78 Arc 3-3 Ch 6 - Latihan Pagi

Kalau ada yang aneh atau ada kesalahan ketik, silakan langsung comment. Kalau ada bagian mengganjal, tanya langsung juga tidak apa-apa. Selama tidak spoiler dengan story, akan Author jawab.

============================================================

"Hah, hah, hah, hah,"

"Hah..... hah....."

Ninlil dan Shinar tersengal-sengal. Namun, terdengar nafas Shinar lebih stabil dan teratur dari Ninlil. Nafasnya yang relatif lebih stabil menunjukkan kalau dia memiliki stamina lebih tinggi.

Nafas Ninlil sudah hampir habis meski hanya menjalani setengah menu latihan pagi. Bahkan, Ninlil belum mendapatkan menu latih tanding, tidak seperti Shinar.

Shinar membutuhkan waktu satu bulan untuk berada ke tingkat ini. Untuk Ninlil, mungkin bisa lebih cepat, mengingat di awal bahkan Shinar tidak bisa menyelesaikan setengah menu.

"Shinar, untuk teknik, kamu masih terlalu kaku. Dari awal, kamu hanya menggunakan beberapa teknik bela diri, jadi mudah dibaca. Jika lawanmu fleksibel seperti aku, mereka dapat membuat rencana untuk menyerang kekurangan teknikmu. Dan, seperti tadi, kamu pun akan panik dan gerakanmu jadi lebih berantakan, memberi lebih banyak peluang untuk diserang. Mengerti?"

"Ya, mengerti. Tapi," Shinar menjawab. "Aku masih bingung bagaimana cara berpindah dari satu teknik ke teknik lain. Beberapa teknik itu adalah teknik terbaik yang bisa kugunakan. Apa guru tidak bisa mengajarkanku?"

"Kamu di sekolah kesatria sudah diajari teknik bertarung tangan kosong, kan?"

"Ung..." Shinar mengangguk.

"Seingatku ada 72 teknik bertarung yang diajarkan di sekolah kesatria. Kalau kamu bisa menguasainya dengan baik, dan membuang kode etik kesatria, maka semua itu sudah cukup. Ufia adalah bukti nyata. Namun, jangan hanya fokus pada teknik. Fokus juga ke transisinya. Kombinasi dan perpindahan dari 72 teknik itu akan memberi sebuah senjata yang cukup ampuh."

"Ah, transisi? Perpindahan?"

"Kalau kamu tidak bisa berpindah dari 1 teknik ke teknik lain dengan halus, akan ada jeda dalam seranganmu. Jeda ini bisa dieksploitasi. Aku tidak akan mengajari cara transisi yang baik. Aku hanya akan menunjukkan beberapa transisi teknik. Lihat baik-baik."

Shinar terdiam. Matanya fokus ke tubuhku.

Aku berdiri tegak, lalu beberapa kali bergerak ke depan sambil melepaskan tinju. Setelah beberapa kali, aku mengganti tinju dengan serangan siku sambil memutar tubuh dan melepaskan tendangan memutar. Setelah tendangan memutar, merendahkan tubuh lalu maju dengan tinju lurus ke depan.

Aku kembali berdiri tegak dan melihat ke Shinar.

"Teknik pertama adalah tinju normal, teknik kedua pukulan siku, teknik ketiga tendangan memutar, teknik keempat tinju lurus ke depan. Namun, di antara tinju dan siku, aku langsung mengubah gerakan tangan. Dari siku ke tendangan, aku meneruskan siku untuk memutar tubuh.

"Masih dalam kondisi setengah berputar, aku merendahkan tubuh dan menyerang. Perputaran itu memberi transisi yang halus. Selain itu, tenaga dan kecepatan serangan pun akan terus bertambah karena putaran itu."

"Jadi, aku harus menggunakan putaran juga?"

"Tidak." Aku menjawab dengan cepat. "Itu hanyalah contoh. Untuk transisi yang cocok untukmu, kamu harus mencari dan memikirkannya. Kalau kamu sudah menemukannya, tunjukkan padaku dan aku akan beri saran dan koreksi untuk menyempurnakannya. Aku tidak mau mendiktemu. Oke?"

"Oke."

Urusan Ninlil sudah selesai. Shinar juga sudah selesai. Sekarang, tinggal Inanna dan Emir.

Berbeda dengan Ninlil dan Shinar yang terlihat kehabisan nafas, nafas Emir dan Inanna terlihat normal. Kemampuan fisik Inanna dan Emir sudah tinggi, jadi mereka bisa menormalkan nafas setelah latihan berat itu hanya dengan istirahat beberapa menit.

Emir mengenakan set pakaian gim berwarna hitam berupa legging dan atasan. Legging yang dia kenakan hanya hingga atas lutut sedangkan atasannya hanya menutupi dada dan bagian depan leher. Dia membiarkan perut, bahu, dan punggungnya terekspos. Sepasang gunung yang lembut dengan proporsi tepat terlihat di dada Emir. Tekanan pakaian gim justru membuat kedua gunung itu terlihat semakin menggoda.

Ah, aku ingin membenamkan wajahku ke antara dua gunung itu.

Rambut merah Emir dikuncir atas, memberi sebuah pemandangan tekuk leher yang tampak bercahaya oleh keringat. Kini, penampilan Emir menyerupai petarung fantasi di game. Tambahkan baju zirah di bahu, dada, dan pinggang, lengkap sudah.

Inanna juga mengenakan set pakaian gim yang mirip dengan warna hitam dan hijau. Namun, dia tidak membiarkan bagian atas tubuhnya terekspos begitu saja. Dia mengenakan jaket sport yang juga berwarna hijau. Inanna membiarkan rambut hitam panjangnya terburai, tanpa ikat atau apa pun, memberi kesan elegan.

Berkat jaket hijaunya, pandanganku jadi lebih fokus pada bagian bawah Inanna. Legging yang dia kenakan menunjukkan lekuk pinggang dan paha yang begitu menggoda. Kombinasi dengan atasan jaket yang tampak kebesaran memberi nilai lebih. Selain itu, garis celana dalamnya yang menyembul menambah kesan erotis.

Ah, aku ingin wajahku diapit oleh kedua paha itu.

Damn! Aku jadi ingin melakukannya ketika mereka mengenakan pakaian latihan ini, tidak serta merta telanjang bulat.

Oke! Stop! Sudah cukup sampai situ aku berpikiran liarnya. Sekarang, saatnya latihan.

Aku tidak memberi dasar latihan atau bertarung pada Inanna dan Emir karena mereka sudah mempelajarinya sebelum menjadi istriku. Yang kini mereka lakukan hanyalah mencoba meningkatkan kemampuan fisik dan menyempurnakan teknik bertarung.

Sama seperti ketika aku melawan Shinar, aku tidak akan memancarkan aura haus darah. Hal itu karena kami berlatih di lahan kosong pinggir sungai. Karena jam kerja kerajaan ini adalah setengah 9, pada jam setengah 7 seperti sekarang jarang sekali orang lewat.

Meski jarang, aku tidak bisa memancarkan aura haus darah di tempat umum begitu saja. Kalau kebetulan ada orang yang kebetulan lari pagi, dia bisa langsung pingsan. Dan lagi, karena jarang orang lewat ini lah aku rela membiarkan Emir tidak mengenakan jaket seperti Inanna.

Catatan tambahan, aku juga membawa peti arsenal ke tempat ini. Namun, peti yang sekarang kubawa bukanlah peti yang biasanya. Peti yang sekarang kubawa baru kubuat dan hanya berisi senjata tumpul yang diberi pengaman, untuk latihan.

"Emir, Inanna, hari ini aku ingin mencoba sesuatu yang baru. Aku ingin kalian menyerangku secara bersamaan. Dua lawan satu."

Ketika mendengar ucapanku, sebuah senyum muncul di wajah mereka, seolah ucapanku adalah suatu hal yang mereka nantikan.

"Baiklah."

"Aku dan Emir akan menyerang bersamaan."

Tanpa aba-aba, Emir dan Inanna langsung menerjangku. Sementara Emir melompat dengan sebuah tendangan, Inanna merayap dengan sebuah pukulan.

Kalau mereka datang dari depan, aku bisa bergeser ke kanan atau kiri. Namun, mereka datang dari arah pukul 1 dan 11, mengapitku. Kalau pun aku menghindar ke samping, mereka akan dapat mengejarku.

Satu satunya cara adalah menahan serangan mereka. Aku menggunakan tangan untuk menahan tendangan Emir dan telapak kaki untuk menahan tinju Inanna. Aku menarik kaki Emir dan melemparkannya ke belakang.

Inanna yang melihat tinjunya ditahan mundur sebelum aku melepaskan serangan. Saat itu juga, dia menarik kaki kanan ke udara, siap menebas kepalaku dari atas. Inanna mengincar momen setelah aku melempar Emir.

Dengan tangan berada di belakang dan turun, akan sulit untukku mengelak serangan Inanna. Kakiku pun baru mengelak serangan Inanna. Jadi, aku belum bisa bergerak dengan cepat. Serangan itu akan mengenaiku, kalau aku orang normal.

Aku merendahkan kaki dan melempar tubuh mendekat ke Inanna. Tanpa perlu mengangkat tangan, aku bisa memegang paha Inanna dan menahan serangannya. Aku pun mencoba melepaskan tinju dari tangan kiri yang bebas. Mencoba.

Emir sudah berdiri di samping, menahan tangan kiriku. Tangan kiri Emir mengepal, siap melepaskan pukulan. Inanna pun mengepalkan tangan kanan, bersiap melepaskan pukulan di tengah posisi kaki kiri terangkat.

Aku mencoba menarik tangan kanan dari paha Inanna, tapi tangan kiri Inanna menahan tanganku. Sebuah pukulan pun mendarat ke wajahku. Atau tidak. Daripada mundur, aku justru memajukan kepala dengan cepat, menahan tinju mereka dengan dahiku.

"eh?"

Tepat setelah aku menahan kedua tinju mereka dengan dahi, aku menarik kedua tangan ke bawah, menjatuhkan Emir dan Inanna yang kehilangan keseimbangan setelah menyerang. Ketika jatuh, genggaman tangan mereka pun melemah, memberiku kesempatan untuk mundur.

Setelah mundur sejenak, aku kembali menerjang Inanna dan Emir. Namun, mereka juga mampu pulih dengan cepat. Selama beberapa menit ke depan, aku terus menyerang tapi tidak jarang juga mereka mampu melakukan serangan balasan.

Meski hanya latihan, aura haus darah akan muncul ke permukaan walau hanya sedikit, seperti kebocoran. Namun Emir, dengan keunikannya, tidak mengeluarkan aura haus darah sama sekali. Inanna memanfaatkan ini dengan membiarkan aura haus darah yang bocor semakin besar. Ketika perhatian dan pertahananku fokus pada dirinya, Emir akan menyerang.

Aku bisa merasakan kehadiran Emir. Namun, dalam pertarungan seperti ini, instingku akan lebih awas pada Inanna, membuatku melupakan keberadaan Emir untuk sejenak. Di lain pihak, Inanna mampu mengatur kebocoran aura haus darah yang dikeluarkan, memastikan aku tidak terbiasa dengan aura haus darahnya agar, mencegahku meningkatkan kewaspadaan pada Emir.

Kalau aku melakukan pertarungan dengan Emir dan Inanna satu lawan satu, aku tidak akan pernah mengalami kesulitan seperti ini. Dalam waktu singkat, mereka mampu mengembangkan teknik bertarung yang bisa membuatku, Lugalgin Alhold alias Sarru Pemimpin Agade, kesulitan.

Padahal, saat ini, aku tidak mengizinkan mereka menggunakan pengendalian, murni bela diri dan bertarung tangan kosong. Aku jadi penasaran sekuat apa mereka kalau aku mengizinkan mereka menggunakan pengendalian dan senjata.

Akhirnya, setelah lima belas menit, aku menghentikan sesi latih tanding ini.

"Ini, Guru, Kak Emir, Kak Inanna."

"Terima kasih."

Shinar memberi kami air mineral dan handuk. Kami beristirahat sejenak.

Setelah ini, sesi bertarung akan dilanjutkan dengan menggunakan senjata latihan. Pada sesi latihan dengan menggunakan senjata, aku mengizinkan Emir dan Inanna menggunakan pengendalian. Namun, tentu saja, bukan senjata jarak jauh.

"Emir, Inanna, sejak kapan kalian berlatih bertarung seperti itu? Aku cukup yakin kalau latihan yang kita lakuan bersama Shinar setiap hari hanya satu lawan satu. Dan, kenapa aku tidak tahu kalau kalian berlatih di luar jam latihan pagi?"

Emir dan Inanna tidak langsung menjawab. Mereka saling memandang, lalu tertawa pelan.

"Sudah sebulan lebih kami berlatih diam-diam. Sejak..."

"Kita kencan." Inanna melanjutkan ucapan Emir. "Kami berlatih di siang hari."

"Ketika kami bilang akan berkeliling mal, kami sebenarnya menggunakan ruang bawah tanah."

"Kami tidak benar-benar berlatih untuk melakukan pertarungan tim. Kami hanya latih tanding biasa. Namun, Ketika latih tanding ini, aku mampu melihat kelebihan dan kekurangan teknik bertarung Emir dibandingkan milikku."

"Di lain pihak, meski aku tidak bisa benar-benar bilang melihat kelebihan dan kekurangan teknik bertarung Inanna, aku merasa aku bisa bekerja sama dengannya. Dan, jadilah seperti tadi."

Ketika melihat Inanna dan Emir yang saling menyelesaikan kalimat, aku jadi teringat pertama kali berbincang-bincang dengan Inanna, dalam mobil di kerajaan Mariander bersama Jeanne. Melihat pemandangan ini sedikit memberi rasa nostalgia. Padahal, belum ada satu tahun sejak saat itu.

Ngomong-ngomong, aku kembali diingatkan bagaimana Emir memiliki bakat dalam bertarung. Ucapannya yang mengatakan "merasa bisa" menunjukkan kalau instingnya sudah mengambil alih, berbeda dengan Inanna yang mengatakan "kelebihan dan kekurangan".

Namun, aku tidak pernah menduga mereka bisa sekuat ini hanya dengan bertarung bersama. Selama ini, aku lebih sering mengajarkan anggota Agade, dan Shinar, agar mampu bertarung sendirian. Kalau kemampuan mereka sudah mumpuni, mereka akan bisa bekerja sama dengan orang lain lebih mudah.

Ambil aku dan Mulisu. Ada momen ketika kami mampu bertarung sebagai tim dengan lancar. Awalnya aku mengira hal ini disebabkan karena kami sama-sama dilatih oleh Lacuna, jadi kami bisa mengetahui jalan pikir dan teknik bertarung pihak lain.

Mulisu setuju karena kami sama-sama dilatih Lacuna, kami bisa bekerja sama dengan baik. Namun, dia tidak setuju itu adalah satu-satunya alasan. Lacuna, meski memberi prioritas pada teknik bertarung solo, juga menekankan untuk memperhatikan sekitar dengan saksama. Demi memanfaatkan semua kondisi sekitar.

Karena kami sama-sama memiliki kemampuan observasi ini, kami mampu mengimplementasikan informasi yang kami dapat dari pihak lain. Dan, aku pun menerapkan standar itu pada Shinar, Emir, dan Inanna.

Di Agade, baru Simurrum dan Uru'a yang tampak jelas bertarung dalam tim. Untuk anggota lain, aku belum pernah melihatnya.

Di sini, Shinar belum mampu mempraktikkan kemampuan observasi ini. Ninlil? Tentu belum. Namun, tanpa aku ketahui, Emir dan Inanna mampu melakukannya dengan baik. Tidak. Baik adalah sebuah understatement. Aku bisa bilang mereka mengeksekusinya dengan cukup sempurna.

"Mau lanjut ke sesi senjata?"

"Tentu!"

Emir dan Inanna menjawab dengan cepat.

Kami berdiri dan menuju peti arsenal. Kami berbincang santai sambil memilih-milih senjata. Namun, sayangnya, belum selesai kami memilih senjata, sebuah gangguan muncul.

Di jalan, agak jauh dari tempat kami berada, sebuah limosin panjang datang. Limosin itu tidak rendah, tapi cukup tinggi dengan ban lebih besar dari mobil biasa. Dari dua fitur itu, aku tahu kalau limosin itu adalah mobil militer.

Fitur lain yang sedikit mencolok adalah sebuah patung sayap kecil dengan lingkaran halo di bagian depan limosin. Fitur ini menandakan kalau limosin itu adalah milik keluarga kerajaan. Namun, seingatku, tidak ada keluarga kerajaan yang memberi kabar kalau ingin menemuiku.

Sopir keluar dan membuka pintu penumpang, membiarkan dua sosok turun.

Sosok pertama adalah laki-laki dengan sedikit keriput tapi masih terlihat segar dan garang. Rambut yang harusnya hitam tampak menjadi abu-abu karena memutih sebagian. Dia memiliki mata hitam dengan pandangan ganas, tegas, dan lembut, bercampur jadi satu. Laki-laki itu adalah Fahren Falch Exequeror, Raja Bana'an.

Sosok satunya adalah wanita dengan rambut merah muda panjang yang dibiarkan terburai, senada dengan pandangan lemah lembut. Meski seharusnya memiliki usia yang hampir sama dengan Fahren, tidak terlihat kerut di wajah dengan dagu lancip itu, seolah dia masih berusia 30 tahun. Wanita itu adalah permaisuri Rahayu Falch Exequeror.

Fahren dan permaisuri Rahayu datang tanpa mengenakan atribut kerajaan. Fahren mengenakan kemeja putih dengan jaket model militer hijau dan jeans hitam. Permaisuri rahayu mengenakan jaket merah yang menutupi seluruh bagian atas tubuh dan celana jeans putih.

Ketika melihat Raja dan Permaisuri kerajaan datang, semua orang di tempat ini berlutut. Bahkan Ninlil yang sebelumnya tergeletak langsung berlutut. Semuanya, kecuali aku.

Fahren dan permaisuri Rahayu mendatangi kami. Sementara itu, aku duduk di atas peti arsenal menyilangkan kedua tangan. Ketika mereka cukup dekat, aku angkat bicara.

Normalnya, yang diperbolehkan berbicara terlebih dahulu adalah orang dengan posisi lebih tinggi. Namun, aku tidak peduli. Apalagi lawan bicaraku adalah orang yang sudah merepotkan hidupku.

"Jadi, Fahren, apa yang kau mau?"

"Kamu sadar kan kalau kamu berbicara dengan Raja kerajaan ini."

"Hahh," aku mendecakkan lidah. "Saat ini kau tidak mengenakan jubah kerajaan, jadi kau tidak datang sebagai Raja. Dan, pertemuan terakhir kita saat kau tidak mengenakan jubah kerajaan cukup merepotkanku. Kau tidak lupa kan?"

Aku yakin dia tidak lupa ketika tiba-tiba masuk ke kamar mandi dengan Raja Arid dan mengatakan aku harus menjadi Raja. Dan, aku pun yakin dia tidak akan lupa bagaimana kesalnya aku saat itu.

Wajah Fahren berubah masam ketika mendengar ucapanku.

Di lain pihak, Permaisuri Rahayu sedikit cemberut ketika melihat interaksi kami. Akhirnya, dia pun mengambil alih pembicaraan.

"Gin, bisa tolong kalian masuk ke mobil bersama kami? Kita akan berbicara di dalam mobil. Ada hal penting yang ingin kami bicarakan."

Bersambung

============================================================

Halo Semuanya. Sebelum berbicara banyak, Author ingin mengucapkan, "Selamat hari raya Idul Fitri, Mohon maaf lahir dan batin."

Dan, maaf pertama setelah idul fitri adalah karena updatenya malem sekali. Seharian ga sempet pegang laptop untuk update. Keliling ke seluruh penjuru desa.

Lalu, untuk update dua kali dalam seminggu, kelihatannya belum bisa minggu ini atau minggu depan. Libur satu minggu ini merusak jadwal author. Secara konsep, memang sih sekarang tanggal merah (dan cuti bersama). Namun, kerjaan dibawa pulang. Dah gitu, kerja justru tambah banyak lagi gara-gara libur seminggu. Yah, sudahlah. 

Dan, seperti biasa, Author ingin melakukan endorse pada artist yang gambarnya author jadikan cover, yaitu 千夜 / QYS3.

Kalau kalian membaca di komputer, di bagian bawah, di bawah tombol vote, ada tombol external link yang akan mengantar kalian ke page pixiv artistnya. Author akan berterima kasih kalau kalian press like di pixiv atau bahkan love.

Kalau kalian membaca lewat app, kalian bisa ke page conversation author. pada pinned post, author akan post link pixiv artistnya. Bisa banget dibuka pixiv pagenya, lalu like gambar-gambar yang ada di galeri.

Atau bisa juga kalian search twitternya. User Id artisnya @QYSThree

Terima kasih :D

avataravatar
Next chapter