107 Arc 4 Ch 1 - Artileri

"Target sudah tampak. Mereka baru keluar dari gedung."

"Baik. Aku bersiap."

Aku berkonsentrasi, memunculkan gambar artileri di kepala. Tidak hanya gambar yang sudah jadi, tapi semua bagian mulai dari yang paling besar, selongsong, hingga yang paling kecil, baut. Sekuat tenaga, aku mengubah Krat yang telah siap di belakang kami. Dalam waktu singkat, empat artileri sudah berdiri tegak, siap memecahkan ketenangan dan kegelapan malam.

Di sekolah militer, aku memang diajari untuk mengoperasikan artileri. Namun, sebelum ini, aku tidak pernah mencoba membuatnya. Kenapa? Karena tank sudah lebih dari cukup.

Namun, menurut Lugalgin dan Inanna, di medan perang, artileri jauh lebih bisa diandalkan daripada tank. Kenapa? Karena jarak jangkau tank terlalu dekat, hanya beberapa kilometer. Dengan sudut tembakan yang rendah, setiap tembakan yang kulepaskan akan langsung memberi indikasi mengenai keberadaanku.

Di lain pihak, artileri memiliki jarak tembak hingga beberapa puluh kilometer. Yang satu beberapa, yang satu beberapa puluh. Beda satuan! Dengan jarak jangkau sejauh itu, aku bisa meledakkan siapa pun dan apapun dari kota sebelah tanpa perlu khawatir lawan mengetahui lokasiku. Apa ini berarti artileri adalah serangan efisienku? Yay! Akhirnya aku punya serangan efisien.

Untuk dapat membuat artileri dengan baik, Lugalgin mengantarku ke pangkalan militer terdekat dan membuatku membongkar, membersihkan, dan merakit ulang artileri, berkali-kali. Dia memilih tipe yang umum digunakan, yaitu Hoz-7. Karena aku sudah bisa membuat tank dari Krat, tidak membutuhkan waktu lama untuk bisa membuat artileri. Komponen dasarnya hampir sama. Lima hari sudah cukup.

Orang bilang aku berbakat, tapi aku menolaknya. Aku merasa cukup ahli dalam militer bukan karena berbakat, tapi karena hal ini adalah satu-satunya pelarian dari kehidupan keluarga kerajaan. Sejak kecil, aku tahu, dan mereka juga tahu, kalau aku tidak cocok menjadi bangsawan apalagi keluarga kerajaan. Namun, gelar karena keturunan tidak bisa dilepaskan begitu saja.

Akhirnya, daripada disuruh belajar tata krama dan cara berperilaku sebagai bangsawan, aku lebih memilih terjun di dunia militer. Jadi, aku ahli karena sudah melakukan semua ini sejak lama, sejak kecil. Aku sama sekali tidak berbakat.

Dan, Lugalgin menyadari hal ini. Dia tidak pernah mengatakan kalau aku berbakat di bidang militer. Menurut Lugalgin, aku sebenarnya memiliki bakat lain dan kebetulan militer membutuhkannya. Inanna juga sependapat dengan Lugalgin. Sayangnya, meski aku berkali-kali bertanya, mereka tidak pernah menjelaskan apa bakatku.

Yah, sudahlah.

"Emir, arah N45E, kemiringan 32."

"Baik."

Sesuai arahan Inanna, aku mulai memutar arah laras artileri. Arah N45E memberi indikasi sudut dari utara, North, sebesar 45 derajat ke arah timur, East. Untuk kemiringan, sudut dihitung dari permukaan datar. Walaupun tempat ini tidak datar, indikator sudut pada bagian samping memudahkanku mengatur sudut kemiringannya. Karena kami tidak mengincar jarak terjauh, Inanna tidak memberi sudut maksimal, yaitu 45 derajat.

Untuk dapat memutar dan bahkan memiringkan laras artileri, aku membutuhkan konsentrasi yang amat sangat tinggi. Kepalaku serasa ditekan dari semua arah, benar-benar sakit. Keringat pun mengalir di seluruh tubuh.

Di lain pihak, Inanna duduk rapi dan santai di depan artileri. Dia menggunakan laptop untuk memonitor gerakan target dan melakukan simulasi tembakan.

Karena Lugalgin adalah kepala intelijen, kami memiliki akses ke semua kamera keamanan di kerajaan ini. Aku sempat berharap kami bisa menemukan dan membersihkan tiga organisasi enam pilar dengan mudah karena mendapat akses ke setiap kamera keamanan. Namun, sayangnya, kamera keamanan setiap organisasi tidak terhubung ke internet.

Semua organisasi, termasuk Agade, memiliki server komputer yang berbeda untuk kamera keamanan dan internet. Jadi, kalau mau mengakses kamera keamanan, kami harus langsung masuk ke ruang keamanan dan meretas kameranya dari dalam, langsung menyambungkan kabelnya. Kalau begitu mah, sama saja bohong!

Target kali ini adalah beberapa orang yang dianggap cukup penting di Orion. Mereka sedang bertransaksi senjata dengan organisasi lain. Transaksi yang mereka lakukan hanyalah sebatas negosiasi harga dan waktu serah terima, tidak lebih.

Awalnya, kami berpikir untuk melakukan serangan saat serah terima senjata dilakukan, seperti ketika meringkus Agade palsu. Namun, Lugalgin berpendapat lain. Kalau kami menyerang saat itu, penjagaan mereka akan sangat ketat karena tahu akan diincar.

Di lain pihak, kalau hanya diskusi harga dan waktu, orang-orang organisasi akan melakukan pertemuan di tempat umum, dengan pengamanan minimal. Pertemuan di tempat umum, seperti restoran dan hotel, biasa dilakukan karena pasar gelap memiliki kode etik untuk tidak melibatkan orang non pasar gelap. Dengan kata lain, berusaha tidak menyeret warga sipil.

Kalau kami menyerang lawan, di tengah kota setelah pertemuan dan tanpa melukai atau menyeret warga sipil, sama seperti Lugalgin ingin pamer kekuasaan pada mereka dan seolah mengatakan, "aku bisa menyerang kalian kapan pun dimana pun tanpa menyeret warga sipil,". Jadi, menurut Lugalgin, terkadang mengirim pesan lebih penting daripada memberi kerugian pada lawan.

"Baiklah, mereka berada di rute jalan lurus panjang. Beberapa gang dan persimpangan sudah dikosongkan, memastikan waktu tiba mereka di zona tembakan. Emir, siap?"

"Siap!"

"Tunggu aba-abaku."

Aku menarik dan menahan nafas. Menunggu momen dari Inanna terasa sangat lama, seperti awal lomba lari yang menanti wasit meniup peluit. Padahal, seharusnya, aku hanya menunggu beberapa detik. Namun, mungkin karena adrenalin, beberapa detik ini terasa begitu lama.

"TEMBAK!"

"HAH!"

Aku berteriak, menghembuskan nafas, melepaskan tembakan, dan menutup telinga secara bersamaan.

Dar dar dar dar dar

Meski sudah ditutup dengan kedua tangan, suara ledakan dari empat laras artileri masih mampu mencapai gendang telinga. Aku melepaskan tembakan terus menerus, menanti aba-aba dari Inanna.

Inanna tampak normal, kedua tangan masih di depan laptop. Di kedua telinga, dia mengenakan headset dengan noise cancelling. Tampaknya, dia mencampur bagian besinya dengan timah untuk dikendalikan.

"Cukup!"

Aku menghentikan tembakan. Suara yang memekakkan telinga pun tidak terdengar lagi. Malam kembali sunyi di sini. Inanna melepaskan headset yang menutupi telinga, membiarkannya tergeletak begitu saja.

Alasan Inanna tidak menutup telingaku dengan headset berfitur noise cancelling adalah aku tidak tahu kapan dia akan memberi aba-aba. Kalau ada jeda waktu antara Inanna memberi aba-aba dan aku melepas tembakan gara-gara menunggu telingaku ditutup, tembakan berpotensi meleset.

"Bagaimana?"

"Sebentar,"

Karena jarak kami cukup jauh, butuh waktu beberapa belas detik untuk serangannya mencapai lawan. Hal ini berbeda ketika aku mengendalikan turret tank yang tidak butuh lima detik hingga peluru mencapai lawan.

Eh, tunggu dulu. Kalau kecepatan peluru artileri lebih tinggi daripada tank, bagaimana kalau aku juga menggunakan artileri untuk bertarung jarak dekat? Ung, mungkin tidak. Pada jarak dekat, peluru tank dan artileri mungkin hanya memiliki perbedaan waktu kurang dari 1 detik untuk mencapai lawan. Jadi, mungkin ini bukan ide yang bagus. Ditambah lagi, aku tidak yakin bisa membuat artileri seberat dan sekompleks ini melayang.

"HIT! Target berhasil diledakkan!"

"Yeay!"

Aku mendekat ke Inanna, melihat ke layar laptop. Di layar, terlihat video berisi sisa mobil dan jalanan yang berlubang. Seolah ingin menghiburku, Inanna membagi layar laptop menjadi dua, sisi kanan untuk kondisi saat ini dan sisi kiri untuk menampilkan beberapa saat sebelumnya.

Aku fokus pada sisi kiri layar. Di situ, tambak tiga buah mobil berjalan iring-iringan. Tidak lama kemudian, tiba-tiba ledakan muncul. Ledakan itu muncul terlalu cepat. Bahkan, mobil-mobil itu tidak sempat berbelok atau melakukan manuver menghindar sama sekali, seolah-olah ledakannya berasal dari dalam mobil. Seranganku benar-benar di luar radar dan di luar jangkauan.

Sementara aku menonton video, Inanna mengambil mikrofon yang terhubung dengan laptop dan membuat panggilan.

"Halo, misi sudah selesai. Kalian bisa jemput kami."

"Siap!"

"Siap!"

"Siap!"

Suara demi suara terdengar dari sepiker laptop. Kami mendengarnya satu per satu.

Tentu saja kami tidak melakukan misi ini sendirian. Banyak anggota non elite Agade berjaga, membuat perimeter dan mensterilkan area, memastikan tidak ada warga sipil yang mendekat. Selain itu, mereka juga berjaga agar tidak ada musuh yang menyerang ketika aku dan Inanna fokus pada artileri.

Namun, tampaknya, tidak semua musuh berhasil dihalau. Baru saja, terdengar satu orang merespon hampir bersamaan dengan yang lain. Orang luar Agade tidak akan menyadarinya. Namun, bagi anggota Agade, mereka akan sadar kalau ada musuh berusaha menyelinap.

Standar operasional yang dilakukan adalah respon dilakukan secara bergantian. Urutan merespon diubah setiap misi, mencegah musuh mengetahuinya. Kalau ada yang terlalu cepat atau terlalu lambat, sehingga menyebabkan respon muncul bersamaan atau hampir bersamaan, maka bisa dipastikan ada yang menyusup.

"Emir, masih bisa bertarung?"

"Tentu saja!"

Aku mengubah sebagian dari Krat menjadi sarung tangan besi. Sarung tangan ini memiliki cakar yang bisa ditarik. Jadi, aku bisa menentukan kapan harus menggunakan serangan cakar atau tinju. Krat yang tersisa menjadi tujuh turret tank.

Inanna juga bersiap. Dia mengirim beberapa proyektil kecil ke udara. Kemudian, dia mengubah dua proyektil panjang menjadi pedang katana sepanjang 1,2 meter.

Dengan proyektil eksplosif dan turret tank di udara, Inanna dan aku sudah siap menyambut lawan, baik serangan jarak dekat maupun jarak jauh.

Dalam waktu singkat, sebuah cahaya muncul dari kegelapan, memantulkan sinar bulan yang tidak sepenuhnya muncul di langit.

***

Semangat, Emir, Inanna! Aku mendukung kalian sekuat tenaga!

Ketika melihat Emir dan Inanna yang bertarung melalui video smartphone, tidak mungkin aku diam begitu saja. Yah, meski secara praktik aku diam, tapi kepala ini ingin berteriak dan memberi dukungan pada mereka. Aku bisa melihat Inanna dan Emir karena pada pakaian mereka berdua terpasang kamera yang hanya bisa diakses melalui smartphoneku.

Saat ini, aku berada di dalam mobil bersama Permaisuri Rahayu. Tentu saja, dia masih mengenakan gips untuk menyangga tangan kirinya yang patah. Karena perban dan luka di tubuhnya, Permaisuri tidak mengenakan gaun dengan tingkat eksposur tinggi. Dia mengenakan gaun yang tertutup. Hanya leher ke atas yang tidak tertutup.

Warna putih dan garis kuning gaun Permaisuri Rahayu menonjolkan rambut merah mudanya yang dikepang samping. Kulit putih saljunya seolah menyatu dengan gaun, seolah dia tidak mengenakan sehelai kain pun di atas tubuhnya. Tidak! Lebih tepatnya, seolah gaun yang dia kenakan menyatu dengan kulitnya.

Ketika aku melihat Permaisuri Rahayu yang begitu cantik dan menawan, tidak salah kalau Yurika dan Emir juga cantik dan menawan. Namun, aura dan wibawa wanita dewasa yang dipancarkan oleh Permaisuri Rahayu benar-benar membuat Yurika dan Emir tertinggal jauh. Kalau mereka bertiga di satu ruangan yang sama, aku berani menjamin semua mata lelaki akan tertuju pada Permaisuri Rahayu.

"Lugalgin, kalau kamu melihatku terus, aku jadi malu."

Bibir merah dan basah itu memberi sebuah senyum tipis yang begitu menggoda. Kalau belum menjadi calon suami Inanna dan Emir, mungkin aku sudah tergoda olehnya.

Ah, tentu saja, selain Emir dan Inanna, ada alasan lain kenapa aku tidak akan tergoda oleh Permaisuri Rahayu. Maksudku, kalau sudah mengenal dan mengetahui kepribadian Permaisuri Rahayu yang sesungguhnya, kamu tidak akan jatuh hati padanya. Yang akan terbersit pada pikiranmu adalah "ular" atau "rubah" atau sebutkan saja hewan berbisa dan berkedok dari semua cerita rakyat.

Akting dan kedok yang dibangun Permaisuri Rahayu benar-benar sangat sempurna. Dan, mungkin, aku tidak akan mengetahuinya kalau Emir tidak mengajukan ide kudeta ini. Bahkan, yang menyarankan agar aku melukai dan mematahkan tangan kirinya adalah Permaisuri Rahayu sendiri. Permaisuri Rahayu ingin memastikan kalau semua orang berpikir dia benar-benar korban.

Yah, sudahlah. Aku mengabaikan ucapan Permaisuri Rahayu yang sebelumnya, membawa topik baru.

"Kita akan tiba beberapa menit lagi. Tolong bersiap."

"Ahaha, kalau diabaikan, aku malah semakin ingin menggodamu."

"Kamu adalah calon mertuaku. Bisa tolong jangan lakukan hal yang aneh-aneh? Aku tidak mau tahu bagaimana reaksi Emir kalau tahu calon suaminya digoda oleh ibunya sendiri."

"Uhuhum,"

Fuck! Bahkan tawanya terasa begitu khas dan menggoda! Perempuan ini memang berniat menggodaku, calon menantunya, atau apa sih?"

Akhirnya, waktu menyelamatkanku. Mobil terhenti dan aku keluar terlebih dahulu. Dengan cepat, aku berpindah ke sisi kiri mobil dan membuka pintu untuk Permaisuri Rahayu.

Ketika pintu mobil dibuka, sosok Permaisuri Rahayu yang terus menggodaku menghilang. Kini yang berdiri di depanku adalah sosok seorang Permaisuri. Wajahnya tampak begitu tegar. Namun, matanya terlihat sedikit berkaca-kaca, menunjukkan kesedihan yang tersirat secara samar-samar. Penampilan yang ditunjukkan memberi kesan seorang yang sedang bersedih tapi berusaha berdiri tegak.

Aku menjulurkan tangan, memberikan gestur agar Permaisuri Rahayu menerima tanganku dan turun dari mobil. Di depanku, kini, berdiri seorang Permaisuri yang berusaha sebaik mungkin mengisi kekuasaan seorang Raja yang telah meninggal.

Kami disambut oleh karpet merah dan kerumunan orang. Warga maupun wartawan berkumpul. Mereka ditahan oleh dinding betis militer Mariander.

"Permaisuri Rahayu! Semangat!"

"Permaisuri Rahayu! Yang Tegar! Anda pasti bisa melalui semua cobaan ini!"

Pujian demi pujian yang ditujukan ke Permaisuri Rahayu terus terdengar. Mereka benar-benar mendukung Permaisuri Rahayu yang telah "kehilangan" suaminya, Raja Fahren.

Kami berjalan melalui semua sorak-sorai dan blitz kamera. Sementara aku berjalan dengan tegap dan pandangan tajam, layaknya pengawal, Permaisuri berjalan normal sambil sedikit melambaikan tangan dan menunjukkan senyum simpul.

Sekarang adalah kedua kalinya aku mendatangi tempat ini. Hotel yang selalu digunakan untuk menerima tamu luar negeri sekaligus konferensi pers. Mariander tidak pernah membawa tamu luar negeri ke kantor pemerintah untuk pertemuan karena mereka memiliki kebijakan kantor pemerintah hanya untuk urusan dalam negeri. Kalaupun ada tamu luar negeri diundang ke kantor pemerintah, hanya sekedar kunjungan, tidak untuk pertemuan.

Setelah melewati pintu, kami disambut oleh kerumunan lagi. Yang membedakan adalah, di ujung karpet tampak seorang laki-laki berambut pirang dengan potongan pendek berdiri. Laki-laki itu mengenakan pakaian putih dengan motif garis hitam penuh dengan dekorasi. Namun, yang menjelaskan posisi dan identitas sosok itu adalah jubah merah kerajaan dan mahkotanya.

Salah satu orang yang menyambut kami di ujung karpet adalah Raja Mariander, Arid Kai Behequem. Satu dari dua orang yang ingin menjadikanku Raja.

Bersambung

===========================================================

Halo semuanya.

Karena mengenai Author yang sempat sakit dan tidak update sudah dibahas di bagian awal, jadi, bagian akhir akan menjadi seperti biasa. di bagian akhir ini, Author ingin melakukan endorse pada artist yang gambarnya author jadikan cover, yaitu 千夜 / QYS3.

Kalau kalian membaca di komputer, di bagian bawah, di bawah tombol vote, ada tombol external link yang akan mengantar kalian ke page pixiv artistnya. Author akan berterima kasih kalau kalian press like di pixiv atau bahkan love.

Kalau kalian membaca lewat app, kalian bisa ke page conversation author. pada pinned post, author akan post link pixiv artistnya. Bisa banget dibuka pixiv pagenya, lalu like gambar-gambar yang ada di galeri. Atau bisa juga kalian search twitternya. User Id artisnya @QYSThree

Dan, ini ada sebuah endcard dari pokarii, sebuah ucapan terima kasih dari Emir dan Inanna

avataravatar
Next chapter