34 Ch 4 - Pertimbangan

"Jadi, ada pertanyaan?"

Setelah makan malam, kami duduk di ruang keluarga. Aku duduk di ujung sedangkan Emir dan Inanna duduk di sofa panjang, di sebelah kiriku.

Aku menceritakan ulang apa yang dikatakan Raja Fahren dan Raja Arid. Saat ini, setelah selesai, Emir membuang pandangan sementara Inanna masih memandangku dengan mulut setengah terbuka.

Kesimpulannya, tampaknya, Emir merasa bersalah sedangkan Inanna terkejut.

"Apa itu berarti, tidak peduli apa yang terjadi, Paduka Raja akan tetap memberikanku padamu?"

Jadi, Inanna tidak terkejut pada kemampuanku, tapi lebih kepada keputusan Raja Arid?

"Kemungkinan besar."

Aku tidak berani memberi konfirmasi pada dugaan Inanna. Kenapa? Karena ada kemungkinan Raja Arid akan memberi putrinya yang lain padaku, bukan Inanna.

"Inanna, kalau kamu tidak keberatan, bagaimana kalau kamu menceritakan bagaimana kamu bisa bertarung melawan Emir, di jalan tol, saat itu?"

"Saat itu–"

"Inanna, apa kamu akan menceritakan misimu pada Lugalgin?" Emir memotong. "Kamu adalah agen Gugalanna, misimu adalah rahasia kerajaan kan?"

"Aku tidak peduli!" Inanna membalas. "Aku tidak peduli dengan kerajaan yang telah menipu dan memperdayaku seumur hidupku!"

Dan, sebuah pertikaian kecil muncul.

"Emir."

Emir sontak menoleh ke arahku. Aku melihat matanya sudah sedikit berkaca-kaca. Bahkan dia menggigit bibirnya.

"Kamu sudah mendengar ceritaku kan. Bisa dibilang Raja Arid dan Raja Fahren berbeda pendapat denganku, dan aku tidak ada niatan untuk menerima pendapat mereka."

Aku tidak akan mengatakan musuh. Risikonya terlalu besar kalau aku blak-blakan mengklaim Raja Fahren dan Raja Arid adalah musuh.

"Tapi, Gin..."

Emir tidak mampu menyelesaikan kalimatnya. Dia menundukkan kepalanya dan meremas tangannya.

"Ke depannya, akan banyak konflik dan perselisihan antara aku dan keluargamu. Saat ini, kamu memiliki tiga pilihan. Pertama, berada di pihakku. Kedua, berada di pihak keluargamu. Atau ketiga, kamu tidak berada di pihak siapa pun tapi aku melarangmu untuk ikut campur."

"Itu..." Emir tidak mampu memberi konfirmasi. "Aku butuh waktu untuk memikirkannya."

Tanpa aku minta, Emir sudah berdiri dan meninggalkan kami. Dia pergi ke lantai dua, mungkin kembali ke kamar.

"Baiklah, Inanna, bagaimana kalau kamu jelaskan bagaimana kamu bisa bertikai dengan Emir saat itu."

Inanna pun menceritakan semuanya. Beberapa minggu sebelum pertemuan itu, Inanna sudah diutus untuk menjadi mata-mata di Bana'an. Tujuan utamanya adalah mencari informasi personal seluruh keluarga kerajaan dan orang-orang bukan bangsawan yang berhubungan dengan Kerajaan. Di saat itu lah, namaku muncul dalam laporan.

Namun, informasi yang bisa didapat Inanna hanyalah aku adalah pedagang barang antik dan aktif di pasar gelap. Dia tidak mampu mendapatkan informasi lain.

Tidak lama kemudian, Inanna mendapatkan perintah untuk mengeliminasi Emir, yang saat itu juga memiliki misi di kota Haria, kota ini. Raja Arid menyatakan kalau Emir adalah ancaman bagi misi dan agen Gugalanna yang lain, oleh karena itu dia harus dieliminasi.

Meski sebenarnya Inanna memiliki beberapa pertanyaan, tapi dia tidak memiliki hak untuk berpendapat atau bersuara. Dia hanya ingin mendapatkan pengakuan dan keinginannya dikabulkan. Oleh karena itu, dia pun menyerang Emir.

Setelah gagal, Inanna pun mundur dan mendapatkan informasi baru. Dia diminta mengumpulkan informasi mengenaiku. Dan, sayangnya, tidak ada informasi tambahan selain yang sudah dia kumpulkan sebelumnya. Inanna pun dipanggil pulang, untuk menemani Jeanne.

"Dan, begitulah cerita lengkapnya."

Hmm... begitu ya. Kalau dari cerita Inanna, ada kemungkinan Raja Arid sudah mengetahui kalau aku memiliki hubungan bisnis dengan beberapa keluarga kerajaan. Oleh karena itu, dia pun menyuruh Inanna menyerang Emir, yang berujung pada aku ikut diserang.

Tanpa informasi dari Emir, aku hanya bisa menerka-nerka langkah Raja Fahren. Seperti misal apa yang dilakukan Emir di kota ini, dan kenapa Emir berada di jalan tol itu tepat di saat aku pulang. Menurutku, Raja Fahren sudah mengetahui jadwal dan kebiasaanku. Dan, dengan alasan ada agen Gugalanna yang menyelinap, dan adanya perang dingin, Emir pun diperintahkan untuk mencari agen Gugalanna itu.

Kalau orang luar sepertiku mendengar informasi ini, sudah pasti kami akan berpikir kalau ini adalah konspirasi atau setidaknya ada pihak lain yang membuat semua rencana ini. Namun, dari sisi pandang orang dalam, mereka tidak akan mengetahuinya.

"Apa ini berarti, ibu dan Ninshubur tidak memiliki wilayah lagi karena rencana Paduka Raja?"

"Sebentar," aku menghentikan Inanna. "Yang itu adalah saranku."

"Eh? Kenapa?"

Pandangan Inanna kosong. Aku bisa merasa kalau dia bingung antara marah atau kecewa.

"Hukuman yang dijatuhkan pada ibumu gara-gara adikmu sudah tidak terhindarkan. Jadi, daripada menjadi selir dengan kekuatan militer yang kecil dan berada di zona musuh, aku berpikir akan lebih aman bagi ibumu untuk dipindah ke Bana'an.

"Dengan ibumu menjadi Duta Besar, maka Bana'an, mau tidak mau, harus memberi sedikit pengamanan. Selain itu, akan sulit bagi bangsawan dan selir Mariander jika ingin mencelakai ibumu karena mereka harus pergi ke Bana'an dulu. Untuk adikmu, aku bersyukur karena ibumu mau menitipkannya pada keluargaku. Dengan begitu, keamanan adikmu pun terjamin."

"Ah, begitu ya."

Cahaya dan kehidupan kembali ke mata Inanna. Senyum pun terkembang. Dia sesenggukan, berusaha menghentikan tangisannya.

Keamanan Ninshubur sudah tidak perlu dipertanyakan karena dia bersama ayah dan ibu. Mereka adalah pengamanan tertinggi yang mungkin di dapat. Untuk Selir Filial, aku sudah mengutus orang terpercayaku untuk mengamankannya. Namun, aku tidak perlu mengatakannya pada Inanna.

"Dalam kondisi ini," aku menambahkan. "Ketika besok kamu menikah denganku, aku bisa mengubah kewarganegaraanmu dan Ninshubur menjadi warga Bana'an. Untuk ibumu, aku bisa mengaturnya. Intinya, kalau pun True One berhasil mengubah Mariander menjadi Republik, maka ibu dan adikmu tidak akan menjadi korban."

Di saat itu, Inanna kembali terdiam. Tampaknya, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.

"Apa ada hal lain yang ingin kamu bicarakan?"

"Ah, itu, meski aku senang karena keamanan ibu dan Ninshubur sudah terjamin, tapi aku tetap khawatir pada beberapa temanku." Inanna tersenyum masam. "Tapi, kamu menyelamatkan keluargaku adalah sebuah kemewahan. Aku tidak mungkin berharap sesuatu yang lebih lagi."

Ya, aku tidak memungkiri selain keluarganya, teman-teman Inanna mungkin akan menjadi korban.

"Ya, nanti kita akan membicarakan hal itu ketika waktunya datang. Saat ini, setidaknya, aku sudah memastikan kalau kamu berada di pihakku."

"Ya, aku berada di pihakmu, Lugalgin."

***

Keesokan harinya.

Hari ini adalah hari Sabtu. Di hari Sabtu, aku dan ayah setuju untuk mempertemukan Selir Filial, Inanna, dan Ninshubur. Di Sabtu pertama, dua minggu yang lalu, kami pergi ke kota Karia, mengunjungi Selir Filial bersama Ninshubur dan Inanna. Minggu lalu, kami bertemu di rumah ayah dan ibu. Jadi, minggu ini, jadwalnya adalah bertemu di sini, di rumahku.

Di lain pihak, kami belum pernah bertemu dengan keluarga Emir sejak mereka mengantar Emir ke rumahku. Kenapa? Karena keluarga Emir adalah keluarga kerajaan, aku malas menempuh prosedural hanya untuk menemui keluarga Emir. Di lain pihak, keluarga Emir pun tampaknya tidak ada niatan untuk mendatangi Emir, mereka hanya menelepon.

Hal ini karena, hubungan keluargaku dengan keluarga Emir bisa dibilang kurang baik. Ketiga saudara Emir memandang keluargaku sebelah mata. Ibu pun memandang Emir sebelah mata. Jadi, ya, seperti ini lah hasilnya.

Meskipun Emir adalah yang mendatangiku pertama, dengan kondisi saat ini, Inanna akan menjadi istri pertama dan Emir menjadi istri kedua. Namun, tentu saja, ibu lebih menyarankan agar aku hanya mengambil Inanna.

Ya, kalau Emir menyatakan dia tidak bisa berada di pihakku, aku pun akan melaksanakan saran ibu. Aku tidak mau tiba-tiba ditusuk dari belakang.

Saat ini, aku dan Inanna sedang mengubah tatanan rumah. Televisi kami geser ke ujung ruangan sementara sofa dan meja pendek di ruang tamu kami pindah ke ruang keluarga.

Emir masih tertidur di kamarnya. Aku tidak menyuruh Inanna untuk membangunkannya.

Semalam, setelah percakapan kami, aku pergi ke kamar Emir untuk mengecek keadaannya. Aku melihat dia sudah tertidur masih dengan kaos dan celana pendek, belum berganti ke piama. Pipinya lembap dan matanya pun bengkak. Tampaknya, Emir menangis hingga akhirnya tertidur.

Ya, aku bisa maklum kalau dia bimbang. Aku pun hanya menutupi tubuh Emir dengan selimut dan membiarkannya tidur.

Dengan adanya Inanna, aku tidak perlu mengangkat sofa dan meja di ruang tamu. Inanna, dengan pengetahuan yang kuberikan, mampu mengendalikan sofa dan meja dan memindahkannya.

Di saat seperti ini, aku benar-benar iri dan ingin memiliki kekuatan pengendalian. Kalau aku memiliki kekuatan pengendalian, aku bisa mengambil benda apapun di rumah ini tanpa perlu bergerak.

Ding dong

Suara bel berbunyi. Sementara aku masih memindahkan camilan dan hidangan ke ruang keluarga, Inanna membuka pintu.

"KAKAK!"

Suara Ninshubur terdengar.

Sebelum datang ke sini, mereka menjemput Selir Filial dulu di bandara. Jadi, saat ini, keluarga Selir Filial dan Barun Alhold sudah berkumpul di rumah ini.

"Kakak, aku kangen."

Ketika aku berjalan membawa nampan berisi minuman, Ninlil memelukku dari belakang.

"Baru minggu lalu kan kita bertemu?"

"Ah, kakak gak seru ah! Ninshubur dan kak Inanna saja bisa bahagia sekali ketika bertemu."

"Ya, mau bagaimana lagi. Sebelum aku pindah, kita masih satu rumah kan. Di lain pihak, Inanna sudah masuk sekolah militer, hidup di asrama, dan sering menjalankan misi kan? Mereka jarang bertemu."

"Ah, kakak."

"Daripada itu, ayo bantu kakak memindahkan hidangan di dapur. Aku pakai aluminium untuk nampannya."

"Iya, deh."

Ninlil, yang sedikit kecewa, memindahkan hidangan yang ada di dapur ke ruang keluarga.

Selama beberapa jam ke depan, kami pun mengobrol. Seperti layaknya sanak famili, bahan obrolan kami merambah ke semua hal. Mulai dari sekolah Ninlil dan Ninshubur, keseharianku dan Inanna, keseharian ayah dan ibu, dan keseharian Selir Filial.

Akhirnya, ibu pun menanyakan satu hal yang cukup krusial.

"Ngomong-ngomong, dimana Emir? Kok aku tidak melihatnya?"

Aku dan Inanna saling melempar pandang. Aku berpikir mungkin mereka patut mengetahuinya juga.

"Ninlil, bisa tolong kamu bawa Ninshubur ke kamarku atau kamar Inanna?"

Tanpa banyak bertanya, Ninlil pun membawa Ninshubur ke lantai dua.

Setelah Ninlil dan Ninshubur pergi, aku pun menceritakan pada ayah, ibu, dan Selir Filial mengenai apa yang telah terjadi.

***

"Aku tidak mengira Arid akan melakukan hal itu."

"Maafkan aku, Selir Filial. Aku tidak akan bilang kalau Raja Arid adalah musuhku, tapi yang jelas kami tidak sependapat. Dan, aku tidak tahu apa yang mungkin dia rencanakan untuk memaksaku menjadi Raja."

"Tidak, aku justru ingin meminta maaf. Karena Arid, kamu sudah kerepotan. Dan, gara-gara Arid juga, hidupmu terbebani dengan Inanna. Namun, setidak–"

"Maaf, Selir Filial, tampaknya Anda salah pengertian." Aku menyela selir Filial. "Aku tidak menganggap Inanna sebagai beban. Dalam dua minggu ini, aku sudah menerima Inanna sebagai anggota keluargaku. Jadi, sudah selayaknya aku melindunginya dan kalian."

Aku meletakkan tanganku di kepala Inanna dan membelainya dengan lembut. Inanna pun menyandarkan kepalanya ke bahuku.

Di saat itu, aku bisa melihat Selir Filial tersenyum lebar. Bahkan, bahunya sudah tidak terlihat kaku lagi. Dia menjatuhkan bahunya, lega. Bukan hanya Selir Filial, ibu pun melakukan hal yang sama.

"Kalau begitu, kita mendapatkan alasan untuk mempercepat upacara pernikahan kalian."

Tiba-tiba saja, ibu mengatakan sesuatu yang tidak terduga. Kami semua pun sontak mengarahkan pandangan ke ibu.

Ibu melanjutkan, "kalau kita menunda upacara pernikahannya, ada kemungkinan Raja Arid akan menarik kembali Inanna dan Ninshubur ke Mariander. Saat itu terjadi, kita tidak bisa berbuat apapun. Kalau kita menolaknya, maka Mariander pun akan menganggap Bana'an sebagai musuh.

"Ketika hal itu terjadi, Lugalgin tidak akan memiliki pilihan selain menjadi Raja kedua kerajaan. Skenario ini harus kita hindari, kan? Tapi, kalau Lugalgin dan Inanna menikah, maka Inanna pun akan menjadi warga negara Bana'an. Dan di saat itu, kita bisa mendaftarkan Ninshubur pada kartu keluarga Lugalgin atau kartu keluargaku. Dengan demikian, Raja Arid tidak akan memiliki banyak pilihan selain bekerja sama dengan Raja Fahren."

Kami semua terdiam mendengar pernyataan Ibu.

"Wow," Inanna mengucapkannya dengan santai. "Semalam, Lugalgin mengatakan hal yang serupa."

"Aku tidak terkejut." Ibu merespon enteng.

"Baiklah, jadi, mari kita buat skala prioritas." Ayah masuk ke pembicaraan. "Pertama, upacara pernikahan Lugalgin dan Inanna. Kedua, mendaftarkan Ninshubur pada kartu keluarga Lugalgin atau kartu keluargaku. Ketiga, mencari cara untuk mengubah Filial menjadi warga negara Bana'an."

"Eh?"

"Filial, jangan kamu pikir kami akan meninggalkanmu begitu saja." Ibu kembali menyetir perbincangan. "Aku yakin putraku ini pasti memikirkan hal yang sama, tapi dia masih memikirkan caranya makanya belum bilang. Aku mengenal kebiasaannya, kebiasaan baik dan buruknya."

Yup. Benar sekali. Aku mengangguk.

"Tapi, selain itu, kita juga memiliki masalah lain." Ibu menambahkan. "Kita tidak tahu rencana Raja Arid dan Raja Fahren. Bisa saja mereka sudah membuat rencana lain untuk membuat Lugalgin menjadi Raja. Dan, untuk memperburuk keadaan, keluarga Alhold juga merasa terusik dengan pencapaian Lugalgin."

"Ung? Ibu belum mendengar kalau Enlil berusaha memaksaku menemuinya? Bahkan, kemarin, tiga orang mendatangiku."

"HAH?"

Urat nadi muncul di pelipis ibu dan mata kirinya terbelalak. Tampaknya, dia benar-benar marah.

"Aku sudah mengatakan mereka harus melaluiku kalau ingin berurusan dengan Lugalgin dan Ninlil, tapi mereka masih berani mendatangimu secara langsung? Cari mati mereka?"

Di lain pihak, ayah hanya tersenyum masam. Dia melemparkan pandangan padaku. Tanpa berbicara, aku bisa mendengar ayah mengatakan "Gin, kenapa kamu ngomong ke ibumu? Aku ini berusaha menanganinya sebelum ibumu tahu. Kalau sudah seperti ini, bakal repot jadinya."

Aku juga tidak berani melawan ibu. Bukan hanya karena dia adalah ibu kandungku, tapi karena masa lalu ibu dengan keluarga Alhold.

Aku membutuhkan pengalih perhatian. Apa ya, apa ya.

"Ung, maaf menyela."

Sebuah suara muncul. Kami semua menoleh ke arah tangga. Di depan tangga, terlihat Emir berdiri. Dia sudah mandi dan berganti pakaian. Ninlil dan Ninshubur tidak terlihat bersamanya.

Bagus, Emir. Kamu datang di saat yang tepat.

"Ya, ada apa Emir?"

Aku segera menjawab Emir. Kalau ibu yang pertama menjawab, bisa menjadi masalah.

"Gin, mengenai semua ini, aku ingin bertemu dengan ibu dan Kak Yurika untuk membicarakannya."

Aku terdiam sejenak. Dia hanya mengatakan ibu, Permaisuri Rahayu, dan Tuan Putri Yurika. Apa dia tidak berencana membicarakan hal ini dengan Raja Fahren? Kalau dia melakukan hal ini, hanya berbicara pada ibu dan kakak perempuannya, ada kemungkinan Raja Fahren dan saudaranya yang lain akan tersinggung. Aku jadi khawatir.

"Baiklah. Tapi, aku dan Inanna akan ikut juga."

Bersambung

avataravatar
Next chapter