104 Arc 3-3 Ch 32 - Akibat Pengkhianatan

Seperti biasa, kalau ada yang mengganjal atau ada kesalahan ketik, silakan langsung comment. Kalau bagian mengganjal, selama tidak spoiler dengan story, akan Author jawab.

============================================================

"Maaf, aku tidak bisa melakukannya."

"Tapi Gin," Emir menyanggah.

Inanna melanjutkan, "kamu sudah mendengar penjelasan ayahmu, kan?"

Ya, aku sudah mendengarnya. Namun, aku tidak ada niatan untuk menurutinya. Hell! Bahkan, seharusnya, saat ini aku belum boleh pulang dari rumah sakit. Ayah ingin aku rawat inap beberapa hari lagi untuk pengecekan.

Aku sudah tidur selama 3 hari. Aku tidak bisa tidur lebih lama lagi. Setelah kemarin siang bangun, sore itu juga aku pulang. Walaupun ayah, ibu, Emir, Inanna, dan Ninlil mencoba mencegah, aku tidak mengindahkan peringatan mereka.

Beberapa minggu lalu, sebelum menelepon ibu dan menyatakan akan menyerang Alhold, aku sudah meminta agar Agade memperbaiki rumahku. Karena kerusakannya tidak terlalu parah, mereka hanya perlu mengganti jendela dan menambal tembok. Jadi, aku pulang dengan kondisi rumah sudah normal.

Pagi ini, aku langsung ke kantor untuk menemui Shinar dan Yuan. Sementara menunggu mereka, Inanna dan Emir mencoba meyakinkanku untuk pensiun dari lini depan pertarungan.

"Aku tahu kekhawatiran kalian. Namun, kalau aku hanya menjadi ahli strategi tanpa terjun langsung ke lini depan, kekuatan bertarung kita akan berkurang drastis. Ditambah lagi, berkat kalian, aku akan menggunakan jebakan lagi. Saat ini, tidak ada satu pun anggota Agade dan Akadia yang mampu meniru teknik jebakan yang kubuat."

Sudah lima tahun lebih aku tidak menggunakan jebakan. Jadi, jebakanku akan menjadi senjata yang sangat ampuh karena sudah tidak terlihat dalam waktu lama.

"Memangnya apa yang membuatmu tidak mau pensiun?"

Inanna dan Emir mengatakannya bersamaan. Mereka melihatku dalam-dalam.

Kurasa, sudah waktunya aku menceritakan semua ini.

"Dengarkan aku baik-baik. Ini soal pengkhianatan yang dilakukan oleh Agen Schneider. Dan, ini adalah rencanaku. Karena aku baru memutuskan untuk menjalankan rencana ini di pagi hari sebelum menyerang Alhold, jadi, yang mengetahui rencana ini baru Yuan dan Mulisu."

"Yuan?"

Akhirnya, aku menjelaskan sebuah rencana yang sudah kubuat, dan sudah mulai berjalan. Untuk menghindari kesalahpahaman, aku menjelaskan kenapa Yuan adalah orang yang kupilih untuk menjalankan rencana ini. Sederhananya, karena Yuan baru masuk, orang tidak akan mengira dia menjalankan rencana yang kubuat.

Ada alasan kenapa aku bersedia menerima Yuan dan langsung memperkerjakannya.

Sebenarnya, orang yang pertama kali mengetahui dan menjalankan rencanaku adalah Mulisu. Sebelum menyerang keluarga Alhold, aku memberi sebuah flash drive berisi rencanaku secara detail. Dan, di sini lah aku meminta Mulisu agar menggunakan Yuan.

Aku pun menjelaskan rencanaku secara panjang lebar, detail, tidak meninggalkan celah sedikit pun kepada Emir dan Inanna. Mereka berdua duduk, diam, mendengarkan dengan saksama.

Setelah beberapa belas menit berlalu, akhirnya, aku selesai menceritakan seluruh rencana. Baik Emir dan Inanna tidak memberi respon. Mereka berdua melihat ke mataku dalam-dalam, mencoba mencari kepastian dan konfirmasi atas ucapanku.

"Gin, sejak kapan kamu meramu rencana ini?" Emir bertanya.

"Sejak ayahmu mengatakan ingin menjadikanku kepala intelijen kerajaan. Perlu kamu tahu ini adalah salah satu skenario yang kubuat. Kalau seandainya agen schneider dan ayahmu tidak mengkhianati kepercayaanku, rencana ini tidak akan pernah muncul ke permukaan."

"Lalu, Etana? Revolusi Mariander?" Inanna bertanya.

"Sebenarnya, aku memberi bantuan pada Etana sebagai jaga-jaga. Kalau Mariander menjadi Republik, aku tidak perlu repot memikirkannya. Dan lagi, kalau benar Mariander menjadi Republik, aku bisa melobi pemerintah yang baru, melalui Etana, untuk membiarkan kamu, ibumu, dan adikmu pindah kewarganegaraan ke sini. Supaya aku bisa melindungi kalian sepenuhnya."

Dua buah respons yang bertolak belakang muncul di wajah Emir dan Inanna. Sementara Emir pucat dan cemberut, Inanna tersenyum dengan mata berbinar. Ketika dua mantan tuan putri memiliki masa lalu yang berbeda, normal untuk menunjukkan respons yang berbeda.

Di lain pihak, mereka tidak membahas soal aku mundur dari lini depan lagi. Baguslah.

"Inanna, aku tidak perlu menanyakan keterlibatanmu, kan?"

"Tentu saja! Aku akan turut serta!"

Aku terdiam, menoleh ke arah Emir. Sebelum aku bertanya, Emir sudah membuka mulutnya terlebih dahulu.

"Gin, aku ingin mencoba satu hal. Kalau berhasil, aku ingin kamu mempertimbangkan sedikit perubahan di rencanamu."

"Apa yang ingin kamu coba? Dan, perubahan apa yang akan kamu lakukan?"

"Begini,"

Sekarang, ganti aku yang duduk dan mendengarkan penjelasan Emir. Bukan hanya aku, Inanna pun mendengarkan penjelasan Emir dengan saksama.

Sebenarnya, perubahan yang ingin dilakukan oleh Emir tidak terlalu banyak. Namun, kalau perubahan ini berhasil, sekutu yang berada di pihakku akan bertambah.

"Gin, apa aku tidak salah dengar? Emir bisa membuat rencana seperti itu?"

"Tidak Inanna. Kamu tidak salah dengar. Aku juga sedikit terkejut dengan rencana Emir."

"Kalian pikir aku bodoh?"

"Iya,"

Aku dan Inanna menjawab bersamaan, tanpa jeda. Emir membuka mulut, tapi tidak terdengar satu pun bantahan atau sanggahan. Tampaknya, dia sendiri sadar kalau dirinya tidaklah terlalu pintar.

"Baiklah. Aku memperbolehkannya. Kamu bisa hubungi Mulisu dan meminta bantuannya untuk mengatur perubahan yang kamu inginkan."

"Oke. Terima kasih gin."

Emir langsung berlari meninggalkan ruangan.

Aku tidak tahu dimana Mulisu saat ini. Namun, Emir memiliki nomor telepon Mulisu. Jadi, aku tidak ambil pusing.

Tok tok

Sebuah ketukan pintu terdengar.

"Masuk." Aku menjawab dengan lantang, memastikan sosok di balik pintu mendengarnya.

"Permisi Guru,"

Shinar menunjukkan kepalanya dan lalu masuk. Dia mengenakan pakaian kasual ditambah dengan jaket jeans, seperti biasa.

"Shinar, silakan duduk."

Aku menjulurkan tangan ke depanku, memberi isyarat agar Shinar duduk di kursi depan meja, bukan sofa.

Shinar menurut dan duduk. Dia melihatku dengan pandangan normal, tidak curiga pada apa pun. Mendapati dirinya diperhatikan, olehku, Shinar pun bertanya.

"Jadi ada apa, guru? Ada keperluan apa sehingga guru memanggilku?"

"Baik," aku membuka rak meja dan mengambil sebuah smartphone. "Ambil smartphone ini dan ikuti instruksi di dalamnya."

"Ini...." Shinar mengambil smartphone hitam dari tanganku.

"Bisa dibilang, ini adalah misi pertamamu sebagai agen schneider, bukan sebagai karyawan atau instruktur sekolah intelijen. Semua yang perlu kamu ketahui sudah ada di dalam smartphone itu. Benda ini tidak akan berfungsi tanpa sidik jari, scan retina, dan nomor pin yang nanti akan kamu masukkan."

"Wow....." Shinar merespon pelan.

Shinar memperhatikan smartphone yang dia pegang baik-baik. Dia memutar-mutarnya, melihat dari semua sisi.

Semua smartphone memiliki desain yang hampir sama, percuma juga kamu putar-putar seperti itu.

Aku memberi penjelasan tambahan, "Smartphone ini akan meledak kalau dibuka oleh orang selain kamu. Kalau sudah meledak, tidak akan ada gantinya. Dengan kata lain, kamu akan dianggap gagal menjalankan misi. Jadi, jangan sampai smartphone ini pindah tangan, mengerti?"

"Siap, guru!" Shinar menegakkan punggung dan memberi hormat.

"Bagus. Sekarang, aku persilakan kamu untuk pergi dari ruangan ini. Pastikan kamu mengaktifkan smartphone itu dan membuka dokumen di dalamnya dalam keadaan aman, tidak diintai oleh siapa pun."

"Baik!"

Shinar berdiri dan berjalan menuju pintu. Sebelum membuka pintu, Shinar berhenti lalu berbalik. Tanpa aku duga, Shinar langsung mengepalkan tangan kanan dan menghantamkannya ke bahu kiri. Setelah itu, dia membungkukkan badan.

Gerakan yang Shinar lakukan adalah sebuah penghormatan terbesar seorang kesatria. Bahkan, di Bana'an, hanya Raja orang yang sudah menyelamatkan nyawamu yang berhak mendapatkan gerakan penghormatan ini.

"Guru, Lugalgin Alhold, mungkin Anda bukanlah kesatria dan cara kesatria tidak cocok dengan pasar gelap. Namun, penghormatan ini adalah satu-satunya yang aku tahu. Jadi, biarkan saya memberi penghormatan. Berkat Anda, saya dapat menerima dan menjalani misi ini dengan kepala tegak. Terima kasih, guru."

Suaranya begitu tegas dan lantang. Menggema di seluruh ruangan. Aku bisa merasakan ketegarannya.

Berkat aku, huh? Memang sih, kalau bukan karena aku membantai keluarganya, dia tidak mungkin mendatangiku. Kalau dia tidak mendatangiku, mungkin, saat ini dia bersama agen yang membangkang. Karena dia mendatangi dan menjadi muridku, kini, dia bisa menerima misi perdananya sebagai agen schneider.

"Saya tidak membahas mengenai pembantaian keluarga saya. Yang saya maksud adalah Anda yang telah melatih saya selama beberapa bulan ini. Saya berterima kasih karena Anda telah melatih saya menjadi agen yang benar-benar berkompetensi, yang bisa bertahan di kondisi terburuk pasar gelap. Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih yang paling dalam. Terima kasih, Guru Lugalgin Alhold."

Ketika mendengar tambahan dari Shinar, aku termenung. Aku sama sekali tidak menduga dia menganggapku seperti itu. Bulu kudukku merinding. Bahkan, tanpa aku sadari, tangan kiri sudah mengepal di atas meja.

"Saya mohon izin meninggalkan ruangan."

Shinar bangkit dan pergi, meninggalkanku dan Inanna di dalam ruangan.

"Gin," Inanna menggenggam tangan kiriku.

Aku tersenyum masam. "Kalau dia mengaktifkan smartphone itu dan bertemu dengan yang lain, aku tidak yakin dia akan tetap menganggapku sebagai seorang yang patut dihormati."

"Tidak, aku ragu Shinar akan mengubah pendapatnya." Inanna menyanggah. "Kerajaan ini, dan Mariander, berdiri di atas kesalahan dan kebohongan pendirinya. Bahkan, hingga kini, kedua kerajaan masih penuh dengan kebohongan. Kita hanya mencoba membuat kerajaan ini berdiri dengan benar. Memastikan kerajaan ini bisa berdiri dengan kepala tegak di hadapan para penerus."

Aku membuka kepalan tangan dan menggenggam tangan Inanna.

Ya, ini adalah hal yang benar. Kebenaran harus tetap ditegakkan meskipun terkadang membawa banyak korban.

Shinar, tanggung jawab yang akan kamu emban sangatlah berat. Masa depan Kerajaan ini bergantung padamu. Kamu akan menjadi sosok yang menopang dan mendukung kerajaan ini dari bayangan. Aku percayakan Intelijen kerajaan dan Bana'an padamu. Pada kalian.

Pintu tiba-tiba terbuka. Di depan pintu, terlihat sosok Yuan berdiri.

"Sudah siap?" Aku bertanya.

"Sudah siap. Malam ini juga sudah bisa dieksekusi."

***

Gelap. Tidak ada satu pun lampu yang menyala di ruangan ini. Terdengar suara lirih di seluruh penjuru ruangan. Semua suara itu tidak keluar dengan penuh, seolah ditahan. Namun, ada satu suara yang mampu keluar dengan lantang dan arogan.

"Dimana ini? Apa kau tidak tahu sedang berurusan dengan siapa?"

"Kami sadar. Sangat sadar. Aku.... sangat sadar."

Sebuah lampu sorot menyala, menyinari sosok yang baru saja berbicara. Dia duduk dan terikat pada sebuah kursi di tengah ruangan. Atau aku bilang, di tengah lapangan.

"Suara ini, Lugalgin?"

"Hai, Fahren."

Ya, saat ini, sosok yang tengah diikat di tengah lapangan adalah Fahren. Dia masih mengenakan pakaian khas bangsawan yang penuh dengan ornamen tanpa fungsi. Namun, jubah kerajaannya sudah tidak terlihat lagi.

Aku berjalan ke bawah lampu sorot, ke depan Fahren. Aku menggeret kursi sendiri dan duduk di depannya. Normalnya, dalam keadaan seperti ini, rakyat jelata sepertiku tidak boleh duduk sejajar dengan Raja. Aku harus duduk di kursi yang lebih rendah atau bahkan di atas tanah, menandakan statusku lebih rendah dari Raja. Normalnya.

Saat ini, aku tidak mengenakan pakaian kasual yang menandakan status sebagai rakyat jelata. Aku mengenakan pakaian berlapis kevlar, celana kargo, dan jubah hitam, pakaian sebagai anggota Agade.

"Apa yang kamu lakukan?"

"Seharusnya aku yang bertanya. Apa yang kau lakukan?" Aku ganti bertanya. "Aku sudah berbaik hati menerima pekerjaan sebagai kepala intelijen, berusaha memperbaiki dan memperkuat sistem intelijen kerajaan, aku bahkan mencoba mencarikan raja baru untukmu yang lebih mudah dikendalikan daripada aku. Tapi, apa balasannya?"

Aku berdiri, menjambak rambut Fahren. "Kau mengkhianatiku. Kau membuat beberapa agen schneider langsung melapor padamu. Bahkan, kau mengadu dombaku dengan keluarga Alhold. Gara-gara kau, adikku hampir terluka parah bahkan dia bisa tewas kalau aku tidak turun langsung. Bukan hanya itu, kau juga membuat keluar Suen dan Nanna tewas. Apakah kerajaan ini berpikir warganya hanyalah pion yang bisa dikorbankan? Begitu?"

"A...apa maksudmu?"

Pura-pura bodoh, ya?

Aku melepaskan tanganku dari rambut Fahren dan mengambil smartphone dari saku celana. Di belakangku, sebuah cahaya kotak muncul di langit. Kalau melihat dari ukuran kotaknya, seharusnya, Fahren sudah bisa menduga dimana tempat ini.

[Yang Mulia Paduka Raja, semuanya berjalan sesuai rencana. Sekarang, keluarga Alhold sedang melawan Lugalgin.]

[Bagus. Bagus sekali.]

Aku memperdengarkan beberapa rekaman hasil penyadapan telepon Fahren. Fahren membelalakkan matanya lebar, tidak mampu mempercayai apa yang didengarkannya.

"Saat ini, aku memperkerjakan Akadia, Agade, Agen Schneider, dan seorang mercenary."

Yang aku maksud mercenary adalah Jin. Tidak mungkin aku mengatakan pimpinan Guan.

"Di bawahku, aku menyuruh semua organisasi saling mengawasi satu sama lain. Dan, tidak kuduga, banyak sekali agen schneider yang langsung melapor padamu tapi tidak melapor padaku."

"Apa yang kamu harapkan? Mereka bekerja di bawahku."

"Tidak menurut dokumen pernyataan ini." Aku mengambil sebuah dokumen di bawah kursi Fahren. "Dokumen ini ditandatangani oleh pihak yang bersangkutan, yang adalah agen schneider. Mereka menyatakan sumpah dan kesetiaan padaku, Lugalgin Alhold. Aku tidak melihat ada kata-kata sumpah dan kesetiaan pada Raja, Fahren Falch Exequeror. Dan jika ada pengkhianat, aku diperbolehkan melakukan pembersihan semua agen yang membangkang dan agen di bawahku."

Untuk mempermudah Fahren, dan semua orang, melihat isi dokumen, aku menampilkan hasil scan dokumen di layar.

"Sebelumnya, ada pengkhianat yang bekerja dengan agen pembangkang. Namun, aku masih berbaik hati dengan hanya membersihkan keluarga agen pengkhianat itu. Aku belum membersihkan semua agen seperti yang ditulis pada dokumen ini. Namun, tampaknya, kebaikanku ini disalahartikan. Bukannya pembersihan ini dianggap sebagai peringatan, tapi kalian tidak mengindahkannya. Jadi, aku berpikir, mungkin sejak awal kalian memang sudah merencanakan ini semua."

Fahren terdiam. Dia tidak memberi respon dan hanya membuang muka.

Aku menekan tombol di smartphone, mengirim pesan. Tepat setelah itu, satu lampu sorot lain menyala, menerangi sebelah kiriku. Di kiriku, terlihat Shu En yang terikat di kursi, sama seperti Fahren. Namun, jika mulut Fahren terbuka lebar tanpa penghalang, mulut Shu En disumpal dan diikat dengan kain.

"Baiklah, kita putar rekaman beberapa hari lalu. Dimana kamu, Shu En, seharusnya mengirimkan agen untuk melindungi keluarga Nanna dan Suen."

Aku memutar sebuah rekaman suara. Rekaman ini tidak terlalu penting, hanya berisi Shu En yang mengkonfirmasi kelancaran rencana pada Fahren. Setelah rekaman suara, aku memutar video.

"Video ini didapatkan dari cctv terdekat."

Aku hanya memberi pengantar singkat dan membiarkan Fahren dan Shu En melihat ke video itu. Di video itu, terlihat dua buah rumah dihujani oleh peluru dan bahkan bazoka dan granat. Aku memperbesar volume, memperdengarkan suara teriakan di balik ledakan dan peluru.

Setelah serangan berhenti, tidak terjadi apa-apa, diam, tenang. Di saat ini aku, memunculkan beberapa foto ke layar.

"Dalam serangan ini, lima orang tewas. Ini adalah wajah mereka, kalau kalian peduli."

Tidak lama kemudian, terlihat beberapa orang datang. Orang-orang itu adalah agen schneider. Mereka masuk dengan terburu-buru. Mungkin, mereka berharap ada yang bertahan. Namun, sayangnya, tidak.

"Waktu sejak serangan dimulai, hingga agen schneider datang, adalah 3 menit 26 detik. Waktu laporan Shu En ke Fahren, 5 menit 58 detik. Ada selisih waktu 2 menit 32 detik."

Aku melihat ke arah Shu En. Mata Shu En membelalak. Terlihat tubuhnya bergetar.

"Shu En," aku membuka penjelasan. "Kalau kau tidak melapor pada Fahren dan langsung menghubungi agen schneider, ada waktu dua setengah menit untuk memperingatkan keluarga itu. Mereka memiliki basemen. Dalam waktu dua setengah menit ini, mereka bisa pergi ke basemen, menyelamatkan diri."

Aku berjalan ke arah Shu En dan membuka penyumpal mulutnya.

"Ada pembelaan, Shu En?"

"I...itu...itu...."

"Shu En," Aku menyela Shu En yang tidak mampu menjawab. "Di basemen markas, aku sudah bilang. Kalau ada yang menyerang keluargamu, aku pastikan pihak penyerang akan dibersihkan. Namun, karena kamu adalah pihak yang menyebabkan semua ini, maka...."

"Tidak! Tidak! Kumohon! Ampuni putraku! Ampuni Liu! Dia tidak salah! Dia tidak tahu apa-apa!" Shu En merengek. Air matanya juga terus mengalir.

"Lalu, bagaimana kamu akan bertanggung jawab? Kalaupun aku membunuhmu, itu hanya satu nyawa. Sedangkan yang melayang adalah 5 nyawa. Tidak setimpal. Belum lagi, terima kasih padamu, mereka tidak lagi memiliki keluarga. Mereka yatim piatu. Tidak ada lagi yang akan membimbing dan membiayai hidup mereka."

Yah, sebenarnya, aku yang akan membiayai hidup mereka sih. Namun, aku tidak akan mengatakannya.

Aku merendahkan badan, meletakkan wajah di depan Shu En.

"Bayangkan, ketika pulang, tidak ada lagi senyuman atau ucapan selamat datang yang akan menyambut mereka. Tidak ada lagi kehangatan keluarga yang akan menenangkan di saat mereka bersedih."

Aku menambah pendekatan lain. "Bayangkan kalau yang ada di posisi mereka adalah putramu. Dia pulang, berharap ibunya di rumah. Atau hanya keluar bekerja, berharap kamu akan pulang. Namun, sayangnya tidak. Ketika dia pulang, hanya tembok dingin yang menyambutnya, mengetahui ibunya tidak ada lagi di dunia ini. Kalau yang ada di posisi itu adalah putramu, apa kamu rela hanya menghukum satu orang?"

"Aa...aa....."

Shu En tidak mampu memberi jawaban. Mulutnya hanya membuka dan mengeluarkan suara, tanpa kata.

Aku kembali membuka smartphone. Namun, belum sempat aku menjalankan rencana berikutnya, sebuah suara menghentikanku.

"Fahren. Kamu bisa bunuh aku dan Fahren. Kami lah yang membuat keluarga mereka tewas. Liu tidak ada hubungannya dengan semua ini."

"Apa yang kau katakan? Ini adalah salahmu!" Fahren mengelak. "Aku tidak masalah mendapat laporan belakangan. Tewasnya dua keluarga itu adalah karena kau tidak bisa menentukan prioritas."

"Raja brengsek! Kau lah yang mengatakan prioritas utamaku adalah melayanimu. Begitu keadaan tidak memihak, kau mau cuci tangan begitu saja?" Shu En melihat ke arahku. "Aku mohon, ampuni putraku. Ampuni Liu."

Wow. Hingga akhir, Shu En terus bersikeras agar aku mengampuni putranya. Aku mengaguminya. Namun, yang akan membuat keputusan bukan aku.

Aku mengirim pesan. Lampu sorot lain menyala. Di bawah lampu sorot, terlihat dua orang, laki-laki dan perempuan. Mereka hanya berdiri, diam. Kedua mata mereka mengeluarkan air.

"Nanna, Suen," aku berjalan ke arah Nanna dan Suen. "Perkenalkan, Yang Mulia Raja Fahren dan Shu En, dua orang yang telah membuat keluarga kalian terbunuh."

Bersambung

===========================================================

Halo semuanya.

Maaf ya baru sempat update senin. Hehehe, as usual. Life is getting full for now. hehe

On a side note, author baru saja mencetak 8 buku I am No King vol 1 dan vol 2. kalau kalian minat, bisa buka tokopedia dan search "I am No King". ada dua buku, volume 1 haganya 45k dan volume 2 harganya 55k. Dan, seperti yang telah author sebutkan, semua keuntungan akan disumbangkan.

Dan, seperti biasa. Author ingin melakukan endorse pada artist yang gambarnya author jadikan cover, yaitu 千夜 / QYS3.

Kalau kalian membaca di komputer, di bagian bawah, di bawah tombol vote, ada tombol external link yang akan mengantar kalian ke page pixiv artistnya. Author akan berterima kasih kalau kalian press like di pixiv atau bahkan love.

Kalau kalian membaca lewat app, kalian bisa ke page conversation author. pada pinned post, author akan post link pixiv artistnya. Bisa banget dibuka pixiv pagenya, lalu like gambar-gambar yang ada di galeri. Atau bisa juga kalian search twitternya. User Id artisnya @QYSThree

Author benar-benar berterima kasih kepada semua reader yang telah membaca I am No King sejak chapter prolog hingga chapter 100 ini. Sekali lagi, terima kasih.

Dan, ini ada sebuah endcard dari pokarii, sebuah ucapan terima kasih dari Emir dan Inanna

avataravatar
Next chapter