81 Arc 3-3 Ch 9 - Yang Sebenarnya

Kalau ada yang aneh atau ada kesalahan ketik, silakan langsung comment. Kalau ada bagian mengganjal, tanya langsung juga tidak apa-apa. Selama tidak spoiler dengan story, akan Author jawab.

============================================================

"Jadi, Ufia, bagaimana?"

"Eh? Apanya yang bagaimana Tuan Putri?"

Aku tidak paham maksud pertanyaan Tuan Putri Jeanne, jadi aku bertanya balik.

Saat ini, kami sedang membersihkan rumah Lugalgin yang baru diserang. Jujur, membersihkan dinding dan perabotan dari darah adalah hal yang amat sangat merepotkan. Kenapa sih dia tidak memanggil tim kebersihan saja? Kalau memanggil mereka, pekerjaan ini pasti akan selesai dengan cepat.

"Bagaimana dengan kesepakatanmu dengan Lugalgin? Menurutmu, apakah kali ini yang menyerang adalah keluarga Alhold yang ikut menandatangani surat pernyataan itu?"

"Ah, itu. Aku belum yakin Tuan Putri. Semoga saja bukan."

Aku mencoba meyakinkan diri sendiri kalau yang menyerang Lugalgin bukanlah keluarga Alhold yang ikut menandatangani surat pernyataan kesetiaan. Perutku sudah sakit sejak serangan malam itu. Aku tidak mau perutku berlubang.

Untungnya, tubuh penyerang berantakan dan tidak ada sisa wajah yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi penyerang. Meski mereka keluargaku sendiri, aku bersyukur kalau mereka tewas tanpa meninggalkan je–

"Oh, iya, Ufia." Tuan Putri Inanna masuk ke pembicaraan. "Aku benci menghancurkan keinginanmu, tapi, tampaknya, pelaku adalah salah salah satu keluarga Alhold yang menandatangi surat pernyataan. Kalau tidak salah namanya Hasman."

"Eh?"

Dan, tiba-tiba, Tuan Putri Inanna memotong pemikiranku. Bukan hanya memotong, dia bahkan menjatuhkan bom terbesar yang mungkin ada bagiku. Namun, aku belum mampu menerimanya begitu saja. Sedikit bagian dari hatiku masih berusaha menolak.

"Ah, um, tahu darimana?"

"Tadi, waktu membersihkan anggota tubuh yang berceceran, aku menemukan sebuah cincin batu berwarna ungu. Dan, sejauh dokumen yang kubaca, hanya Hasman yang mengenakan cincin aneh itu. Atau kamu punya kemungkinan lain?"

Tidak! Aku tidak punya! Aku tahu benar hanya satu orang yang mengenakan cincin sintesis murahan itu!

Paman Hasman! Kenapa kamu melakukan ini?

Bukan hanya sakit perut. Kali ini, kakiku pun juga ikut terpengaruh. Aku tidak bisa merasakan tenaga sedikit pun di kedua kaki ini, membuatku terjatuh.

"Ufia!"

Sesuai perjanjian, Lugalgin akan membersihkan keluarga Alhold, termasuk aku dan keluargaku, kalau keluarga Alhold yang menandatangani surat pernyataan kesetiaan berkhianat.

Apakah ini akhir dari hidupku? Tidak! Aku bahkan belum merasakan cinta! Aku tidak mau mati muda!

"Uu.... Uuu....."

Perlahan, pandanganku mulai buram. Tanpa bisa kukendalikan, air mata mulai mengalir membasahi pipiku.

"Uuaa....."

Tanpa bisa kubendung, seluruh air mata pun mengalir deras. Aku juga berteriak, menangis. Jujur, aku sama sekali tidak tahu apa yang bisa kulakukan saat ini.

Lugalgin adalah guruku. Meski ada ungkapan murid akan melampaui guru, tapi aku belum mencapai titik itu. Aku tidak bisa melawannya. Hidupku sudah berakhir ketika Paman Hasman menyerang tempat ini.

"Aku belum mau mati.... aku tidak mau mati muda...."

Aku terus merengek. Kata-kata yang tersimpan di lubuk hatiku pun muncul.

Kenapa? Kenapa ini semua terjadi? Kenapa hidupku begitu menderita.

"Shh... shh...." Tuan Putri Jeanne meletakkan tongkat pel dan memelukku dengan erat. "Tidak apa. Lugalgin tidak akan membunuhmu. Aku akan mencoba membujuknya."

"Tapi... tapi...."

Tapi Tuan Putri Jeanne akan terseret kalau melakukannya. Kalau itu terjadi, entah apa yang akan terjadi pada Tuan Putri Jeanne.

Aku berusaha mengatakan kalimat itu, tapi mulutku tidak mengizinkannya. Pikiranku masih terlalu takut pada kemungkinan mati di tangan Lugalgin. Aku masih menangis tanpa henti.

"What the–"

***

"Fuck?"

Ada apa ini?

Setelah beberapa jam aku tinggal, ketika pulang, sebuah pemandangan aneh justru tersaji. Entah apa yang terjadi, Ufia menangis dan Jeanne memeluknya. Apa kalian lesbian? Yuri? Kalau begitu, maafkan aku yang datang di saat tidak tepat.

"Gin! Aku tahu apa yang kamu pikirkan! Dan, tidak! Kami tidak seperti itu!"

Tiba-tiba saja Jeanne menyela fantasiku. Apakah reaksiku terlihat jelas? Yah, maklum, mumpung tidak perlu poker face.

"Oke, oke. Jadi, kenapa dia menangis?"

"Gin,"

Tiba-tiba saja Inanna melempar sebuah benda kecil ke arahku. Refleks, aku menangkapnya.

Cincin ungu? Sebentar, biar aku ingat-ingat. Ah, iya, ini adalah cincin milik Hasman. Hanya orang itu yang mengenakan cincin aneh ini. Sementara aku melihat cincin ini, Inanna memberi ringkasan kenapa Ufia menangis.

"Ah, begitu ya." Aku paham perasaan Ufia. "Sebenarnya, karena ada masalah lain, aku sedang mengagendakan untuk membersihkan keluarga Alhold. Jadi, sebenarnya, mau Hasman menyerang atau tidak, hasilnya akan sama saja."

"UWWAAHHH....."

Dan tangisan Ufia semakin kencang. Di lain pihak, di ujung ruangan, aku melihat Ninlil menyeringai.

"Gin!" Jeanne berteriak.

Aku mengabaikan Ufia dan berjalan menuju Jeanne.

"Jeanne, dimana dokumen lengkap yang berisi kerja sama Keluarga Cleinhad dan Alhold? Dokumen yang bisa aku akses hanya sedikit, hanya sepuluh tahun terakhir. Aku membutuhkan yang lengkap."

Jeanne terentak ketika mendengar ucapanku. Namun, dia tidak memberi jawaban, dia hanya membuang muka.

"Kamu tahu dimana?"

"I, itu....."

"Kalau kamu tidak mau memberitahuku, aku akan meminta bantuan Agade dan Akadia untuk mengorek informasi dari semua orang yang mungkin memiliki informasi."

Jeanne langsung melihat ke arahku. Aku bisa melihat keringat dingin mengalir di lehernya.

Jeanne tahu benar kalau Agade dan Akadia yang mencari informasi, maka metode penyiksaan dan pemerasan pun tidak terelakkan. Dan, kalau hal itu terjadi, ada kemungkinan salah satu keluarga kerajaan akan menjadi korban juga.

Kerajaan ini tidak mampu mengendalikan organisasi pasar gelap lagi semenjak aku membersihkan keluarga Cleinhad. Agade dan Akadia memang sudah berada di kendali, tapi dua organisasi ini berada di bawah kendaliku, bukan intelijen kerajaan.

"Do-dokumen itu memiliki tingkat rahasia yang lebih tinggi dari dokumen lainnya. Jadi, untuk mengaksesnya, kamu membutuhkan izin tertulis dari ayah."

"Fahren?"

"Gin,"

Baru saja aku menyebut nama Fahren, tiba-tiba saja Emir sudah meletakkan kedua tangan di pundakku. Dia memijat pundakku dari belakang dengan lembut. Apa dia mengira aku emosi ketika mendengar Fahren terlibat?

"Bagaimana kalau aku saja yang meminta izin itu? Akan kucoba membujuk ayah."

"Hah," aku menghela nafas. "Emir, kamu sadar kan kalau ayahmu sedang aneh? Kalaupun kamu memintanya, aku tidak yakin dia akan memberinya begitu saja."

"I-itu....."

Pijatan Emir berhenti ketika mendengar ucapanku. Tampaknya dia lupa kalau ayahnya sedang aneh.

"Apa maksudmu aneh?"

Akhirnya Jeanne masuk kembali ke pembicaraan.

"Akan aku jelaskan sambil bersih-bersih. Kalian terlalu lama bersih-bersihnya."

***

"Aku tidak mendapatkan kabar lain dari orang yang kukirim. Tampaknya mereka gagal." Ucap laki-laki tua ini.

Saat ini, aku duduk bersama dua laki-laki dan satu perempuan mengelilingi meja bundar, memastikan tidak ada yang memiliki status lebih tinggi atau lebih rendah. Kami mengadakan pertemuan ini di sebuah ruangan dengan desain minimalis yang menunjukkan kalau tuan rumah bukanlah bangsawan.

Di kananku adalah tuan rumah, laki-laki tua tanpa rambut di kepala. Namun, dia memiliki janggut dan kumis putih panjang yang menjalar. Karena janggut dan kumisnya tidak tersambung, aku mengasumsikan dia memiliki darah dari barat. Walau tampak tua, badannya yang gempal seolah tidak setuju, seolah dia masih muda. Laki-laki tua ini adalah Enlil Alhold, kepala keluarga Alhold.

Di kanan Enlil, duduk seorang perempuan dengan rambut panjang dicat putih. Dari pengalaman, perempuan dengan rambut dicat putih memiliki pengendalian perak atau logam putih lain yang disembunyikan di antara rambut.

Perempuan itu membiarkan dua kancing paling atas kemejanya terbuka, menunjukkan dada yang berisi. Kemeja putihnya pun terlalu tipis, menunjukkan bra hitam di bawahnya. Perempuan ini dikenal sebagai petarung terkuat Apollo, Karla, yang tentu saja bukan nama aslinya.

Hingga saat ini, belum ada informasi pasti mengenai pengendalian utama Karla. Permasalahannya adalah dia adalah tipe lone wolf, selalu beraksi seorang diri. Dan, kalau dia beraksi, tidak ada satu pun lawannya yang mampu hidup untuk bercerita. Bahkan, asumsi rambutnya bagian dari pengendalian dibuat berdasar informasi mengenai Lacuna si mercenary.

Di kanan lagi, atau lebih tepatnya di depanku. Seorang laki-laki berambut dan mata hitam duduk. Ditambah dengan pakaian penuh ornamental tidak berguna, citra bangsawan begitu melekat pada laki-laki ini. Aku tidak peduli dengan agen dirumahkan atau bangsawan tidak jelas. Lewat.

Terakhir, aku. Aku dikenal dengan nama adalah Constel, pemimpin Orion generasi ketiga. Aku menggunakan lensa kontak coklat dan mengecat rambutku dengan warna yang sama, memberi kesan kalau aku rakyat jelata. Aku mengenakan setelan hitam dengan kaca mata, penampilan sekretaris.

Tentu saja, di belakang kami ada beberapa orang berdiri. Setiap dari kami membawa dua orang sebagai penjaga. Meski sebenarnya, untuk aku dan Karla, justru kami lah yang melindungi mereka. Orang yang berdiri di belakang kami hanyalah orang baru. Adalah tradisi bagi beberapa organisasi untuk membawa orang baru ke pertemuan.

Sebenarnya, masih ada satu kursi kosong di kiriku. Namun, orang yang diundang masih belum datang.

"Biar kutebak," Karla merespon cepat. "Kau berpikir membawa Lugalgin agar mendapat posisi yang menguntungkan di pertemuan ini, kan? Hahaha. Apa kau belum mendengar rumornya?"

"Rumor apa yang kau maksud?"

"Rumor kalau dia adalah guru Sarru tentu saja."

Enlil tidak merespon. Dia hanya menyipitkan kedua mata. Tampaknya, dia tidak mau menerima fakta kalau Lugalgin Alhold, orang yang selama ini dia sebut sebagai inkompeten, justru memiliki kompetensi sangat tinggi.

Aku sendiri belum sepenuhnya percaya pada rumor yang beredar. Namun, pertikaian di jalan beberapa hari yang lalu seolah menjadi konfirmasi kalau Lugalgin memang benar-benar guru dari Sarru.

Dia, seorang diri, bisa membunuh sepuluh orang dengan cepat dan mudah. Apalagi, kemampuan beradaptasinya di luar nalar. Maksudku, orang waras macam apa yang melepas pintu untuk dijadikan perisai? Belum lagi, senjata anehnya itu. Shotgun dan pedang jadi satu? Aku benar-benar tidak bisa memahami jalan pikirnya.

Jika yang saat itu bertarung adalah Sarru, dia pasti menggunakan entah berapa banyak senjata. Frekuensi Sarru mengganti senjata jauh lebih tinggi dibanding Lugalgin. Jadi, bisa dibilang Sarru adalah versi downgrade dari Lugalgin.

Sarru, seorang diri, dapat menghancurkan organisasi enam pilar. Kalau muridnya saja sudah sekuat itu, aku tidak bisa membayangkan kekuatan sang guru. Ditambah lagi, Akadia dan Agade sudah memihak padanya.

"Kalau seandainya Agade tidak menyerang bisnis kami di malam itu, aku yakin Leto sudah menerima tawaran Lugalgin."

Seperti ucapan Karla. Kalau Agade tidak menyerang bisnis yang dilakukan oleh Apollo, Leto, pemimpin mereka, pasti sudah menerima tawaran Lugalgin. Atau, setidaknya, kalau rumor Sarru adalah murid Lugalgin tidak menyebar, masih ada kemungkinan.

Sederhananya, Apollo menolak tawaran Lugalgin hanya karena urusan pribadi. Karla sendiri tampak bahagia karena hal ini. Selama ini, Karla tidak memiliki alasan untuk menyerang Sarru. Namun, sejak serangan beberapa bulan lalu, Karla bisa melakukannya.

Meski Karla suka bertarung sendirian, tapi dia tidak bodoh. Kalau dia menyerang Sarru seorang diri, dia pasti kalah jumlah. Hal yang sama juga terjadi dengan Apollo. Apollo tidak mungkin maju menyerang sendirian sementara Agade memiliki bantuan dari Akadia dan intelijen negara. Jadi, mereka membutuhkan aliansi ini sebagai bantuan tambahan.

Untuk keluarga Alhold dan bangsawan, sudah jelas alasan mereka bergabung dalam aliansi ini.

Untuk kami, Orion.... entahlah. Aku hanya iseng. Tidak seru saja menerima tawaran Lugalgin dengan mudah. Selain itu, sebenarnya, aku punya alasan personal sebagai seorang ibu.

"Hah! Ternya dua organisasi enam pilar adalah pengecut!"

Tiba-tiba saja, sebuah pernyataan yang berpotensi memantik muncul dari mulut bangsawan tidak jelas ini.

Tampaknya, dia ingin memancing emosi kami agar langsung melancarkan serangan ke Lugalgin. Namun, sayangnya, Karla dan aku sama-sama tidak memedulikannya. Biarlah anjing menggonggong.

"Jujur, daripada Lugalgin, menurutku, akan lebih mudah kalau kita menyerang Agade atau Akadia terlebih dahulu." Aku memberi pendapat. "Agade dan Akadia bekerja sama hanya karena Lugalgin. Kalau kita menyerang Lugalgin, keduanya akan bergerak, baik Akadia maupun Agade.

"Namun, anggap, kalau kita menyerang Agade, hanya Lugalgin dan intelijen yang bergerak. Akadia pasti ogah-ogahan. Walaupun Lugalgin memberi perintah untuk membantu Agade, aku ragu anggota Akadia akan menerima perintah itu. Maksudku, hancurnya Agade, secara tidak langsung, akan menguntungkan Akadia."

"Yap, aku setuju dengan ucapan Constel. Daripada menyerang Lugalgin, akan lebih mudah kalau kita menyerang Agade atau Akadia terlebih dahulu."

"Kami tidak peduli dengan Akadia atau Agade! Yang kami pedulikan adalah inkompeten itu hilang dari dunia ini."

Anjing ini terus menggonggong. Mengganggu sekali. Terkadang aku malu ketika bangsawan diwakilkan oleh orang seperti ini.

Tiba-tiba suara pintu dibuka terdengar. Kami semua refleks mengalihkan pandangan ke ujung ruangan, ke arah pintu.

"Halo semuanya! Maaf aku terlambat. Tadi ada urusan kecil."

Laki-laki dengan rambut pirang dan mata biru setajam silet muncul. Senyumnya bukanlah senyum yang bisa dibilang ramah. Ujung bibirnya tampak begitu tajam dan panjang, memberi kesan mengancam. Dia mengenakan celana kargo dan kaos yang dibalut dengan jaket pilot.

Jadi ini ya Ukin, laki-laki paling liar di Bana'an, salah satu murid Lacuna.

Di belakang Ukin terlihat seorang perempuan yang mengenakan setelan dan kaca mata sekretaris, sepertiku.

Ukin duduk di sebelah kiriku. Meski dia sudah mengatakan maaf, aku tidak melihat ada satu pun gestur yang menyatakan dia benar-benar minta maaf. Dia duduk begitu saja tanpa keraguan.

Aku dan Karla tidak peduli kalau Ukin datang terlambat. Enlil juga tampaknya sama. Namun, bangsawan tidak jelas ini tampak marah. Kedua matanya membelalak dan tangannya pun mengepal erat.

Kami semua mengabaikan bangsawan tidak jelas ini.

"Jadi, bisa tolong beri aku sedikit ringkasan apa yang sudah kalian bicarakan?"

"Kamu hanya terlambat seperempat jam. Jadi kami belum jauh juga." Aku merespon. "Kami berpikir kalau menyerang Agade atau Akadia akan lebih efektif daripada menyerang Lugalgin."

Aku mulai memberi penjelasan singkat mengenai progres pertemuan, yang belum terlalu jauh. Meski kelakuannya tampak berantakan, tapi aku bisa melihat mata lebarnya melihat ke arahku sepenuh hati. Sebuah senyum pun terlihat dan dia sesekali mengangguk kecil. Dia benar-benar memperhatikan dan mendengarkan ucapanku dengan saksama.

"Baiklah, kalau seperti itu, aku sarankan kita menyerang Agade terlebih dahulu. Kalau kita menyerang Akadia, Agade akan bergerak dengan cepat untuk membantu Akadia. Namun, kalau kita menyerang Agade, Akadia akan ogah-ogahan."

Ukin langsung memberi saran. Dari nadanya, dia tampak begitu yakin. Apakah dia memiliki informasi yang tidak kami miliki? Atau...

"Ah, karena Lugalgin adalah guru Sarru, maka Agade yang dipimpin oleh Sarru pun secara tidak langsung adalah milik Lugalgin menurut, ya."

"Lugalgin guru Sarru? Ah, rumor itu ya." Ukin merespon dengan enteng. "Biar aku koreksi. Lugalgin bukanlah guru Sarru. Lugalgin adalah Sarru."

Bersambung

============================================================

Halo Semuanya. Maaf baru update kamis pagi. Real life sedang berada pada titik paling parah, jadi sibuknya setengah mati. Semalam, waktu mau upload, ketiduran di depan laptop. Barusan bangun dan ternyata posisi masih duduk di depan laptop. 

Dan, untuk janji 2 chapter per minggu, masih belum bisa auhtor penuhi T_T. Maaf sekali. Begitu real life sudah sedikit tenang, pasti akan author penuhi.

Dan, seperti biasa, Author ingin melakukan endorse pada artist yang gambarnya author jadikan cover, yaitu 千夜 / QYS3.

Kalau kalian membaca di komputer, di bagian bawah, di bawah tombol vote, ada tombol external link yang akan mengantar kalian ke page pixiv artistnya. Author akan berterima kasih kalau kalian press like di pixiv atau bahkan love.

Kalau kalian membaca lewat app, kalian bisa ke page conversation author. pada pinned post, author akan post link pixiv artistnya. Bisa banget dibuka pixiv pagenya, lalu like gambar-gambar yang ada di galeri.

Atau bisa juga kalian search twitternya. User Id artisnya @QYSThree

Terima kasih :D

avataravatar
Next chapter