37 Arc 3 Ch 7 - Ya atau Tidak

"Tampaknya, bukan hanya agen schneidernya yang tidak kompeten. Raja yang menyimpulkan kalau aku adalah pedagang kelas teri pun juga sama tidak kompetennya."

Aku memberi respon enteng.

"Aku tanya sekali lagi, siapa kamu?"

Fahren meninggikan nadanya. Saat itu juga, beberapa orang dengan senjata jarak dekat, pistol, dan sub-machine gun muncul, mengelilingi kami.

Aku, yang masih duduk santai, melihat ke sekitar. Total ada sepuluh orang yang muncul.

"Bisa kita akhiri saja pembicaraan mengenai identitasku?" Aku meletakkan dokumen di tangan kembali ke meja. "Intinya, aku kembalikan dokumen ini padamu karena ini bukanlah dokumen yang kuinginkan."

Raja Fahren terdiam dan melihat ke dokumen di atas meja. Dia beberapa kali mengganti pandangan antara dokumen dan aku.

Tiba-tiba saja, tanpa aba-aba, Emir dan Inanna sudah berdiri di sampingku. Emir menodongkan pistol sedangkan Inanna sudah membuat beberapa peluru pistol melayang.

"Apa kau baik-baik saja, Lugalgin?"

"Ayah belum melakukan apa-apa, kan?"

Inanna dan Emir menanyaiku bergantian.

Belum sempat aku menjawab, Permaisuri Rahayu dan Putri Yurika sudah muncul.

"Sayang, ada apa? Kenapa semua tentara ini muncul?"

"Eh?"

Tiba-tiba, Raja Fahren melihat ke sekitar. Keringat mengalir di pelipisnya. Tampaknya, dia termakan emosinya.

"Maaf, semuanya. Aku tidak sengaja meninggikan suara. Kalian bisa pergi."

"SIAP!"

Dalam waktu singkat, tentara yang mengelilingi kami sudah pergi. Kini, keadaan sudah kembali normal.

"Kalian juga. Emir, Inanna, turunkan senjata kalian."

Emir dan Inanna menuruti ucapanku. Mereka kembali meletakkan pistol dan peluru yang sudah dikeluarkan kembali ke dalam tas selempang.

"Jadi, kembali ke masalah utama." Aku mencoba menyetir perbincangan. "Raja Fahren, aku mengembalikan dokumen ini karena ini bukan dokumen yang kuinginkan."

"Hmm...."

Raja Fahren berjalan mendekat. Dia mengambil dan melihat baik-baik dokumen yang ada di atas meja.

"Lalu, apa yang akan kamu lakukan setelah mendapatkan dokumen itu? Jangan bilang kamu berencana membeli kembali mereka semua dan mengembalikan mereka ke masyarakat?"

"Antara ya dan tidak. Kau tidak perlu mengetahuinya."

Tiba-tiba saja, aku melihat sebuah senyum di wajah raja ini. Aku yakin sesuatu yang konyol, dan merepotkanku, terlintas di kepala laki-laki ini.

Raja Fahren kembali duduk, melihat ke arah Emir. "Jadi, Emir, apa kamu memutuskan untuk berada di pihak Lugalgin? Apa kamu sadar kalau aku bisa saja memaksamu menjadi putri kembali hanya dengan sebuah titah?"

Emir melihat ke arahku.

Aku pun melihat ke arah Emir. Dia tidak mengatakan apapun. Dia hanya melihat ke arahku dan mengangguk.

"Maafkan aku, ayah. Tapi aku memutuskan untuk bersama Lugalgin."

Raja ini masih belum menghilangkan senyumnya padahal dia baru mendengar putrinya lebih memilihku daripada dirinya.

"Raja Fahren, apa yang ada di benak pikiranmu?"

"Lugalgin," Raja Fahren menjawab. "Aku resmi menjadikanmu sebagai penanggung jawab dan pemimpin intelijen kerajaan. Dengan kata lain, agen schneider akan menjadi bawahanku dan bawahanmu."

"Hah?"

Aku sontak meninggikan suaraku. Bukan hanya instruktur, tapi penanggung jawab dan pemimpin? Tawaran ini jauh lebih merepotkan dari sebelumnya.

"Sebelum kamu menolak, biar aku jelaskan keuntungan yang akan kamu dapat."

Sebelum aku protes, Raja Fahren sudah mencoba menggoda dengan keuntungan. Dia sudah menebak tabiat dan kebiasaanku.

Beberapa tentara datang. Mereka membawa kursi untuk Permaisuri Rahayu dan yang lain. Setelah selesai, mereka pun para tentara itu kembali menghilang dari pandangan. Jadi, sekarang, ada enam orang terlibat dalam perbincangan di teras ini.

"Aku tidak akan menanyakan identitasmu di pasar gelap. Yang jelas, kamu memiliki kuasa dan kekuatan yang besar."

"Langsung saja," Aku memotong ucapan Raja Fahren.

"Baik, baik. Kalau kamu menerima tawaran ini, kamu sadar kan kalau kamu akan memiliki kewenangan dan hak untuk memasukkan orang lain sebagai instruktur maupun agen schneider? Kalau kamu hanya instruktur, akan sulit bagimu memasukkan orang lain."

Yup, sesuai ucapannya. Kalau aku menjadi penanggung jawab sekaligus pemimpin, akan sangat mudah bagiku untuk memasukkan orang yang kukenal. Kalau benar begitu, aku bisa memasukkan mereka dengan mudah.

Bahkan, ke depannya, dengan orang-orang intelijen adalah orangku, maka sama saja aku menguasai seluruh agen schneider. Dengan demikian, bisa saja agen schneider akan lebih loyal padaku, bukan pada Raja. Tapi, kalau begitu.

"Dengan demikian, ke depannya, agen schneider akan lebih loyal padaku daripada kepadamu."

"Eh?"

Permaisuri Rahayu dan Putri Yurika terkejut dengan kesimpulanku.

Aku melanjutkan, "Dengan demikian, di masa depan, kau bisa mengatakan 'Lugalgin telah menunjukkan pencapaian yang baik dengan kembali menyeimbangkan kestabilan antara kerajaan dan pasar gelap. Dan lagi, agen schneider lebih loyal padanya. Ditambah dengan dia sudah menikahi putriku dan putri kerajaan Mariander, dia sudah mendapatkan pencapaian yang lebih tinggi dari semua putraku. Aku berpikir untuk menjadikannya Raja.'."

Fahren, masih dengan senyum menempel, merespon. "Kamu benar-benar tahu apa yang akan ada di pikiranku. Ditambah lagi, kalau kamu menjadi pemimpin intelijen kerajaan, kamu bisa memilih bisnis mana di pasar gelap yang akan kamu gerebek dan biarkan."

Jujur, keuntungan dari menjadi pemimpin intelijen negara sangat lah besar. Tapi, kalau aku menurutinya begitu saja, ada kemungkinan aku akan menjadi raja kerajaan ini. Dan, menjadi raja berarti mengekang hidupku dengan gaya hidup raja. Aku harus mengatur kerajaan ini, dari bawah sampai atas. Belum lagi, setelah itu, aku tidak bisa lagi keluar semaunya.

Kalau begitu–

"Gin,"

"Ya, Emir?"

"Kamu pasti berpikir dengan jaringan agen schneider, kamu bisa mencari kandidat raja lain, dan lalu menjadikan orang itu sebagai raja boneka. Iya kan?"

Aku terdiam. Terkadang, pikiran Emir cukup tajam.

"Inanna, menurutmu bagaimana?"

"Menurutku, itu adalah rencana terbaik. Maksudku, kalau Lugalgin terus menerus menolak tawaran Yang Mulia Raja Fahren, maka tawaran, atau jebakan lain. akan terus datang. Bukan hanya Yang Mulia Raja Fahren, bahkan bisa saja ayahku juga mulai ambil peran."

"Ah, kalau Raja Mariander ikut campur, kita akan semakin kerepotan. Kalau Lugalgin menolaknya, hal ini akan menjadi masalah internasional."

"Ketika hal itu terjadi, hubungan Mariander dan Bana'an pasti menjadi buruk. Kalau itu terjadi, aku khawatir ibu dan Ninshubur akan dipanggil kembali ke Mariander."

"Ah, iya juga ya. Ah, repot juga ya."

Inanna dan Emir terus berbicara dengan aku di antara mereka, seolah-olah aku tidak ada di sini. Aku penasaran, sejak kapan mereka sudah sedekat ini? Padahal, beberapa hari yang lalu, ketika Jeanne berkunjung, Emir masih protes dengan Inanna yang duduk di sebelahku. Apa terjadi sesuatu di antara mereka? Tapi, aku tidak yakin.

"Sejak kapan kalian seakrab ini?"

"Eh? Apa maksudmu? Bukankah kami memang sudah akrab. Iya kan Inanna?"

"Iya, Emir benar. Kami kan memang sudah akrab."

Aku melihat ke kanan, ke arah Inanna. Dia tersenyum tanpa ada kerutan sama sekali. Sebuah senyum tulus seolah-olah tanpa paksaan atau kebohongan.

Aku melihat ke kiri, ke arah Emir. Dia juga tersenyum, tapi aku bisa melihat sedikit kerut di ujung bibir dan pelipis. Dia sudah berkembang cukup drastis. Tampaknya, dia sudah bisa berbohong lebih baik. Sayangnya, dia masih belum mampu melihat ke mataku. Dia melihat ke arah lain, entah ke kening atau pipiku.

"Inanna," Aku meletakkan tanganku di bahu Inanna, dengan mata masih melihat ke Emir. "Aku tidak ingin ada kebohongan."

Di saat itu, aku bisa merasakan bahu Inanna bergetar. Kalau aku tidak memegang bahu Inanna, pasti aku tidak bisa tahu kalau tubuhnya bergetar.

Inanna adalah perempuan yang penurut. Kalau aku mempertegas ucapanku, dia akan langsung ragu.

"Ma, maaf."

Inanna meminta maaf dengan cepat.

"Dan Emir, kamu masih belum cukup baik. Matamu masih tidak bisa melihat ke mataku. Jadi, aku masih tahu kalau kamu berbohong."

"Hahaha,"

Berbeda dengan Inanna yang meminta maaf, Emir hanya tersenyum sambil mengusap kepalanya.

"Yang membuatku lebih terkejut adalah, tampaknya, kalian sudah setuju tanpa ada perbincangan terlebih dahulu. Aku lupa kalau kalian sama-sama mantan tuan putri yang tidak menyukai posisi tersebut. Jadi, tidak heran kalau kalian memiliki pendapat yang sama."

"Gin," Inanna memanggilku. "Tapi, itulah pendapatku. Kalau kamu terus menolak, justru kita sendiri yang akan kerepotan karena Bana'an dan Mariander pasti akan memaksamu."

"Inanna benar, Gin. Dan, menurutku, kalau kamu benar-benar berniat mencari raja boneka, maka rencana itu adalah rencana terbaik. Dengan begitu, kamu masih bisa mengatur kerajaan tanpa perlu mengurus semua hal-hal yang merepotkan. Dan, kami tidak perlu menjadi tuan putri lagi."

Tampaknya, keinginan mereka untuk tidak menjadi tuan putri sangat kuat.

"Bagaimana, Lugalgin? Tampaknya, kedua calon istrimu sudah setuju. Apa kamu mau mengecewakan mereka?"

Dan, akhirnya, Raja ini kembali berbicara.

Aku tidak merespon mereka. Aku menyandarkan punggung, menutup mata. Semua ucapan mereka memang benar. Dan, aku juga berpendapat seperti itu. Tapi, entahlah. Entah kenapa aku sama sekali tidak mau menerima pekerjaan ini. Menerima pekerjaan langsung dari Raja, dan menjadi bagian dari kerajaan ini.

Entahlah.

"Gin,"

Sebuah suara yang tidak aku duga akan muncul memanggil. Aku membuka mataku, melihat ke arah sosok yang memanggilku, Permaisuri Rahayu.

"Apa kamu memiliki dendam pada kerajaan ini?"

Di saat itu, aku merasa tubuhku tersentak. Bukan hanya tubuhku, bahkan pikiranku terasa tersentak. Normalnya, aku akan menolak ucapan Permaisuri Rahayu dan mencari jawaban lain. Tapi, kali ini, entah kenapa, sulit bagiku untuk menolak ucapan Permaisuri Rahayu.

"Dan, tampaknya," Permaisuri Rahayu melanjutkan. "Dendammu pada kerajaan ini jauh lebih besar dibandingkan dendammu pada Keluarga Alhold."

Keluarga Alhold? Hahaha, aku sama sekali tidak menaruh dendam pada mereka. Bahkan, aku tidak peduli dengan orang-orang itu. Dan, aku juga tidak mau membuang waktu dengan mereka.

Tapi, kalau terhadap kerajaan ini, apakah aku memiliki dendam? Aku tidak ingin mengakuinya. Sama sekali tidak ingin mengakuinya. Aku ingin menganggap semua itu sudah selesai.

Tapi, tampaknya, aku harus mengakui kalau aku masih memiliki dendam pada kerajaan ini.

"Apakah tampak sejelas itu, Wahai Permaisuri Rahayu?"

Permaisuri Rahayu menggeleng. "Tidak. Normalnya, Fahren, dan orang-orang ini, hanya akan berpikir kamu keras kepala meskipun sudah memiliki keuntungan yang sangat besar. Namun, ketika melihatmu, entah kenapa, aku merasakan kemarahan. Kamu tidak lagi melihat untung dan ruginya, hanya marah."

Aku terdiam sejenak. Tampaknya insting Permaisuri Rahayu jauh lebih tajam dari semua orang di tempat ini.

"Lugalgin,"

Tiba-tiba saja, Permaisuri Rahayu merendahkan diri dan berlutut di hadapanku.

Aku sontak langsung berdiri dan melangkah mundur. Normalnya, aku akan langsung turun dan membuat Permaisuri Rahayu berdiri kembali. Hal itu adalah hal yang selayaknya dilakukan ketika keluarga kerajaan berlutut di depanmu. Jika kami melakukannya, gestur kami menandakan kepercayaan yang amat sangat besar telah tercipta antara keluarga kerajaan dan orang tersebut.

Namun, aku justru mundur. Kenapa? Karena Permaisuri Rahayu berlutut bukan untuk menunjukkan kepercayaan, melainkan untuk meminta maaf. Seolah-olah dia bersiap untuk memberikan tubuh dan hidupnya hanya untuk mendapatkan maafku.

"Aku tidak tahu kesalahan apa yang telah diperbuat oleh Kerajaan ini padamu. Tapi, kalau dengan memberikan hidupku padamu, aku bisa meredam kemarahanmu terhadap kerajaan ini, maka pengorbanan ini bukanlah hal yang berarti."

"Ibu–"

"Jangan menyela, Yurika," Permaisuri Rahayu menghentikan Putri Yurika sebelum mengatakan sesuatu.

Bukan hanya Putri Yurika, Emir dan Inanna juga akan membuat Permaisuri berdiri kembali. Namun, Permaisuri Rahayu tidak membiarkannya.

"Ke," aku berusaha mengeluarkan sebuah kalimat. Hanya untuk mengatakannya, aku merasa mulutku begitu susah digerakkan, seolah-olah aku berusaha membuka mulutku yang sudah dijahit. "Kenapa kamu rela mengorbankan hidupmu? Kalau aku tidak ragu, bisa saja aku sudah mencabut nyawamu sekarang juga."

Ketika mendengar ucapanku, Putri Yurika dan Emir langsung melihat ke arahku. Mereka tidak melepaskan pandangan dariku. Bahkan, aku bisa merasakan aura membunuh dan haus darah mulai memancar dari mereka.

"Aku khawatir," Permaisuri Rahayu menjawab. "Suatu saat nanti, bisa saja kamu tidak dapat menahan dendam itu lagi dan mengarahkannya pada Emir. Meskipun Emir bukanlah putri lagi, dan dia mungkin tidak ada hubungannya dengan dendammu, tapi dia tetaplah mantan tuan putri. Dia adalah bagian dari kerajaan yang tampaknya telah berbuat salah padamu. Aku tidak mau hal itu terjadi. Aku meminta maaf padamu sebagai ibu dari Emir dan Permaisuri Kerajaan Bana'an."

Aku mencoba menarik nafas dalam, memejamkan mata, memastikan pikiranku berjalan normal.

Setelah beberapa kali menarik nafas dalam-dalam, aku kembali membuka mataku. Aku masih bisa merasakan aura membunuh dan haus darah dari Putri Yurika dan Emir. Ya, aku tidak menyalahkan mereka.

"Permaisuri Rahayu, kalau hanya dengan membunuhmu aku dapat melampiaskan semua dendamku, aku sudah melakukannya sejak dulu. Kau terlalu memandang tinggi harga hidupmu."

"G-Gin..." Emir memanggilku pelan.

Perlahan, aku bisa merasakan aura membunuh dan haus darah Emir dan Putri Yurika meredam. Tampaknya mereka mulai berpikir kalau aku tidak akan membunuh ibu mereka.

Benar-benar. Semua orang, seenaknya sendiri saja.

Aku melihat ke arah Raja Fahren, "Setelah memberiku posisi penanggung jawab dan pemimpin intelijen kerajaan, aku akan melakukan semua yang dikatakan oleh Emir dan Inanna. Kamu tidak memiliki masalah dengan itu semua?"

"Tentu saja aku memiliki masalah," Fahren merespon.

"AYAH!"

Emir dan Putri Yurika sedikit meninggikan nadanya. Mereka pasti khawatir ayahnya memperburuk keadaan.

"Tapi, aku tidak akan memiliki masalah kalau kamu menjadikan keluarga Alhold lain sebagai raja bonekamu. Dan, yang aku maksud keluarga Alhold adalah inkompeten sepertimu, bukan keluarga Alhold yang saat ini berdiri."

"Kalau kamu memberiku syarat, aku pun memberi satu syarat. Kalau aku menjadi penanggung jawab dan pemimpin intelijen Kerajaan, aku tidak mau kamu mempertanyakan semua keputusanku."

"Tentu saja." Raja Fahren menjawab dengan cepat, tanpa keraguan sedikit pun.

Akhirnya, aku bisa merasakan atmosfer menjadi lebih ringan. Angin pun kembali berembus pelan.

"Sebelum itu, aku mau kamu memperbaiki dokumen itu. Aku baru akan menerima posisi itu secara resmi kalau aku mendapatkan dokumen yang aku mau."

Bersambung

============================================================

Halo Semuanya. Pada bagian akhir ini, author ingin melakukan endorse pada artist yang gambarnya author jadikan cover, yaitu 千夜QYS3.

Kalau kalian membaca di komputer, di bagian bawah, di bawah tombol vote, ada tombol external link yang akan mengantar kalian ke page pixiv artistnya. Author akan berterima kasih kalau kalian press like di pixiv atau bahkan love.

Kalau kalian membaca lewat app, kalian bisa ke page conversation author. pada pinned post, author akan post link pixiv artistnya. Bisa banget dibuka pixiv pagenya, lalu like gambar-gambar yang ada di galeri.

Terima kasih :)

avataravatar
Next chapter