2 Ch 2 - Bertahan Hidup

"Tuan Putri Emir?"

Tuan Putri Emir, putri kerajaan ini yang juga adalah pelanggan setiaku, berdiri di depanku. Tidak, tidak berdiri. Kalau aku harus bilang, lebih tepatnya, tubuhnya sedikit merangkak, bersiap untuk menghindari serangan selanjutnya. Ah, kurasa itu tidak penting untuk sekarang.

"Maaf, kamu siapa?"

Ah, iya, aku mengenakan helm full face. Jadi normal kalau dia tidak mengenaliku.

"Ini saya, Lugalgin."

Aku melepaskan helmku untuk sesaat, menunjukkan wajah. Tuan Putri Emir adalah satu dari sedikit orang yang mengetahui nama asliku, jadi aku tidak memiliki masalah melepas helm dan menunjukkan wajah.

Tuan Putri Emir membuka mulutnya lebar-lebar ketika melihat wajahku.

"Lugalgin? Apa yang kamu lakukan di sini?"

Eh, kok dia tidak mengatakannya? Padahal aku berharap dia akan mengatakannya. Melihat rencanaku tidak terlalu mulus, aku kembali mengenakan helm.

"Maaf jika terkesan lancang, tapi seharusnya saya yang bertanya, Tuan Putri Emir. Saya sedang dalam perjalanan pulang ketika tiba-tiba jalan tol ini berubah menjadi medan perang!"

Sambil menjawab pertanyaannya, aku kembali menyalakan sepeda motor dan melaju, menjauh dari bawah lampu. Tuan Putri Emir juga melakukan hal yang sama. Tidak lama setelah kami pergi, tempatku berdiam sebelumnya hancur, dihantam oleh ledakan.

Tuan putri Emir kembali melepaskan tembakan dari lima kepala tank yang melayang. Dan seperti sebelumnya, beberapa ledakan di udara muncul.

"Ah, iya, maaf, kelihatannya kamu terseret. Tapi ini keadaan genting. Mata-mata dari kerajaan Mariander datang dan berusaha membunuhku."

"Berusaha membunuh Tuan Putri? Apakah mereka bermaksud memulai perang?"

Meski aku menggunakan sepeda motor untuk bergerak, Tuan Putri Emir mampu menyaingi kecepatanku. Sudah kuduga, selendang panjangnya pasti telah dicampur suatu material agar dia bisa mengendalikannya. Bukan hanya selendangnya, ada kemungkinan jaket, celana, dan juga sepatunya sudah dicampur dengan suatu material agar dia bisa mengendalikannya.

Sejauh pengertianku, Tuan Putri Emir adalah orang spesial dengan pengendalian utama silikon. Silikon, tergantung pencampurannya, mampu menjadi lentur seperti karet atau keras seperti batu. Bahkan, dari beberapa informasi yang kudapatkan, Tuan Putri Emir bisa mengubah sebuah kain menjadi pedang dengan kemampuan pengendaliannya, ini bukan kiasan. Jadi bisa disimpulkan kalau pakaian, selendang, dan laras tanknya, memiliki campuran silikon.

Tunggu dulu! Aku mulai keluar jalur. Daripada itu, seharusnya seorang Tuan Putri berada di istana menghabiskan hari-hari dengan penuh kemewahan dan kehidupan yang indah. Setidaknya itulah yang aku bayangkan.

Lalu, kenapa Tuan Putri ini berada di depanku dengan menggunakan pakaian militer? Apa benar dia adalah Tuan Putri Emir yang aku kenal? Bisa saja seseorang menyamar menjadi dirinya. Kalau seperti ini, maka sosok yang sedang menyerangnya adalah tentara kerajaan. Ya, bisa saja. Dan lagi, dia juga tidak mengatakannya saat melihat wajahku.

"Sebenarnya Bana'an dan Mariander sudah berada dalam perang dingin sejak beberapa dekade yang lalu. Informasi ini seharusnya rahasia tapi karena kamu sudah terlibat, kurasa kamu berhak tahu."

Woi, woi, woi, woi! Kalau rahasia kenapa bilang? Aku belum sepenuhnya terlibat kalau seandainya kamu tidak mengatakannya.

"Kalau boleh jujur, aku juga ingin segera mengakhiri mata-mata itu. Tapi sayangnya, dia jauh lebih kuat dari yang kuduga."

Dia terus mengeluarkan informasi yang tidak ingin kudengarkan sambil terus bergerak mengikutiku, menghindari ledakan yang terjadi.

Perempuan ini bodoh atau apa sih? Apa kamu benar-benar merasa menyesal karena sudah menyeretku ke dalam permasalahan ini? Kalau kamu menyesal, harusnya kamu tutup mulut dan segera bunuh mata-mata itu!

Aku tahu kalau Tuan Putri Emir memang tomboi, tapi tidak seekstrem ini juga. Aku semakin ragu kalau perempuan ini adalah Tuan Putri Emir.

"Maaf atas kelancangan saya, tapi daripada Tuan Putri Emir menyia-nyiakan waktu dengan memberi informasi pada saya, saya berharap Tuan Putri Emir segera membunuh mata-mata itu. Kalau begini terus, Tuan Putri Emir dan saya akan kehabisan tempat berpijak. Apa Tuan Putri Emir lupa kalau saya tidak punya pengendalian? Saya tidak bisa melayang."

"Ah, iya, aku lupa."

Oke, fix! Kamu bukan Tuan Putri Emir! Tuan putri Emir yang kukenal hampir tidak pernah melupakan detail-detail kecil semacam itu. Tidak, revisi, ini bukanlah detail kecil untukku.

Apa ini berarti orang yang menyerang kami adalah orang dari kerajaan? Kalau bekerja sama dengan 'Tuan Putri Emir' ini, ada kemungkinan aku dianggap bekerja sama dengan si penyusup istana. Namun, kalau penyerang itu memang orang kerajaan, maka dia teledor karena asal menyerang. Di sini ada warga sipil, rakyat jelata. Kalau aku tidak melawan, maka aku akan tewas.

Namun, kalau memang perempuan ini benar-benar Tuan Putri Emir, aku harus membantunya. Namun, sekali lagi, aku ragu dia adalah Tuan Putri Emir.

Baiklah! Saat ini, yang terpenting adalah aku bertahan hidup. Setelah itu, baru aku pikirkan bagaimana berurusan dengan perempuan yang mengaku sebagai 'Tuan Putri Emir' ini.

"Sekali laga saya meminta maaf kalau dianggap lancang. Namun, apakah Tuan Putri Emir bisa membuat orang itu mendekat?"

"Aku rasa itu mustahil. Dia terus menggunakan serangan dengan anak panah. Anak panahnya akan meledak ketika bersentuhan dengan sesuatu. Dan lagi, aku sendiri juga pengguna serangan jarak jauh, aku tidak memiliki keuntungan jika aku membuatnya mendekat."

"Kalau begitu, Apakah Tuan Putri Emir bisa memperlambat gerakan anak panahnya? Saya akan melakukan sesuatu agar anak panah itu tidak bisa digunakan."

"Hah? Apa yang akan kamu lakukan?"

"Akan sulit menjelaskannya. Namun saya berharap Tuan Putri Emir mempercayai saya. Saya memiliki rencana."

Normalnya, aku tidak akan berbicara dengan nada lantang seperti ini ketika aku berhadapan dengan keluarga kerajaan. Kalau aku melakukannya di depan umum, atau bahkan di depan satu bangsawan, aku pasti sudah dihukum cambuk atau bahkan mati. Namun, belum ada kepastian kalau perempuan ini benar-benar Tuan Putri Emir.

"Baiklah, biar kucoba."

Setelah mendapatkan konfirmasi dari 'Tuan Putri Emir', aku meraba bagian samping tangki sepeda motor dan mengambil sebuah pisau lipat kecil. Aku turun dari sepeda motor dan bergerak ke depan 'Tuan Putri Emir'.

"Apa yang kamu lakukan? Kamu bisa tewas."

"Tuan Putri Emir cukup memperlambat anak panahnya. Biar saya yang mengurus sisanya."

"Ba–baiklah."

Meskipun kedengarannya dia ragu dengan ucapanku, tapi saat ini, sang 'Tuan Putri Emir' tidak memiliki pilihan lain.

Aku melepas sarung tangan, memasukkannya dalam saku jaket, membuka pisau lipat, dan menyayat kedua telapak tanganku. Setelah membersihkan pisau dengan jaket, aku memasukkannya ke kantung jaket.

Aw, sakit juga ternyata. Normalnya, aku hanya melakukan ini dengan menyayat ujung jari. Aku hanya menyayat telapak tangan seperti sekarang kalau keadaan di luar kendali atau dugaan. Dan, sekarang adalah saat yang berada di luar kendali dan dugaan. Jadi, terpaksa aku melakukannya.

Aku melihat beberapa kilauan cahaya. Anak panah yang meluncur sedikit memantulkan cahaya lampu dari sekitar. Tampaknya, anak panah itu sudah melaju ke arah kami.

"Sekarang!"

"Baik!"

Setelah aku mengatakannya, sebuah dinding muncul di depan kami. Dia pasti menggunakan pengendaliannya untuk mengubah kepala tanknya menjadi dinding.

Bodoh! Kalau dinding mah hanya pelindung, bukan memperlambatnya.

Beberapa ledakan muncul dari balik dinding ini. Namun, tampaknya, dinding ini bukanlah dinding biasa. Setelah beberapa ledakan, terlihat beberapa anak panah menembus dinding ini. Kecepatannya berkurang drastis, seolah-olah dinding ini adalah sebuah agar-agar. Mungkin 'Tuan Putri Emir' ini tidak terlalu bodoh.

Dengan sigap, aku berlari dan meraih beberapa anak panah yang datang ke arah kami. Satu, dua, tiga, empat. Aku berhasil menangkap empat anak panah dan mengoleskan darahku. Aku belum sempat menangkap dua anak panah yang lain. Dua anak panah yang tersisa mengubah jalur, kembali ke pemiliknya. Dengan begini, dia hanya memiliki dua anak panah yang bisa digunakan.

Dari informasi 'Tuan Putri Emir', aku bisa menyimpulkan anak panah tersebut dibuat seperti rudal. Bagian yang meledak hanyalah pada ujung. Kapi kalau yang disentuh adalah bagian samping atau belakang, anak panahnya tidak akan meledak. Aku beruntung karena kesimpulanku tepat. Kalau salah, tanganku sudah terkena sebuah ledakan.

"Tuan Putri Emir, tolong angkat dindingnya agar saya bisa melihat reaksi lawan."

"Baik!"

Dinding ini terangkat dan memperlihatkan sebuah sosok melayang yang tidak terlalu jauh. Kini aku bisa melihatnya dengan jelas, seorang perempuan dengan rambut panjang hitam yang dikuncir. Matanya yang berwarna hijau memantulkan cahaya lampu dengan sempurna. Dia juga mengenakan pakaian ketat igni berwarna hitam dan hijau. Di atas igninya, dia mengenakan sebuah celana kargo panjang dan rompi militer dengan banyak saku.

Tunggu dulu, wajah itu, aku rasa mengenalnya.

"Il, Illuvia?"

Tanpa sadar, aku mengucapkan isi pikiranku. Wajahnya mirip dengan Illuvia. Benar – benar mirip. Namun, akhirnya, aku menemukan satu hal yang memastikan kalau dia bukanlah Illuvia. Meski tertutup oleh rompi militer yang tebal, terlihat sepasang gunung di dadanya. Illuvia hanyalah dataran, tidak ada pegunungan di dadanya.

Meski begitu, aku tidak bisa menyangkal kalau wajahnya sangat mirip dengan Illuvia, mungkin sedikit lebih tua. Ah, itu tidak penting sekarang.

Di kedua tanganku terdapat empat anak panah dengan panjang hampir satu meter. Daripada anak panah, benda ini lebih tepat disebut pasak. Atau tombak lembar, javelin? Ya, mulai sekarang aku akan menyebutnya sebagai tombak.

Tersisa dua tombak melayang di dekat perempuan itu. Kalau keenam tombak ini adalah senjatanya maka aku berada di atas angin. Namun, kalau seandainya di dalam saku celana perempuan itu terdapat banyak tombak kecil, mungkin bisa kubilang pasak, maka tamatlah aku. Aku tidak akan bisa menangkap semua pasak itu.

"Siapa kau? Apa yang sudah kau lakukan pada senjataku?"

Oh, tidak kukira dia yang memulai pembicaraan. Bagus, dengan begini, kemungkinan aku keluar hidup-hidup masih terbuka.

"Aku adalah salah satu agen Schneider di kerajaan ini," aku memulai bualanku. "Dan untuk apa yang kulakukan pada senjatamu, aku tidak punya kewajiban untuk menjawabmu, kan?"

Aku beruntung karena sudah mengenakan helm full face lagi, jadi dia tidak mengetahui wajahku. Setelah ini, aku harus ganti helm lagi. Kalau aku mengenakan helm ini lagi, bisa-bisa ada yang menyadari kalau sosok di balik helm ini adalah Lugalgin Alhold.

"Agen Schneider? Apa kau berharap aku percaya pada bualanmu? Aku tidak pernah melihat agen Schneider yang hanya mengenakan celana formal dan jaket kulit, bukan igni."

"Apa kau yakin aku tidak mengenakan igni?"

Aku mengeluarkan bualan terbaikku. Karena celana dan jaket kulit menutupi semua bagian tubuh, maka aku menunjukkan seolah-olah di bawahnya terpasang pakaian igni.

"Lebih baik kau mengkhawatirkan kondisimu. Apa kau pikir aku sendirian?"

Aku menekan nadaku dan membiarkan sebagian kecil aura haus darah keluar.

Perempuan itu memicingkan mata dan melihat ke sekitar, mencoba memastikan ucapanku. Tidak peduli sekeras apapun kau mencari, kau tidak akan menemukan mereka karena itu hanyalah bualan.

"Apa menurutmu tidak aneh? Seorang laki-laki muncul di tengah malam, di antara pertarungan kalian berdua, padahal sejauh mata memandang tidak terlihat satu pun orang sipil? Jawabannya adalah, kami sudah membuat barikade agak jauh dari sini, mencegah warga sipil memasuki tempat ini."

Bohong, bohong, bohong! Tentu saja tempat ini sepi. Jalan tol tempat kami berada saat ini berada di pinggir kota dengan legenda yang kental. Di sekitar jalan ini, banyak terjadi kecelakaan di masa lalu sehingga orang menjadi ragu kalau harus lewat sini. Sebenarnya, penyebab banyaknya kecelakaan yang terjadi adalah karena hail lain, bukan hal mistis. Terdapat kesalahan penempatan penerangan jalan yang membuat tikungan di tempat ini terlihat seperti jalan lurus. Dan aku berharap dia tidak mengetahui fakta ini, sangat berharap.

"Jadi kau mengatakan kalau ini sesuai rencanamu? Tapi tampaknya Tuan Putri di belakangmu tidak sependapat."

Tanpa perlu melihat, aku bisa menduga 'Tuan Putri Emir' pasti menunjukkan keterkejutannya terhadap ucapanku.

"Tentu saja dia tidak sependapat. Apa kau tidak tahu kalau kami, agen Schneider, hanya menerima perintah langsung dari Yang Mulia Paduka Raja dan hanya Yang Mulia Paduka Raja yang mengetahui apa yang kami lakukan. Bahkan, Permaisuri tidak mengetahui apapun soal aktivitas kami."

"Hmm...."

Dia masih terlihat ragu. Namun, ini mulai meyakinkan untukku.

"Lalu kenapa kau tidak membunuhku sekarang juga? Apakah ada alasan kenapa kau tidak melakukannya? Atau mungkin, kau tidak bisa? Apalagi mencoba mengulur waktu hingga selama ini." perempuan itu menyeringai.

Dia mencoba melawan bualanku. Hehe, mulai dari sini adalah pertarungan mental.

"Dan apa yang membuatmu berpikir kami tidak mampu melakukannya? Kami sudah melumpuhkan empat senjatamu. Kau bahkan tidak tahu bagaimana kami melakukannya, kan? Untuk alasan kenapa kami tidak membunuhmu sekarang juga, kami tidak punya kewajiban untuk menjawabnya."

Dia terus menatap mataku. Aku juga terus menatap matanya.

Secara sekilas, kondisi ini tidak menguntungkan baginya. Ada pihak yang tiba-tiba datang dan mampu melumpuhkan senjatanya. Dia tidak mengetahui bagaimana aku melumpuhkan senjatanya sehingga dia tidak berani mengambil keputusan.

Aku terus menatap matanya tanpa mengalihkan pandangan sama sekali. Jika aku mengalihkan atau melepaskan pandangan dari matanya, sebentar saja, dia akan sadar kalau aku hanya membual dan langsung menyerang.

"Baiklah, aku tidak tahu apa rencanamu melepaskanku, tapi aku akan menerima tawaranmu dan mundur."

Aku menang.

"Kalau kau berharap bisa menemukan persembunyianku dengan mengikutiku setelah ini, maka kau salah besar. Tuan putri," perempuan itu mengarahkan pandangannya ke orang di belakangku. "Malam ini kau beruntung."

Setelah mengatakan itu, perempuan itu melayang semakin tinggi dan tinggi hingga aku tidak mampu melihatnya lagi. Ucapannya benar. Kalau dia melayang cukup tinggi baru pergi ke satu arah, tidak peduli siapa pun yang ada di daratan, orang itu tidak akan bisa mengikutinya. Walaupun ada radar yang mendeteksi pergerakan di langit, aku ragu benda sebesar badan akan dideteksi oleh radar.

"Hahh," 'Tuan Putri Emir' menghela nafas. "Aku terselamatkan. Terima kasih ya Lugalgin. Aku tidak tahu kalau kamu adalah agen–eh?"

Aku langsung berbalik dan bergerak ke samping 'Tuan Putri Emir', membuatnya tidak mampu menyelesaikan kalimat karena terkejut. Aku membuang keempat tombak di tangan, menendang kakinya dari belakang, dan mencekik lehernya dengan tangan kiri. Begitu dia kehilangan keseimbangan, aku langsung menekan tubuhnya ke atas jalan beton dan duduk di atas tubuhnya. Kedua kakiku menahan kedua tangannya. Tangan kiri mencekik lehernya, memastikan tanganku melakukan kontak dengan kulit di lehernya yang tidak tertutup oleh Igni.

"Sekarang jawab pertanyaanku, Siapa kau?"

avataravatar
Next chapter