4 Penasaran.

Banyak yang mengerutu, banyak yang mengeluh pusing, dan banyak pula yang jawaban ulangan dengan asal.

Eva menjadi orang kedua nomor tersebut jawaban ulangan tersebut, dan orang pertama yang mengumpulkan ulangan tersebut adalah Galang.

Tentu saja tatapan pertanyaan muncul dari para murid yang lain.

Yang pertama mereka menerka jika Galang jawaban jawaban dengan asal, kedua mereka menyangka jika Galang menantang Bu tuti untuk mengeluarkan tanduknya.

Sementara untuk Bu tuti sendiri hanya meliriknya, paruh baya yang telah mengajar selama satu dekade itu pun hanya tersenyum kecil.

Entah apa yang Bu tuti senyumin, yang jelas hal itu membuat bulu kuduk Lusi langsung berdiri, "Bu tuti kerasukan setan apa?" bisik Lusi.

Eva hanya melirik sekilas, kemudian merapihkan peralatan.

"Lo kerjain cepetan, gue udah pingin balik," Lusi kembali menatap lembaran soal memasuki dan mencurat coret kertas yang kosong.

Sebenarnya itu hanya pencitraan saja, Lusi menjawab semua ulangan tersebut ngasal.

Ia hanya mengandalkan dewa kancing yang ia hitung soalnya, tak peduli benar atau salah Lusi tak mempermasalahkannya, kini semua hasil ulangan tersebut Bu tuti bawa dan setiap pelajaran yang berakhir begitu saja.

Selang beberapa menit, bel pun berbunyi semuanya berhambur keluar untuk pulang ke rumah masing-masing.

Gue cabut duluan ya, Lusi langsung ngibrit.

Sedangkan Eva hanya santai keluar dari kelasnya, Galang pun demikian ia mengizinkan Alsad terlebih dahulu.

Ada hal yang harus Galang terlebih dahulu terlebih dahulu, mengenai sosok Eva yang sangat mirip dengan seseorang.

Eva berjalan di belakang para siswa lainnya, ia tak ingin harus berdesakan pun dengan memasuki parkiran.

"Mau pulang bareng?" tawar Galang.

"Tidak, terima kasih," balas Eva sampai berjalan menuju mobil Honda jazz.

Eva langsung membuka mobil dan mengasapi mesin berlalu tanpa memberikan klakson kepada Galang.

Galang merebahkan tubuhnya, satu tangan yang menutupi matanya.

Melihat cara Eva tadi dan jawaban yang membuat Galang penasaran, seperti apa hidup Eva.

Wajah Eva sangat mirip dengan gadis masa kecilnya, namun sikap dingin dan tak tersentuh itu membuat Galang heran.

Apakah gadis kecilnya itu telah berubah, kalau begitu, Galang merasa jengah.

Kini lelaki itu bergerak bangun dan melepaskan atribut sekolahnya, Galang akan bermain futsal sakit ini dengan klub yang bertanding melawan klub lain.

Galang hanya bertahan di sekolah itu, jika memang Eva adalah gadis kecil yang ia cari selama ini. Hal lain pun akan Galang bertahan, ia pun telah lelah berpindah dari satu sekolah ke sekolah lainnya.

Hanya untuk mencari gadis kecilnya, kini Galang telah menanggalkan seragam sekolahnya dan berganti dengan kaus bola clubnya.

Namun baru saja ia akan keluar dari kamar tampa, sosok wanita paruh baya yang masih terlihat cantik itu pun berkacak pinggang di depan pintu.

"Bunda udah bilang, jangan pindah-pindah sekolah terus, Lang, mau berapa sekolah yang kamu pindahi?" rupanya Bunda Gea telah bosan dengan kepindahan sekolah Galang.

"Bunda, aku baru 7 kali pindah sekolah, masa Bunda udah marahin Galang,"

"Apa lagi alesannya sekarang? Bunda nggak mau denger alesan yang nggak masuk akal, "

Galang hanya mengaruk wajahnya, semua alasan yang Galang buat memang sangat tak masuk akal.

Mulai dari sekolahan yang toiletnya ruksak, hingga banyak cewek-cewek genit yang godainnya terakhir Galang beralasan jika ada guru sejarah yang mengungkapkan cinta kepadanya dan hal itu tak didengar sama sekali oleh Bunda-nya.

Alasan klise yang Galang buat itu sangat tak masuk akal, Bunda Gea memasukan Galang ke sekolah elit dengan biaya spp nya saja mencapai jutaan perbulan.

Dan Galang memberikan alasan klise seperti itu, "Kalo kamu pindah sekolah lagi, Bunda masukin kamu ke pesantren aja. "Bunda nggak mau denger kamu protes apapun nanti, "Bunda Gea berlalu begitu saja meninggalkan Galang yang tengah melongo.

"Bunda..itu bohongan kan? Bukan beneran?" teriak Galang sambil menuruni anak tangga berlari menuju arah pintu.

"Bunda beneran, kamu kalo mau pindah lagi Bunda daftarin ke pesanteren, biar jadi kyai sekalian,"

"Bunda jangan bercanda, Galang pamit dulu," suara Galang menghilang kemudian, setelah kata pamit tadi.

Bunda Gea hanya geleng-geleng kepala, melihat tingkah Galang seperti itu.

Anak lelakinya yang baru saja remaja itu pun selalu saja berulah, bukan hal yang negatif, namun beberapa sekolah yang Galangi pindahi itu hanya bertahan satu sampe tiga bulan saja.

Bunda Gea tau jika Galang pintar, meskipun begitu Bunda Gea tak ingin jika semua sekolah memblack list Galang karena di anggap mempermainkan kebijakan sekolah.

"Harusnya di hukum tuh, Bun". Gina tiba-tiba saja muncul sambil mencomot potongan studrell.

"Hush sama adik sendiri juga," Bunda Gea mengibaskan karya. "Biar Galang kapok Bunda, biar ngikutin jejak kakaknya yang cantik ini,"

"Kamu juga dulu sama, pindah tiga kali dengan alasan nggak ada cowok gantengnya, Bunda masih inget itu," Gina terkekeh, kemudian menciumi pipi sang Bunda.

Keluarga 4G itu memang sangat kompak, tak hanya itu saja satu sama lain saling memahami dan saling memahami jika memang ada yang tak nyaman, maka salah stau diantara mereka akan mengungkapkannya.

***

"Lama banget bro?" Kevin teman satu club bola Galang bertanya.

Kejebak macet gue, mana ban mobil bocor, balas Galang.

"Lo nambel dulu?" tanya Kevin lagi sambil menyodorkan sebotol air.

"Lari gue, mau naik ojeg lagi macet gini mah sama aja bohong," Kevin hanya mengangguk lantas duduk di sisi Galang.

"Personil kurang satu, si Kribo cedera kemarin," beritau Kevin.

"Gantinya defender siapa dong?" Galang menaruh botol minumannya.

"Lo double gimana?" Galang berpikir, kemudian menganggukan sebuah.

Untuk sementara Galang akan menjadi defender, selain menjadi defender Galang pun akan menjadi lawan, lawan hanya untuk sementara menunggu si Kribo pulih dari cidera.

"Yuk gabung beroperasi?" Galang pun segera mengikat tali sepatunya kemudian berlari menuju lapangan untuk beroperasi.

Hari ini hanya pertandingan persahabatan, antara klub Garuda yang di ketuai Galang.

Sementara nama klub lawan yang bernama Merah Putih di ketuai oleh Rizal, setelah siapa yang cukup salah satu dari ketua masing-masing menghadapi itu untuk melihat siapa yang terlebih dahulu mengambil bola.

Koin pun di tentukan, Galang dan Rizal melihat putaran koin hingga Rizal lah yang mengambil bola pertama.

Dari tempat yang sama namun berbeda lapangan, Eva terlihat menonton pertandingan futsal anak-anak panti.

Sesekali Eva berteriak lantang meneriaki salah satu anak dari tim panti asuhannya, "Go..go..go. Rahmat teriak Eva, "anak panti yang bernama Rahmat pun yang mendengar teriakan dari Eva.

Suara Eva terdengar kembali menyemangati, membuat suara riuh dari lapangan pun terdengar ramai.

***

Bersambung.

avataravatar
Next chapter