16 Ch 3 - Gangguan

"Bangun! Jangan harap kamu bisa bersanding bersama kami hanya dengan ini!"

"Ba, baik."

Ufia perlahan bangkit, lagi.

Sudah hampir satu jam sejak kami berlatih tanding. Ini adalah hari kedua sejak dia resmi kulatih. Kemarin, kami menghabiskan waktu di pagi dan siang hari untuk latihan fisik, mencoba melihat kemampuan tubuh Ufia. Kalau dari segi kemampuan fisik, dia tidak lemah. Aku bahkan bisa bilang dia cukup hebat karena bisa mengikuti kami bertiga, Emir, Jeanne, dan aku. Dari segi kemampuan fisik, hanya stamina dan kapasitas paru-parunya yang perlu ditambah.

Lalu, di sore harinya, kami melakukan latih tanding selama dua jam lebih. Dengan latih tanding ini, aku bisa melihat kekurangan dan kelebihan Ufia. Setelah seharian menghabiskan waktu berlatih bersamanya, aku melihat ada 2 kekurangan terbesar dari dirinya.

Pertama, sulit sekali untuk Ufia bisa membuang kebiasaan bertarung dengan kode etik kesatria. Bahkan, seolah-olah dia sudah dicuci otak agar terus bertarung dengan kode etik kesatria. Tapi, setidaknya, berkat ucapan Jeanne kemarin yang sudah merusak perempuan ini, dia bisa mulai membuang kode etik kesatrianya lebih cepat.

Kedua, insting Ufia tidak cukup terlatih. Instingnya cukup peka dan mengerikan ketika di tengah pertarungan, tapi ketika di luar pertarungan, atau ketika lawannya tidak menunjukkan niat bertarung, instingnya langsung tidak bekerja.

Dan, hari ini kami menjalani jadwal yang sama. Namun, hari ini, Jeanne mengatakan dia sudah memesan aula berlatih di sekolah kesatria terdekat. Jadi kami pun berlatih di sini.

Setiap kota memiliki satu atau dua sekolah kesatria. Meskipun berbeda kota, semua sekolah kesatria dikelola oleh Kerajaan. Jadi, kalau ada siswa berbakat, dia akan dipindahkan ke ibukota dan bisa mendapatkan beasiswa. Untuk siswa yang berada di sini, mereka adalah orang normal atau siswa baru.

Belum sempat Ufia berdiri sepenuhnya, aku sudah menerjangnya.

Ufia terkejut tapi dia mampu menahan serangan toyaku. Tapi seranganku belum selesai. Aku melepaskan sebuah tendangan rendah ke kaki, membuatnya terjatuh, dan lalu melepaskan tendangan tambahan tepat ke wajahnya. Hampir.

Aku menghentikan kakiku tepat di depan wajahnya.

"Di dunia nyata, lawanmu tidak akan menunggumu berdiri. Mereka akan langsung menyerang bahkan ketika kamu masih terbaring. Mengerti?"

"Menger—"

Tanpa membiarkan Ufia menyelesaikan kalimatnya, aku melepaskan tendangan memutar ke bahu kirinya. Dia pun terjatuh.

Ah... kukira insting Ufia sudah kembali bekerja ketika dia menghadang toyaku. Tapi, tampaknya, aku salah.

Pandangan Ufia sudah tidak fokus, setengah kosong. Baiklah, waktunya istirahat.

"AIR"

Setelah aku berteriak, sebuah ember datang, melayang, dan menuangkan air ke wajah Ufia, memaksanya kembali sadar. Air itu dibawa oleh salah satu pelayan Jeanne yang berdiri di samping ruangan.

"Ahh..." Ufia berteriak.

"Kita istirahat dulu sejenak, tapi kamu harus tetap sadar."

Setelah aku mengatakan istirahat, beberapa pelayan mendekati kami. Mereka membawa handuk basah dan minum. Mereka adalah pelayan Jeanne. Dan, berbeda dari orang lain yang sebelumnya kutemui di pesta inaugurasi, mereka tidak memandangku sebelah mata.

Ada kemungkinan kalau pelayan Jeanne adalah agen Schneider juga, tapi kemungkinannya kecil. Mungkin akan lebih realistis kalau mereka mengetahui bahwa Jeanne adalah agen Schneider. Dan karena caraku bertarung tidak jauh berbeda dengan Jeanne, mereka tidak akan bisa memandangku sebelah mata. Kalau mereka melakukannya, sama saja mereka memandang Jeanne sebelah mata.

Ah, ngomong-ngomong, Emir dan Jeanne berlatih juga di sini, di sisi lain aula. Emir mengenakan pakaian Igni dilapisi pakaian militer, mirip seperti saat kami melawan Aryhace. Di lain pihak, Jeanne mengenakan pakaian kasual berbalut jaket.

Emir besar di militer dan sekolah kesatria, bukanlah hal yang aneh kalau dia mampu menggunakan pedang atau tombak. Namun tentu saja, kemampuan utamanya adalah Krat dengan senjata kaliber besar dan jarak jauh.

Awalnya, kukira latih tanding antara Jeanne dan Emir akan berat sebelah, tapi perkiraanku benar-benar salah. Jeanne mampu bergerak menghindari bombardir Emir dengan mudah.

Jeanne bukanlah orang spesial seperti Emir. Dia memiliki pengendalian utama berupa nikel, tidak seumum kuarsa, tapi masih umum. Tapi, jangan salah. Di pakaiannya, dia memasukkan kepingan-kepingan nikel di beberapa tempat. Dengan kepingan nikel itu, Jeanne mampu bergerak dengan cepat.

Semisal Jeanne ingin melompat jauh, dia akan mengendalikan nikel yang ada di pakaiannya, membuatnya sedikit melayang dan mencapai jarak lebih jauh, atau tinggi. Jika dia melihat peluru datang ke arahnya, dia menggunakan refleks tubuh yang ditambah pengendalian pada pakaiannya. Dengan kombinasi ini, tubuhnya akan mampu bergerak dengan lebih cepat, secepat pikirannya. Konsepnya sama seperti ketika Emir mengenakan Krat sebagai pakaian.

Jeanne mampu menutup jarak antara dirinya dengan Emir dengan mudah, memaksa Emir menghalau Jeanne dengan pedang. Dalam jarak dekat, Jeanne cukup ahli dalam bela diri tangan kosong. Dia mampu menangkis dan menghindari serangan pedang Emir dengan cukup baik.

Bela diri yang digunakan Jeanne adalah aliran bela diri bertahan, bukan menyerang. Untuk menyerang, Jeanne menggunakan pisau lempar. Dengan pisau sekecil itu, dia bisa menyimpan stok belasan pisau di tubuhnya. Meskipun bukan untuk menebas, tapi setidaknya pisau itu sudah cukup untuk menghalau pedang Emir.

Tapi, masih disayangkan, Jeanne sama sekali tidak mampu mendekati Emir ketika Emir serius. Yang aku maksud serius adalah membombardir semua tempat dengan laras tanknya. Kalau dalam kondisi ini, aku tidak yakin bisa mengalahkan Emir tanpa persiapan.

Saat ini, Emir menggunakan empat turret tank. Aku jadi penasaran berapa turret tank yang bisa dia kendalikan dengan Krat? Aku akan menanyakannya lain kali.

Emir dan Jeanne juga istirahat. Mereka datang menghampiri kami.

"Jadi, bagaimana menurutmu? Apakah satu setengah minggu cukup untuk melatihnya?"

Jeanne bertanya sambil mengusap wajahnya dengan handuk basah.

"Ada kemungkinan. Meskipun tidak secepat keinginanku, tapi dia menunjukkan progres yang signifikan. Dan..."

Di saat itu, tiba-tiba refleksku bergerak.

"Emir, jangan buka jaketmu."

Aku menahan tangan Emir ketika dia hampir membuka ritsleting jaket lengan pendeknya.

"Tapi—"

"Sudah aku bilang dari kemarin, kamu itu perempuan! Ketika kamu berkeringat dan membasahi tubuhmu dan pakaian Ignimu, lekuk tubuhmu akan terlihat. Kalau kamu melepas jaketmu, sama saja seperti menunjukkan tubuhmu yang hampir telanjang ke semua orang."

"Tapi ketika aku berlatih dengan prajurit dan penjaga istana, mereka tidak komplain."

"Posisimu lebih tinggi dari mereka. Bagaimana bisa mereka komplain? Dan lagi, bagi mereka, itu adalah sebuah pemandangan yang indah untuk mereka. Kenapa mereka harus protes?"

"Tapi gak ada laki-laki selain kamu di sini."

"Tidak ada tapi-tapian! Jangan lepas jaketmu! Kalau kamu mau melepasnya, lakukan di ruang ganti! Mengerti?!"

"Ungg... i, iya."

Akhirnya, aku melepas tangan Emir dan dia menjauhkan tangannya dari ritsleting jaket. Wajahnya cemberut.

"Terima kasih sudah mengatakannya Gin. Kalau kamu tidak mengatakannya, dia pasti sudah melepas jaketnya sekarang."

Jeanne merespon ucapanku.

"Lalu, kamu tidak mengatakannya?"

"Aku sudah mengatakannya berkali-kali, tapi dia bilang 'aku kan tidak telanjang, aku menggunakan pakaian Igni, jadi menurutku tidak masalah'."

"Hahhh... aku bisa membayangkannya."

Jeanne dan aku sama-sama menghela nafas berat. Tampaknya, sebelum Emir tinggal bersamaku, dia juga merepotkan orang-orang istana.

"UFIA! JADI RUMOR KALAU KAMU MENJADI MURID INKOMPETEN INI BENAR! APA MAKSUDMU?!"

Tiba-tiba saja seorang laki-laki masuk ke dalam aula latihan ini. Meskipun ruangan ini sudah dipesan untuk kami berempat, masih ada saja orang yang masuk ke ruangan ini tanpa ijin.

Orang itu adalah kakak laki-laki Ufia yang sudah separuh baya, Bastion Zas Alhold. Dia adalah salah satu pengajar di sekolah kesatria ini. Dia memiliki rambut coklat tipis yang hampir botak. Pakaiannya, baju militer berwarna putih, adalah seragam khas sekolah kesatria. Bastion langsung menghampiri Ufia. Dia hanya memandangku sejenak, menunjukkan pandangan jijik.

Bastion, laki-laki ini. Apa dia termakan emosinya hingga berlaku tidak sopan seperti ini? Yang aku maksud bukan bagaimana dia menyebutku inkompeten, tapi kepada dia mengeluarkan pendapat dengan nada tinggi di depan Jeanne, yang ada Tuan Putri, bahkan tanpa izin.

Tapi di lain pihak, tidak terlihat ada tanda-tanda Emir dan Jeanne akan menghentikan racauan laki-laki ini. Kenapa? Karena ini adalah salah satu syaratku kepada Ufia.

"Ka-kakak, ini adalah keputusanku sendiri. Aku ingin menjadi lebih kuat."

"Apa kamu bilang? Aku bisa mengajarimu, membuatmu lebih kuat. Dia bisa menjadi juara battle royale hanya karena menggunakan cara kotor."

"Tidak, aku akan pergi ke Kerajaan Mariander sebagai pengawal. Kalau aku—"

"Kamu tidak perlu melakukannya! Kamu sudah..."

Dan mereka pun mulai berdebat. Tapi, Ufia sama sekali tidak bisa memberikan perlawanan. Setiap dia mengatakan sesuatu, Bastion langsung memotongnya.

Ini sudah mulai mengganggu. Aku mau melanjutkan latihannya.

Baiklah, biar kucoba seberapa besar usaha Ufia untuk memenuhi salah satu syaratnya.

Tanpa mengeluarkan harus darah sama sekali, aku mengayunkan toyaku, mencoba menghantam Bastion tepat di belakang kepalanya.

Tang

Sebelum toyaku berhasil menghantam kepala Bastion, dan memecahkannya, Ufia menghentikan toyaku dengan pedangnya.

Syarat pertama yang kuajukan pada Ufia adalah, dia lah yang akan mengurus semua protes dari keluarga besar Alhold. Kalau aku merasa terganggu, dan tiba-tiba ingin menyerang mereka, maka Ufia harus bertanggung jawab atas seranganku. Dengan kata lain, Ufia harus bekerja keras agar tidak ada satu pun keluarga Alhold yang mendekatiku, atau dia yang harus menanggung akibatnya.

"Tolong, tunggu sebentar, Gin. Aku akan meyakinkan kak Bas."

"Aku tidak melihatnya."

"DASAR PENGECUT! BERANINYA MENYERANG DARI BELAKANG!"

Akhirnya dia mengatakannya. Dan dengan nada yang sangat tinggi.

"Bastion!" pelayan Jeanne membentak Bastion. "Kau pikir, siapa dirimu berani berargumen bahkan meninggikan nada di depan Tuan Putri Jeanne? Bahkan, kau melakukan itu semua tanpa meminta izin dari Tuan Putri Jeanne sama sekali."

Salah satu pelayan sudah tidak bisa menahannya lagi. Tentu saja mereka marah. Bastion melakukan itu semua tanpa seizin Jeanne. Secara tidak langsung, Bastion menyatakan kalau dia tidak menghormati Tuan Putri Jeanne sama sekali.

Tapi, aku yakin pelayan itu naik pitam karena Bastion menyatakan menyerang dari belakang adalah tindakan pengecut. Mereka tidak terima karena, secara tidak langsung, Bastion menghina Jeanne. Dan, bukan hanya satu pelayan itu, aku yakin semua pelayan yang ada di sini juga merasa tersinggung dan marah.

Di lain pihak, tampaknya Bastion termakan emosi dan amarah sehingga dia tidak menyadari kehadiran Jeanne, yang berdiri di belakangku. Begitu dia menyadarinya, dia langsung berlutut ke arah Jeanne. Dia menurunkan pandangannya. Tidak, bukan hanya pandangannya. Bahkan dia menundukkan kepalanya begitu dalam, seolah-olah kepalanya bisa lepas dari leher kapan saja.

"Maafkan atas kelancangan hamba, Tuan Putri Jeanne, hamba benar-benar tidak menyadari kehadiran Tuan Putri Jeanne. Ham--"

"Apa karena kau keluarga Alhold, kau berpikir kalau kau lebih tinggi dari Tuan Putri Jeanne? Kalau bukan karena Ufia dan Lugalgin, aku pasti sudah menganggap semua keluarga Alhold adalah orang tanpa etika dan tata krama sepertimu."

Bukan Jeanne yang merespon Bastion, tapi pelayannya.

Dia memasukkan namaku, menyatakan kalau aku orang yang lebih baik dari Bastion.

"Tidak, hamba tidak bermaksud demikian."

"Bastion," Jeanne mulai berbicara. "Lugalgin adalah tamu yang kuundang untuk menjadi pengajar sekaligus instruktur bagi Ufia, dan Ufia pun menerimanya tanpa ada keberatan. Apa kau mempertanyakan keputusanku?"

"I, itu...."

"Ditambah lagi, saat ini Lugalgin adalah tamuku. Kau tahu kan apa maksudku?"

Ketika seseorang menjadi tamu seorang bangsawan, maka perlindungan terhadap tamu itu adalah sepenuhnya kewajiban bangsawan yang bersangkutan. Ketika tamu tersebut dihina atau diserang tanpa persetujuan bangsawan yang bersangkutan, sama saja orang itu menghina dan menyerang bangsawan itu secara langsung.

Dan ya, tentu saja aku mengetahui ini semua. Aku sengaja menyerang Bastion agar dia semakin meledak dan melakukan hal ini.

Pandanganku dan Jeanne bertemu. Dia hanya tersenyum. Tampaknya dia sadar dengan niatku.

Di saat ini, Jeanne menunjukkan sosoknya sebagai bangsawan. Bahkan, dari semua bangsawan yang pernah aku hadapi, hanya Tuan Putri Yurika yang mampu memberikan tekanan yang lebih besar. Meski belum mengenalnya lama, instingku mengatakan, kemampuannya bersilat lidah sungguh menakutkan.

Di saat seperti ini, aku cukup bersyukur yang meminta menjadi istriku adalah Emir yang polos dan tidak pandai bersilat lidah. Kalau yang meminta menjadi istriku adalah Jeanne atau Tuan Putri Yurika, aku tidak yakin mampu menghadapinya.

"Tidak, hamba tidak memiliki maksud untuk menghina Tuan Putri Jeanne sama sekali. Sama sekali tidak, Tuan Putri, tapi, Lugalgin adalah..."

Bastion tidak meneruskan ucapannya. Meskipun rumor kalau keluarga Alhold menganggapku sebagai aib sudah beredar luas, kalangan keluarga Alhold masih tidak mengakuinya. Mereka melakukannya untuk melindungi nama baik mereka. Meskipun sebenarnya penolakan mereka sudah tidak berguna ketika Ninlil dan aku mengkonfirmasinya di pesta inaugurasi.

"Kalau kau mau melayangkan komplain atau keluhan, buktikan dirimu dengan menjadi juara battle royale. Saat ini, Lugalgin yang adalah juara battle royale, memiliki status yang lebih tinggi darimu. Pendapatnya lebih dihargai daripada pendapatmu."

"Kalau begitu, bagaimana kalau dia melawan mantan regal knightku, yang juga adalah juara battle royale?"

Tiba-tiba saja suara lain masuk ke ruangan ini.

Serius, padahal ruangan ini sudah dipesan untuk keperluan pribadi kami, tapi orang-orang bisa masuk seenaknya saja ke ruangan ini? Kalau begini, apa artinya memesan ruangan ini?

Bersambung

avataravatar
Next chapter