat dan yang lainnya bahkan sudah Kenan bayar lunas. Dia tak mau Jay pusing-pusing memikirkan hal itu. Mereka tinggal bilang mau apa maka Kenan akan mewujudkannya. Kini Kenan bak menjadi seorang Jin Aladin yang siap mewujudkan segala permintaan anaknya Jay. Beberapa Minggu lalu Kenan dan Fahri bahkan sempat mensurvei langsung tempat itu. Mereka ingin melihat kondisi disana. Menjadi Tiara dan Jay rasanya enak. Tinggal duduk manis dan semua selesai. Kalo harus mengurus sendiri rasanya Jay bingung. Ini pertama untuknya jadi dia mempercayakan semuanya pada tim WO dan keluarganya sesuai dengan keinginan Tiara tentunya. Di sisi lain bukannya tak mau mengurus pernikahan tapi Tiara belum bisa memantapkan hatinya. Terlebih lagi sudah belakangan ini dia begitu sibuk sehingga tak ada waktu memikirkannya. Kini diruangannya, Tiara sedang makan siang bersama Risa, Kimberly, Tommy, Angga, dan Sheila.

"Ra...makasih oleh-olehnya..." Risa memeluk boneka kanggurunya.

"Ya ampun udah dari jaman kapan Sa.."

"Aku kan baru masuk sini lagi Ra setelah dinas cukup panjang.."

"Gimana perbantuannya?lancar?"

"Lancar Ra.."

"Syukur deh, jadi ga ada pikiran pas pulang.."

"Kamu kenapa?" Risa penasaran, Tommy disampingnya masih saja.

"Tiara lagi galau.." Tommy kini menjawab.

"Galau kenapa?" Sheila penasaran.

"Aku lagi galau soal pernikahan.."

"Wajar kali, ngurusin pernikahan emang ga mudah Ra.." Kimberly yang sudah menikah berkomentar.

"Bukan soal itu. Tiara galau soal pasangannya."

"Kok bisa sih?waktu acara tunangan kamu yakin banget Ra.." Kim dibuat tak percaya dengan pernyataan Tommy.

"Coba deh kamu yakinin Ra, daripada ga menentu gini." Tommy memberi saran. Keempat sahabatnya kini menatap Tommy secara bersamaan.

"Aku udah tahu jawabannya tapi aku perlu ngeyakinin lagi kalo itu bener."

"Kamu itu cuman kasian sama dia." Tommy lebih mempertegas sementara yang lain masih bingung karena tak tahu cerita dari awal.

"Tunggu-tunggu kita ga ngerti, coba deh duduk maslahnya tuh apa?" Angga sepertinya ingin masuk kedalam pembicaraan mereka.

"Kalo dipikir-pikir iya juga. Pertama kali aku ketemu Jay saat kita masih kecil. Karena dia ga kaya orang lain, lingkungan sosialnya sedikit bermasalah. Di sekolah mungkin bisa dihitung jari siapa temannya dan itupun berlalu gitu aja. Aku ga pernah denger temen dia sampe sekarang. Aku dan Muel awalnya dikasih tahu orang tua kita buat nemenin Jay dan mungkin karena kita ga enak. Kita lakuin itu. Kita temenin dia."

"Jadi ada orang lain juga yang kasian?" Tommy seakan memanasi.

"Muel sebenernya temennya kakaknya Jay. Cuman dia satu kampus sama Jay dan belum lulus juga jadi kita temenan. Aku juga pikir Muel awalnya kasian tapi banyak kejadian yang membuat aku yakin muel menganggap Jay sebagai adiknya. Muel itu luar biasa baik dan sangat melindungi Jay dikampus."

"Ya mungkin apa yang dirasakan Muel sebenernya dirasain kamu. Kamu bukan lagi iba tapi ada rasa kakak adik aja." Tommy terus berkomentar sementara yang lain masih menyimak.

"Mungkin bisa jadi juga tom setelah iba aku ngerasa dia adik aku. Kalo diingat-ingat lagi aku ga tahu pacaran sama dia kenapa. Kalo dibilang suka ya pasti suka. Jay itu secara look jelas menarik, Tajir udah pasti cuman sifatnya yang waktu itu benar-benar ke kanak-kanakan. Aku bertahan sama dia karena aku anggap itu menarik. Aku belum pernah pacaran sama orang kaya gitu. Aku sama sekali ga nyangka bakalan pacaran lama sama dia. Aku Nerima dia karena jujur aku tertarik dan penasaran. Belum lagi aku ini cinta pertamanya rasanya ga tega bikin dia patah hati. Orang tua kita bahkan heboh waktu tahu kita pacaran. Setelah dijalani memang sedikit ada masalah dan karena itu kita putus." Ucapan Tiara yang jujur itu siapa sangka di dengar Jay. Dia yang sempat membuka pintu kini menutupnya lagi secara perlahan. Hari ini dia berencana memberikan sebuah kejutan agar mereka bisa makan siang bersama bahkan Jay yang sempat gugup untuk masuk ke tempat kerja Tiara mencoba memberanikan dirinya. Selain itu dia juga harus memohon pada satpam di depan untuk masuk dan meyakinkan bahwa dia ingin menemui Tiara dan mereka saling kenal. Tampaknya dengan uang semua berjalan lancar. Jay bisa berdiri di depan ruangan Tiara tapi hanya kekecewaan yang didapatkannya. Tangan Jay melemas. Pendengarannya masih berjalan dengan baik jadi tak mungkin tadi Jay salah dengar. Dengan lesu Jay berjalan menjauh dan kembali lagi ke depan.

"Ketemu pak ruangan dokter Tiara?"

"Udah ketemu tapi kayanya lagi sibuk, hm...jangan kasih tahu saya datang ya.." Jay dengan sedih.

"Nih..buat makan siang." Jay kini memberikan makanan itu pada satpam yang terlihat sudah bersahabat dengannya. Sang satpam menerimanya dengan senang hati sementara Jay dibuat sedih. Hatinya hancur berkeping-keping.

****

Meskipun dirinya sedih bukan berarti dia marah begitu saja. Jay tetap menjemput Tiara. Dia kembali lagi ketempat itu sorenya. Dia memilih menunggu di dalam mobil. Kali ini Tiara berjalan sendiri dan langsung masuk ke dalam mobil. Tanpa banyak bicara Jay segera pergi dan memasuki jalanan yang ramai.

"Besok ada perayaan sambutan buat temen -temen aku yang baru pulang perbantuan. Kayanya aku ikut jadi Abang ga usah jemput. Aku bareng temen."

"Iya.." Jay singkat. Matanya masih melihat kearah jalanan. Rasanya suara Tiara tadi siang masih terngiang-ngiang dikepalanya. Apa itu nyata?.

"Papah nanyain mau kapan Abang ke Bali.." Tiara menanyakan tentang pernikahannya. Jay memandangnya sekilas. Berani-beraninya dia menanyakan pernikahan itu padahal dia tak menyukai calon suaminya sendiri.

"Iya nanti, aku banyak kerjaan. Sebelum cuti aku pingin beresin dulu. Kalo udah tahu nanti aku kabarin papah."

"Pasti belakangan ini Abang sering lembur ya?"

"Iya, sedikit."

"Asisten fotografernya telepon aku, katanya bulan depan fotonya selesai."

"Hasilnya pasti bagus."

"Iya..aku ga sabar liatnya." Tiara tampak antusias tapi Jay hanya tersenyum kecil. Bohong. Tiara bohong. Itulah pikiran Jay sekarang. Kenapa dia pandai bersandiwara?kenapa harus seperti ini?harusnya Tiara bilang dari awal saja bahwa dia tak memiliki perasaan yang tulus pada Jay. Jika hanya karena Rasa iba, rasa kasihan atau bahkan kakak adik seharusnya mereka tak harus mengambil langkah ke pernikahan segala. Cukup berteman saja. Jay jadi berpikir apa harus dia membatalkan semuanya?apa mimpi buruknya waktu itu menjadi nyata?.Tiara...kenapa dia tega melakukan ini pada Jay?padahal perasan Jay tak pernah bohong, tak pernah dia buat-buat. Kesetiaannya, ketulusannya, kenapa harus dibayar dengan kebohongan?. Kalo begini Jay tidak mau dicintai Tiara.

***To Be Continue

avataravatar
Next chapter