22 Ch 9 - Dua Tuan Putri dan Satu...

"Ka-"

Sebelum Emir merespon dan menunjukkan keterkejutannya, aku sudah meletakkan tangan kiri di pundaknya, meremasnya.

Tidak heran kalau Emir terkejut. Sosok yang menanti kami adalah sosok yang tidak mungkin kami lupakan. Rambut hitam berkilau dengan mata hijau yang tajam... atau tidak.

Ya, berbeda dengan sebelumnya, ketika kami bertemu, kali ini pandangannya benar-benar ramah dan lembut. Seolah-olah dia adalah orang yang berbeda. Namun, aku tidak akan pernah melupakan wajah cantiknya, yang mirip dengan Illuvia, dengan sepasang gunung.

"Perkenalkan, namaku adalah Inanna Arc Spicante, sebuah kehormatan bagi saya untuk menemani Tuan Putri Jeanne dalam acara sosial besok." Inanna sedikit mengangkat gaun dan merendahkan tubuhn, menyapa Jeanne.

"Ka—"

Aku menguatkan remasan tanganku di bahu Emir dan berbisik, "kamu terbiasa menjaga citra di depan publik kan? Jaga citramu sekarang juga. Jangan terlihat kamu terkejut."

"Ba, baik..." Emir balik menjawab dengan bisikan.

Setelah aku mengatakan itu, Emir menjadi tenang. Tidak terlihat lagi ekspresi terkejut atau emosi di wajahnya.

"Sama-sama, Tuan Putri Inanna. Terima kasih sudah bersedia menemani saya." Jeanne membalas sapaan Inanna.

Emir baru tahu hari ini, tapi aku sudah tahu dari kemarin ketika petugas yang mengawal dari Mariander memberiku profil Tuan Putri Inanna. Nama aslinya adalah Inanna, tapi aku, dan Emir, mengenalnya dengan nama Aryhace. Ya, dia adalah perempuan yang hampir merenggut nyawa kami beberapa bulan yang lalu, di jalan tol itu.

Karena Inanna adalah putri Selir, mungkin Emir belum pernah bertemu dengannya. Alasan kenapa Inanna adalah putri yang dipilih untuk menemani kami? Entahlah. Tidak ada yang tahu. Namun ada yang mengatakan kalau hal ini berhubungan dengan Bana'an menyebar isu perang dingin. Dan, tentu saja, informasi ini kudapatkan dari jalur tidak resmi.

Setelah Jeanne dan Tuan Putri Inanna saling bertukar sapa, Pangeran Karisma pun meninggalkan kami. Tuan Putri Inanna memandu kami keluar dari bangunan, dimana beberapa mobil panjang dan militer sudah menunggu kami.

Tentu saja aku sudah memeriksa semua mobil dan personel yang menjemput kami, jadi aku tidak terlalu khawatir. Tuan Putri Inanna dan Jeanne naik di mobil utama, mobil limusin panjang. Sedangkan kami, pengawal, naik di mobil militer.

Pengawal Jeanne, kami, melaju di belakang mobil utama. Pengawal Tuan Putri Inanna melaju di depan mobil utama.

"Lugalgin, bisa tolong temani aku?"

"Eh?"

Tepat sebelum aku masuk ke dalam mobil militer di belakang, Jeanne memanggilku. Aku terdiam sejenak, melihat baik-baik ke arah Jeanne.

Jeanne tersenyum masam, terlalu masam. Mungkin efek obat penahan rasa sakitnya sudah hampir habis, jadi dia membutuhkanku untuk membantunya berdiri dan duduk.

"Baiklah, Tuan Putri."

Meskipun aku sudah terbiasa memanggil Jeanne hanya dengan nama, tanpa gelar, aku masih bisa menunjukkan tata krama di depan publik.

Aku memberikan peti mati arsenal ke Emir. Emir pun membawanya masuk ke mobil militer di belakang. Sebelum itu, aku mengambil sepasang pistol yang terpasang bayonet dari dalam.

Aku berjalan ke mobil panjang yang seharusnya hanya diisi oleh Tuan Putri Inanna dan Jeanne. Aku membukakan pintu dan membiarkan mereka masuk terlebih dahulu. Aku memegang tangan Jeanne sementara dia masuk dan duduk, memastikan beban yang diterima kakinya berpindah ke tanganku.

Interior mobil ini mirip dengan mobil yang digunakan Emir saat menjemputku, dulu. Interiornya mewah dan memiliki sekat yang memisahkan kursi penumpang dan sopir. Di dalam juga ada kulkas kecil dan beberapa minuman.

Meskipun tampak seperti mobil mewah biasa, tapi mobil ini memiliki ketangguhan dan ketahanan yang jauh lebih tinggi daripada mobil militer yang mengawal. Hanya tank dan claymore, bom anti tank, yang mampu menghancurkan mobil ini.

Namun, kalau aku membicarakan tank, ada kemungkinan Emir mampu menghancurkan mobil ini.

Dan, entah bagaimana, aku duduk di antara Jeanne dan Tuan Putri Inanna. Namun, ketika kami duduk, Jeanne meremas tanganku kuat-kuat. Di lain pihak, wajahnya terlihat lebih rileks dibanding sebelumnya. Tampaknya ini adalah alasan utama dia membutuhkanku.

Jeanne bertanya padaku, "Jadi, hotel tempat kita menginap, apa kamu sudah memeriksanya juga?"

"Ya, saya sudah memeriksanya," aku menjawab. "Saat ini, seharusnya, beberapa orang sedang memeriksa ulang semua kamar yang akan digunakan dan memberikan laporan pada saya ketika kita tiba."

Aku menjawab Jeanne dengan cepat dan sigap. Ini adalah kerja, bisnis. Aku harus menunjukkan kalau aku profesional.

"Apakah kamu benar-benar meragukan keamanan di kerajaan kami?" Tuan Putri Inanna masuk ke pembicaraan.

Tunggu dulu. Kamu? Dia tidak menggunakan kata anda ataupun kau, tapi kamu. Dia mencoba untuk langsung menutup celah antara kami, mungkin? Namun, aku tidak bisa ikut ke dalam arus yang dia ciptakan.

"Bukan maksud saya. Tapi, lebih baik berjaga-jaga daripada menyesal kemudian."

"Ah, kamu benar-benar kaku," Inanna mendengus, mengeluh. "Ayolah, aku bosan dengan semua formalitas dan semua hal soal citra."

Ung, entah kenapa, aku mendapatkan atmosfer yang sama dengan Emir dari Tuan Putri Inanna. Dan tampaknya, perlahan-lahan, penilaianku padanya juga berkurang.

"Maaf, kalau saya boleh memastikan, apakah benar Tuan Putri Inanna akan ikut menginap di hotel?"

"Ah! Mendengarmu berbicara membuatku sebal! Terlalu kaku!" Tuan Putri Inanna masih meneruskan keluhannya. "Ya, benar, aku akan menginap di hotel bersama kalian. Aku ingin mengobrol banyak dengan Jeanne. Dan kebetulan dia membawa mantan Tuan Putri, Emir."

Aku merasa, kalau aku terus berhadapan dengan perempuan ini, cepat atau lambat aku akan memperlakukannya seperti aku memperlakukan Emir, dan Jeanne.

Dan tampaknya, Jeanne melihat bagaimana hormatku pada Tuan Putri ini semakin luntur. Dia pun masuk ke dalam pembicaraan.

"Jadi, Inanna, apa kamu sudah menyiapkan jadwal untuk kami malam ini?"

"Tentu saja!" Tuan Putri Inanna merespon dengan ambisius. "Aku sudah memesan rumah makan favoritku di pinggir kota. Meskipun bukan restoran besar, tapi aku bisa memastikan rumah makan ini memiliki menu dan rasa yang jauh lebih baik dari restoran besar atau hotel di kota ini."

Ya, aku juga sudah mengetahuinya. Dan tentu saja, kami, para pengawal, langsung mengamankan dan mensterilkan rumah makan itu.

Sebenarnya, kalau hanya Tuan Putri Inanna yang makan ke tempat itu, pengamanannya tidak akan terlalu ketat. Tuan Putri Inanna hanyalah putri selir yang tidak memiliki hak atas takhta, prioritas keamanannya tidak terlalu tinggi. Namun, karena kali ini dia membawa tamu dari kerajaan lain, pengamanannya pun harus berbeda.

Ngomong-ngomong, sekarang, aku yakin kalau semua pangeran dan putri, tidak peduli kerajaan mana, memang memiliki dua sosok yang berbeda. Sosok di depan umum dan sosok aslinya. Tapi, aku penasaran sosok yang manakah tuan putri yang menyerang kami beberapa bulan yang lalu.

Tapi, tunggu dulu. Biar aku ralat. Bukan hanya pangeran dan putri, tapi hampir semua orang seperti itu. Hanya sedikit orang yang hanya memiliki satu sosok dimana pun dia berada.

"Hey, Lugalgin," Tuan Putri Inanna memanggilku. "Apa benar Emir adalah calon istrimu? Dan apa benar dia meninggalkan statusnya sebagai Tuan Putri dari Permaisuri karena kamu tidak mau menjadi bangsawan?"

Ah... ok, aku tidak menduga pertanyaan ini sama sekali.

Aku terdiam sejenak, mencoba memikirkan jawaban yang akan aku berikan. Namun, tidak peduli selama apapun aku mencoba memikirkan jawaban yang tepat, akhirnya, aku hanya bisa jujur.

"I, iya..."

"Heh..... aku tidak mengira ada orang yang tidak mau menjadi bangsawan."

"Sebenarnya, saya mengenal cukup banyak orang yang tidak ingin menjadi bangsawan, tapi kami masih minoritas kalau dibandingkan dengan orang yang ingin menjadi bangsawan. Dengan kata lain, kamilah yang tidak normal."

Ketika mendengar jawabanku, tiba-tiba Inanna terdiam. Dia cemberut, lagi. Akhirnya dia pun menggunakan cara terakhir.

"Jeanne, Lugalgin di sini sebagai pengawalmu kan? Bisa kamu perintahkan dia untuk tidak formal di dalam sini?"

"Hahaha, kalau memang itu yang kamu inginkan." Jeanne tertawa kecil ketika mendengar permintaan Inanna. "Gin, kamu dengar kan? Bicara ke aku juga normal saja kalau hanya ada Inanna."

Hah...

Aku menghela nafas. "Baik, baik. Aku akan membuang keformalanku selama kita di dalam mobil ini. Namun, begitu keluar, jangan harap aku seperti ini."

"Nah, begitu kan enak."

Jujur, aku tidak tahu apa yang dipikirkan oleh Inanna. Aku bisa bilang kelakuannya cukup terhormat seperti Jeanne, tapi dia juga terlalu santai seperti Emir.

Daripada itu, aku masih penasaran dengan motifnya menyerang kami. Tidak. Bahkan aku mempertanyakan kenapa dia ada di Bana'an.

Kalau Emir adalah agen Schneider, apa itu berarti Inanna adalah agen Gugalanna, mata-mata kerajaan ini? Besar kemungkinannya. Namun, kenapa mereka saling menyerang saat itu?

"Kembali ke pertanyaan," Inanna mengembalikan pembicaraan ke topik. "Jadi, benar kamu yang membuat Emir melepaskan statusnya?"

"Secara tidak langsung, ya."

Aku mulai menceritakan bagaimana Emir mengangkatku sebagai kandidat Regal Knightnya. Lalu, bagaimana dia meminta menjadi warga biasa sebagai hadiah Battle Royale. Dan akhirnya, bagaimana keluarga Yang Mulia Paduka Raja tiba-tiba datang untuk memintaku mengambil Emir sebagai istri.

Meskipun sebenarnya Emir memang merasa tidak cocok menjadi keluarga kerajaan, tapi dia tidak bisa begitu saja menjadi rakyat jelata. Satu-satunya cara adalah melalui battle royale, yang aku menangkan. Jadi, ya, secara tidak langsung, atau mungkin secara langsung, aku tidak yakin, aku lah yang membuat Emir melepaskan statusnya.

Aku sedikit menyinggung bagaimana kami bertemu di jalan tol di tengah malam, ketika Inanna menyerang. Aku hanya mengatakan kalau ada kesalahpahaman yang membuatku menyerang Emir malam itu, tanpa mengatakan adanya kehadiran pihak lain.

Aku berharap Inanna akan memberikan suatu reaksi. Namun, tidak ada reaksi yang muncul darinya. Dia benar-benar ahli mengendalikan emosi dan ekspresi.

"Ahh... seandainya di sini juga ada Battle Royale, mungkin aku akan melakukan hal yang sama dengan Emir." Inanna menggerutu pelan.

"Kamu juga merasa tidak cocok menjadi keluarga kerajaan?"

Aku akan cukup terkejut dengan pernyataan Inanna kalau aku mengenalnya sebelum memasuki mobil ini.

Namun, saat ini? Tidak!

"Tidak juga. Hanya saja—"

"Dia tidak ingin melakukan semua kewajiban keluarga kerajaan." Jeanne meneruskan ucapan Inanna. "Kami keluarga kerajaan harus memerintah dan mengelola daerah kan. Kami harus mengatur kebijakan di daerah itu, belajar pajak, administrasi, dan lain sebagainya. Dan kalau aku bisa bilang..."

"Aku tidak cocok untuk tugas administrasi seperti itu."

"Dia lebih suka melakukan penelitian dan sebagainya. Tapi keluarga kerajaan hampir tidak mungkin melakukan penelitian karena kami harus mengelola daerah."

"Dan lagi, kekurangan terbesar menjadi keluarga kerajaan adalah..."

"Kami tidak bisa memilih calon suami kami," Jeanne menambahkan topik. "Sebagai ganti dari kemewahan yang kami terima, hal ini adalah sesuatu yang lumrah."

"Kami memiliki kewajiban yang cukup berat."

Inanna dan Jeanne saling menyelesaikan kalimat satu sama lain, seolah-olah mereka satu pikiran. Aku mulai berpikir mereka sering bertemu di luar kepentingan kerajaan, atau setidaknya berkomunikasi rutin.

Hal lain yang kupelajari, Inanna adalah orang eksakta tapi dia dipaksa menjadi orang sosial. Kurasa akan sedikit susah. Bukan susah karena tidak mampu, tapi lebih kepada pikirannya yang tidak akan sungguh-sungguh melakukannya.

Tapi, kalau menurutku, ya mau bagaimana lagi. Ada hak ada kewajiban. Dan, kalian lahir sebagai keluarga kerajaan, itu sudah takdir yang adalah sekaligus hak dan kewajiban.

Di lain pihak, remasan Jeanne semakin kuat. Aku berani bertaruh kulitku sudah memerah sekarang. Namun, karena tangan Jeanne dan tanganku tersembunyi, oleh tubuhku, mungkin Inanna tidak melihatnya. Mungkin.

"Ngomong-ngomong, Lugalgin." Inanna membawa topik baru. "Aku dengar kamu juga aktif pasar gelap sebagai pedagang. Apa itu benar?"

Ung, aku tidak tahu harus menjawab apa. Aku tidak mungkin kan menjawab "ya, aku aktif di pasar gelap.". Itu seperti mengaku kalau aku adalah kriminal.

Seharusnya namaku tidak mencolok di pasar gelap, selain sebagai inkompeten. Namun, entahlah, mungkin sejak aku menang battle royale, orang-orang mulai mencari informasi dan mengeduk masa laluku.

"Bisa tanya yang lain saja tidak?"

Akhirnya aku tidak bisa menjawabnya.

"Eh? Padahal aku mau membeli barang darimu."

"Barang apa yang mau kamu beli."

Aku sedikit menunjukkan ketertarikan.

Inanna terdiam sejenak. Dia meletakkan telunjuknya di dagunya.

"Aku mencari sesuatu yang, ung... entahlah. "Inanna melihatku dengan tajam. "Alat yang bisa menghilangkan kekuatan pengendalian?"

Jadi ini ya maksudmu.

"Alat yang bisa menghilangkan pengendalian? Apa alat seperti itu ada?" Jeanne bertanya.

"Dari informasi yang kami miliki, pemberontak True One tampaknya memiliki alat itu. Setiap kali mereka menyerang, tidak ada satu pun orang yang bisa menggunakan pengendalian. Dan karena mereka menyerang dengan senjata api, serangan mereka pun sangat fatal. Oleh karena itu, aku penasaran apakah Lugalgin, yang berkecimpung di dunia pasar gelap, mengetahui alat itu."

Ya, aku juga sudah mendapatkan informasi ini. Oleh karena itu, aku bisa bilang kalau dia memiliki kemampuan yang sama denganku, penghilang pengendalian. Perbedaan terbesar adalah pada kata 'semua orang'.

Kemampuanku memiliki syarat dimana tubuhku harus melakukan kontak dengan pengendali atau barang yang dikendalikan, kulit atau darah. Untuk menghilangkan kekuatan pengendalian pada semua orang, satu-satunya cara bagiku adalah mencampurkan darahku ke makanan atau minuman.

"Kekuatan pengendalian mereka hilang hanya saat penyerangan atau durasi berapa hari masih menghilang?" Aku mencari informasi lebih banyak.

Inanna sedikit tersenyum. Tampaknya dia berpikir kalau dia berhasil memancingku.

"Hanya saat penyerangan. Ketika serangan berakhir, semua orang bisa menggunakan kekuatannya lagi."

"Hanya saat serangan ya..." aku menggumam pelan.

"Tapi, kalau ada yang bersembunyi, mereka bisa menggunakan kekuatannya. Jadi kami berpendapat kalau alat itu seperti pemancar yang tidak boleh ada penghalang di depannya."

Jujur, aku ingin menemui laki-laki bernama Etana ini, memastikan hipotesisku. Tapi, aku tidak perlu mendatanginya, dia lah yang akan datang padaku.

"Gimana? Apa kamu tahu alat itu?"

"Sayangnya tidak," aku menolak Inanna mentah-mentah. "Ini adalah pertama kali aku mendengar tentang keberadaan alat itu."

Aku bisa melihat Inanna yang sedikit menggertakkan giginya.

Memang kamu kira aku sebodoh itu sehingga bisa terpancing ucapanmu? Kalau aku sebodoh itu, tidak mungkin aku masih hidup ketika kamu menyerang kami.

"Tapi In," Jeanne masuk. "Apa kamu yakin kamu bisa menceritakan ini pada kami, orang luar?"

"Anggap saja ini off the record. Karena ada kemungkinan pemberontak di Kerajaan Bana'an juga memiliki alat ini, kan?"

Inanna melihat ke arahku.

Dan aku mengabaikannya.

Bersambung

avataravatar
Next chapter