46 Arc 3 Ch 15 - Agade pt 3

Di saat itu, belum ada sehari setelah Lacuna menyampaikan target pembersihan selanjutnya, Mulisu murung. Bahkan dia sempat menangis, merengek, tidak mau Agade menjadi target pembersihan, tapi juga tidak mau menjadi musuh Lacuna. Aku bahkan harus merengkuhnya hanya untuk menenangkannya. Benar-benar merepotkan.

"Mau bagaimana lagi? Kamu tahu sendiri kan kemampuan bertarung Lacuna?"

Ya, aku tidak menyalahkan keraguannya, sih. Aku sendiri juga sempat ragu akan bisa menang melawan Lacuna atau tidak.

Di saat itu, aku melihat Inanna dan Emir memandang tajam ke arah Mulisu.

"Eh? Kenapa? Aku tidak ada apa-apa kok dengan Lugalgin, sumpah deh..."

Kembali ke cerita. Intinya, aku dan Mulisu memutuskan untuk mempertahankan Agade. Berarti, tentu saja kami harus melawan Lacuna.

Meskipun anggota Agade sudah memiliki cukup pengalaman, tapi terlalu awal untuk mereka berhadapan dengan Lacuna dan Ukin. Jadi, aku membuat rencana, untuk menjebak Lacuna dan Ukin, tanpa melibatkan mereka semua.

Sebelum melakukan pembersihan, tugas mencari informasi selalu digilir. Aku selalu bertugas setelah Mulisu. Dan, kebetulan, saat itu adalah tugasku mengumpulkan informasi.

Aku memberi informasi kalau dua orang anggota Agade, Sarru dan Kinum, selalu bertemu pada satu gedung apartemen setengah jadi pada hari dan jam yang sama.

Di hari yang telah ditentukan, aku tentukan, kami pun bergerak, bermaksud melakukan pembersihan. Seperti biasa, Lacuna bersama dengan Ukin dan aku bersama dengan Mulisu. Rencananya adalah aku menghadapi Lacuna dan Mulisu menghadapi Ukin.

"Apa saat itu kamu berpikir bisa mengalahkan Lacuna, Gin?"

Tidak. Tentu saja tidak. Kalau bertarung terang-terangan, aku tidak memiliki kemungkinan menang. Kalau menggunakan akal bulus dan strategi, aku mungkin bisa memaksa Lacuna untuk bernegosiasi. Lebih tepatnya, memaksa Lacuna untuk menuruti semua syarat negosiasiku.

Untuk Mulisu melawan Ukin, Mulisu mungkin lebih lemah dari Ukin, tapi setidaknya dia lebih ahli dalam menggunakan strategi dan bergerilya. Ya, tidak seahli aku sih.

"Iya, iya, Lugalgin adalah master strategi dan gerilya."

Mulisu menyela cerita.

"Hahaha, kamu bilang aku master?Kamu tahu sendiri guru kita, Lacuna, seperti apa."

"Iya sih..."

Kembali ke cerita.

Setelah kami berpisah, aku dan Mulisu pun berganti pakaian, menjadi Sarru dan Kinum. Lalu, kami muncul di depan mereka. Sebenarnya kami tidak perlu berganti pakaian sih, tapi, ya, agar memberi efek lebih.

Aku masih ingat bagaimana Ukin tertawa, mengatakan kami bodoh karena mau keluar begitu saja. Namun, begitu kami membuka topeng kami, tawa Ukin terhenti. Di saat itu, dia benar-benar murka dan berkali-kali berteriak pengkhianat. Di lain pihak, Lacuna masih tenang, tidak memberi respon apapun.

Sebelum aku melanjutkan cerita, aku merasa perlu memberi sedikit penjelasan mengenai gaya bertarung masing-masing orang. Mulisu lebih suka menggunakan pisau yang saling berhubungan, membentuk seperti lipan. Ukin lebih sering menggunakan senjata tajam seperti pisau dan pedang sebagai proyektil. Dan, mereka berdua menggunakan senjata tersebut sebagai homing. Dengan kata lain, senjata mereka akan terus mengejarmu. Tidak perlu aku sebutkan juga, senjata api adalah senjata sekunder kami semua.

"Jangan lupa ditambahkan. Aku bukanlah orang yang berbakat atau spesial, jadi aku harus berpikir keras untuk mengulur waktu Ukin."

Ya, seperti ucapan Mulisu, dia bukanlah orang yang berbakat apalagi spesial. Dia memiliki pengendalian yang cukup umum, yaitu tembaga. Namun, justru dengan pengendaliannya ini, dia bisa menyaingi Ukin.

Ukin adalah orang yang berbakat. Dia lahir dengan pengendalian utama berupa besi. Besi adalah benda yang bisa ditemukan dimana pun dan memiliki banyak fungsi. Oleh karena itu, dia bisa mendapatkan senjata kapan pun dan dimana pun.

Namun, sayangnya, bakat ini membutakan Ukin. Dia tidak pernah merasa perlu mempelajari pengendalian lain kecuali kuarsa, karena kuarsa dibutuhkan untuk hidup di masa ini.

"Dan, untungnya, Ukin selalu menggunakan besi murni. Jadi, saat itu, ketika senjataku berhasil menangkap pedang Ukin, aku tinggal mengalirkan listrik ke tembaga yang kukendalikan, menyatukannya dengan besi Ukin, dan lipan tembagaku berubah menjadi lipan baja. Untung aku belajar cara mengendalikan besi, jadi aku bisa mengendalikan baja juga."

Ganti personel. Lacuna adalah lawan yang sama sekali tidak mau aku lawan. Senjatanya tampak sederhana yaitu, assault rifle, benang, dan pita. Di atas rambut putih sebahunya, dia masih menambahkan wig yang terbuat dari benang perak. Bukan hanya wig, kain yang menutup tangan Lacuna juga terbuat dari benang perak.

Jangan dikira benang adalah benda yang tidak berbahaya. Lacuna sering menggunakan benang untuk menjebak lawan. Jangan dikira benang ini tidak memiliki ancaman. Kalau benang biasa, mungkin tidak berbahaya. Tapi benang perak dapat memotong tubuhmu dengan mudah. Jadi, kalau kamu terkena jebakan Lacuna, besar kemungkinan anggota tubuhmu akan terpotong.

Saat bertarung, lengan baju Lacuna akan berubah menjadi pita sepanjang beberapa meter. Pita perak, bergerak seperti ular yang terbang di udara. Dengan bentuk dan ketajamannya, sebuah pedang elastis sepanjang beberapa meter.

Sementara Ukin dan Mulisu sudah mulai bertarung, Lacuna dan aku masih belum mulai bertarung.

"Eh? Kalian tidak langsung bertarung? Tapi saat itu aku langsung menyerang Ukin."

"Hahaha, tampaknya, bahkan Lacuna siaga denganku yang licik dan ahli strategi ini. Jadi, kami mulai bercakap-cakap."

Kami mulai mengobrol tidak jelas. Pertama, dia menanyakan kenapa aku melakukan itu semua. Aku menjawabnya dengan sederhana, kalau kalian membutuhkan bimbingan dan aku bisa mendapat penghasilan lebih. Lalu, dia menanyakan, kalau seandainya Agade tidak ada, berapa lama lagi aku akan berada di bawahnya. Aku menjawab entahlah. Yang jelas, cepat atau lambat aku akan pergi, keluar dari sarang.

Dia sadar apa yang ingin kulakukan, yaitu bernegosiasi tanpa perlu menumpahkan darah. Namun, sayangnya, Lacuna tidak mau memberikannya begitu saja. Dia mengatakan, kalau aku mampu memuaskannya, maka dia akan melepasku. Kalau tidak, maka aku harus lanjut bekerja di bawahnya.

Aku pun menerima syarat itu.

Ada apa dengan pandangan kalian? Tidak cuma yang cewek, yang cowok pun memandangku dengan dingin?

"Kenapa?"

"Tidak ada apa-apa." Jawab Mari dengan nada ketusnya.

Setelah itu, kami pun mulai bertarung. Aku menggunakan tombak, shotgun ini, dan juga arsenal. Selain arsenal, aku juga sudah meletakkan banyak senjata di berbagai sudut bangunan.

Aku juga sudah menyiapkan seribu satu jebakan di gedung tempat kami bertarung. Mulai benang logam untuk menghambat pergerakan Lacuna, ledakan yang menyebabkan langit-langit runtuh, tembakan dari mesin otomatis, sensor gerakan agar aku selalu mengetahui posisinya, dan masih banyak lagi.

Sayangnya, sedikit sekali jebakan yang mampu menghantam Lacuna. Refleks Lacuna sangat cepat, ditambah dia juga sangat telaten dan memperhatikan kondisi sekitar, jadi dia mengetahui ketika salah satu jebakanku akan mengenainya.

Akhirnya, kami pun bertikai langsung. Lacuna dengan pita dan aku dengan tombak. Sebelum pertarungan itu, Lacuna sudah menyadari kalau tombakku mampu membuat kekuatan pengendalian hilang. Jadi, dia bertarung dengan menjaga jarak dan tidak membiarkan pitanya melilit tombakku.

Namun, akhirnya, dia melilit tombakku. Meski kekuatan pengendaliannya hilang, dia menggunakan pita itu untuk menarik tubuhnya ke arahku. Dia merelakan pita, aku merelakan tombak. Setelah itu, kami lanjut bertarung dengan senjata api, dari jarak dekat.

Dia menggunakan assault rifle dan aku menggunakan shotgun. Daripada sebagai senjata api, kami lebih sering menggunakannya sebagai senjata tumpul, sebagai pemukul.

Akhirnya, pertarungan berakhir seimbang. Jangan pikir kekuatan bertarungku sudah sama dengan Lacuna. Tanpa semua jebakan dan rencana yang kusiapkan matang-matang sebelum menghadapi Lacuna, aku tidak akan mungkin memiliki kesempatan untuk bersaing dengannya.

Akhirnya, Lacuna dan aku menghentikan pertarungan. Dia bilang sudah cukup puas dengan performa yang kutunjukkan. Lacuna akan membiarkan Agade dengan satu syarat, aku harus menghancurkan organisasi yang menyewanya dalam waktu satu minggu. Dengan spesifik dia mengatakan aku, bukan Agade.

Aku pun menyanggupi syarat itu.

Setelah itu, kami berbincang-bincang sedikit, sedikit membicarakan masa lalu ketika pertama bertemu, ketika dia melatihku, dan lain sebagainya, menanti pertarungan kalian selesai.

Setelah beberapa menit, akhirnya Ukin datang.

"Kalian sesantai itu? Kalau sudah selesai, kenapa tidak bantu aku saat itu? Aku kesulitan tahu menghadapi Ukin."

"Sudahlah. Yang berlalu biarlah berlalu."

Tampaknya, Ukin sama sekali tidak menduga, dan tidak menginginkan, hasil itu. Setelah itu, dia berteriak kalau kami semua adalah pengkhianat. Bahkan dia mengatakan kalau Lacuna adalah pengkhianat. Dan, satu-satunya hal yang layak diterima oleh pengkhianat adalah kematian.

Dalam amarahnya, Ukin mulai mengendalikan rangka besi yang menopang gedung. Rangka gedung itu adalah baja dan seharusnya Ukin tidak mampu mengendalikan baja. Dia terlalu percaya diri sehingga tidak mau mempelajari benda lain. Namun, entah apa yang sudah dilakukan Mulisu, dia memaksa Ukin membuang harga dirinya dan mempelajari pengendalian lain.

Lacuna dan aku berhasil keluar sebelum gedung runtuh dan bertemu dengan Mulisu. Kalau aku dapat memenuhi syarat yang diberi Lacuna, maka dia akan menyatakan aku dan Mulisu sudah layak pergi dari naungannya. Kalau tidak, dia akan memaksa kami membubarkan Agade dan kembali.

Di lain pihak, sejak saat itu, kami tidak melihat Ukin lagi. Tidak. Dia tidak tewas oleh runtuhan bangunan. Beberapa hari setelah kejadian itu, pihak berwenang melakukan pembersihan dan menyatakan tidak ada korban jiwa. Tentu saja. Kalau hal semudah itu bisa menghentikan Ukin, dia tidak layak disebut sebagai murid Lacuna.

Di mata Ukin, kami bertiga adalah pengkhianat. Kami sudah mengkhianati semua harapan dan ekspektasi Ukin.

"Di saat itu," Mulisu masuk ke cerita. "Aku berpikir, mungkin kalau aku tidak menyembunyikan Agade dari Lacuna dan Ukin, hasil itu bisa dihindari. Karena itulah, aku mau Lugalgin menceritakan ini semua pada kalian, Emir, Inanna. Aku tidak mau Lugalgin mengulangi kesalahanku di masa lalu, dan membuat kalian menganggap Lugalgin sebagai pengkhianat."

Suasana menjadi murung. Di saat itu, aku bisa melihat Mulisu yang mengepalkan tangan kuat-kuat. Emir dan Inanna tidak memberi respon apapun. Mereka hanya melihat ke arahku. Daripada merasa terkejut dengan ceritaku, mereka lebih bingung apa yang harus dilakukan dan dikatakan pada Mulisu.

Hah... Aku menghela nafas berat.

Aku melanjutkan cerita. Bukannya aku tidak peduli dengan Mulisu, tapi, menurutku, cerita ini akan sedikit membuat Mulisu lega.

Sesuai perjanjian, aku menyerang organisasi yang menyewa Lacuna seorang diri dan membinasakan mereka tanpa sisa. Ya, kalau aku menemukan anak-anak lain, aku tidak membersihkannya sih. Aku mengirim anak-anak itu ke panti asuhan.

Secara sederhana, aku menceritakan kalau aku menyusup ke rumah masing-masing anggota lalu mencampur makanan dan minuman mereka dengan racun. Ketika keracunan, tidak berdaya, aku cukup membunuh mereka, termasuk pimpinannya.

Di luar cerita, aku tidak hanya memasukkan racun di makanan dan minuman mereka, tapi juga darahku. Dan sesuai dugaan, darahku membuat mereka semua kehilangan pengendaliannya. Karena aku belum pernah melakukan percobaan, aku sendiri tidak tahu seberapa besar dosis yang dibutuhkan agar aku mampu menghilangkan kemampuan seseorang.

Tanpa aku menceritakan hal itu, Inanna dan Emir pasti sudah paham.

Sebagai catatan, ada beberapa anak yang juga diberi makan yang sudah kucampur racun dan darahku. Mereka pun sempat tidak mampu melakukan pengendalian. Namun, untungnya, serum pembangkit kekuatan pengendalian bekerja pada tubuh mereka.

Setelah aku memenuhi syarat Lacuna, aku mendatangi apartemennya. Tidak seperti biasa yang hancur dengan sampah berserakan dimana-mana, saat itu apartemen Lacuna sangat bersih. Setelah melaporkan keberhasilanku, dan naiknya Agade ke enam pilar menggantikan organisasi itu, kami pun mengucapkan perpisahan kami. Dia akan pergi ke negara lain.

Di malam itu, kami sedikit berbicara mengenai Ukin. Berbeda dengan Mulisu yang menganggap amukan Ukin bisa dihindari, kami justru berpikir hal itu tidaklah terhindarkan. Melihat sifat Ukin yang arogan dan selalu merasa di atas, cepat atau lambat ketika kami berbelok dari jalur yang dia inginkan, hal itu akan terjadi.

Justru, Lacuna merasa beruntung karena saat itu ada aku dan Mulisu. Mulisu pasti sudah menghabiskan stamina Ukin. Ditambah, Ukin pasti menyadari kalau dia tidak akan mungkin menang kalau melawan Lacuna dan aku secara bersamaan. Oleh karena itu, dia lebih memilih meruntuhkan gedung dan kabur. Kalau tidak, Lacuna pasti sudah dikejar habis-habisan oleh Ukin.

Setelah aku menceritakan hal ini, wajah Mulisu sedikit cerah dan lemas, tidak lagi gelap dan tegang. Tangannya pun tidak lagi mengepal.

"Terima kasih Lugalgin."

Aku tidak memberi respon. Aku hanya memberi senyum.

Di luar cerita, aku memiliki kisah yang tidak akan kukatakan pada semua orang di dalam bus ini, atau siapa pun. Setiap kali aku ke apartemen Lacuna untuk melapor, atau sekedar bersih-bersih, dia selalu, aku katakan SELALU, menyambutku hanya dengan kaos dan celana dalam, tanpa lapisan pakaian lain, tidak juga bra. Dan, aku tidak akan mengatakan apapun mengenai perpisahan kami di malam itu. 

Bersambung

===================================

Untuk serum yang dimaksud oleh Lugalgin merefer ke chapter 0 - Prolog

Author juga ingin melakukan endorse pada artist yang gambarnya author jadikan cover, yaitu 千夜QYS3.

Kalau kalian membaca di komputer, di bagian bawah, di bawah tombol vote, ada tombol external link yang akan mengantar kalian ke page pixiv artistnya. Author akan berterima kasih kalau kalian press like di pixiv atau bahkan love.

Kalau kalian membaca lewat app, kalian bisa ke page conversation author. pada pinned post, author akan post link pixiv artistnya. Bisa banget dibuka pixiv pagenya, lalu like gambar-gambar yang ada di galeri.

Terima kasih :)

avataravatar
Next chapter