97 Arc 3-3 Ch 25 - Bersikeras

Seperti biasa, kalau ada yang mengganjal atau ada kesalahan ketik, silakan langsung comment. Kalau bagian mengganjal, selama tidak spoiler dengan story, akan Author jawab.

============================================================

"Gin, Ninlil dan Om Barun sudah menampakkan diri!"

Aku berteriak, memberi kabar pada Lugalgin.

Melalui kamera, terlihat dua orang melayang dari bangunan utama yang seperti kastel itu. Dua orang itu adalah Ninlil dan Om Barun. Ninlil mengenakan celana pendek dan singlet putih sementara Om Barun mengenakan kemeja biru dengan dua kancing dibuka dan celana formal.

Karena Ninlil dan Om Barun sudah tampak, pekerjaanku sudah selesai. Sekarang, aku harus membahas masalah lain yang baru muncul.

Aku mengetik beberapa kata di smartphone dan memunculkannya di proyeksi udara.

(Apa kamu mendengarnya?)

Emir mengangguk setelah membaca tulisanku. Di lain pihak, Yuan hanya memiringkan kepala dengan mulut setengah terbuka.

Emir mengetik kalimat lain dan menunjukkannya pada Yuan.

(Yuan, tolong fokus pada urusanmu. Biar Inanna dan aku yang mengurus ini. Dan tolong jangan katakan apa pun.)

Yuan mengangguk.

Perempuan ini menurut. Aku suka perempuan ini.

(Inanna, aku tidak terlalu pintar kalau diminta berpikir hal seperti ini. Jadi, aku serahkan keputusannya padamu. Tolong ya. Aku ingin membantu Lugalgin.)

Aku mengangguk.

Emir kembali melihat ke layar.

Sebelum misi dimulai, Mulisu memberiku dan Emir sebuah earphone. Earphone ini adalah tipe satu arah, hanya berperan sebagai penerima. Dan dari earphone ini juga lah, aku dan Emir mendengar mengenai kondisi Lugalgin dari percakapan Mulisu dan Ukin.

Apa ini berarti Mulisu tahu kalau Ukin akan mengamati serangan ini? Atau mungkin, sebenarnya, Mulisu ingin mengatakan hal lain pada kami dan kebetulan Ukin datang? Ya, urusan itu biar aku pikirkan nanti. Sekarang, aku harus fokus pada pesan Mulisu.

Mulisu, secara tidak langsung, ingin aku dan Emir meyakinkan Lugalgin untuk meminta bantuan. Namun, seperti ucapan Ukin, kalau Lugalgin meminta bantuan dan Ninlil mengalami luka berat, bisa-bisa dia akan kehilangan kepercayaannya pada kami.

Padahal, sebelum misi ini, aku dan Emir meragukan kepercayaan dan kesetiaan Lugalgin. Namun, sekarang, justru kepercayaan Lugalgin pada kami lah yang dipertaruhkan.

Apa yang harus kulakukan? Apa yang harus kami lakukan?

Emir berteriak, "GIN! Aku merasakan semua benda di sekitarmu bergetar!"

Tepat setelah Emir berteriak, ratusan pasak muncul dari tanah di sekitar Lugalgin. Tampaknya, Ninlil mengubah aluminium di sekitar Lugalgin dan menyerangnya dari semua arah. Meskipun semua proyektil yang digunakan berhasil dihentikan oleh dua peti Arsenal milik Lugalgin, dia terpaksa meninggalkannya.

Pasak-pasak itu, meskipun tidak bisa dikendalikan lagi, sudah memenuhi tujuannya, menghancurkan semua senjata yang dibawa oleh Lugalgin. Belum sempat Lugalgin bergerak, dia dihujani oleh proyektil aluminium kecil. Lugalgin pun terpaksa menggunakan minigun di tangan kiri dan perisai di kedua bahu untuk melindungi diri.

Sadar minigunnya tidak lagi berfungsi, Lugalgin membuangnya dan berlari ke samping. Ketika Lugalgin berhasil lari dari tempatnya berdiri, sebuah logam terbentuk silinder muncul dan melumatkan semua senjata yang ditinggalkan Lugalgin.

Sial! Setelah serangan yang barusan, Lugalgin praktis tidak memiliki senjata api sama sekali. Tampaknya, sejak awal, tujuan Ninlil memang melumpuhkan senjata api milik Lugalgin.

(Tidak! Masih belum! Lugalgin masih memiliki toya dan kedua pistolnya!)

Emir, kamu terlalu optimis!

Sial! Saat ini, perbincangan Ukin dan Mulisu menjadi kenyataan. Lugalgin benar-benar terdesak dan bahkan di ambang kematian.

Berpikir, Inanna! Berpikir!

"Gin, butuh bantuan?"

Tanpa meminta persetujuanku, Emir langsung menawarkan bantuan pada Lugalgin.

[Tidak! Kalian fokus saja mengawasi sekitar! Aku tidak mau orang lain datang dan melukai Ninlil!]

Dan Lugalgin mempertegas dugaan kami.

[Blarr Blarr Blarr]

Beberapa ledakan terdengar dari earphone. Di layar, terlihat Ninlil mengendalikan beberapa bazoka dan terus melepas tembakan ke arah Lugalgin. Kalau begini terus, Lugalgin bisa tewas.

"Gin–"

[Aku bilang aku tidak butuh bantuan!] Lugalgin berteriak, menyelaku.

Kali ini dia berteriak kencang. Bahkan, tanpa perlu mengenakan earphone, aku bisa mendengar suaranya dari dalam trailer. Apa dia memberi peringatan pada semua orang di sini?

Aku tidak akan menyerah begitu saja.

"Kenapa kamu begitu keras kepala? Kalau begini terus, kamu bisa tewas! Apa menurutmu Ninlil akan senang kalau kamu tewas? Tidak! Dia tidak akan senang! Bahkan, mungkin dia akan menyalahkan dirinya sendiri untuk seumur hidup. Apa kamu tega?"

[Setidaknya, dia, hidup,]

Lugalgin tidak menjawabku dengan lancar.

Sejak bertemu dengannya, aku tidak pernah mendengar Lugalgin kehabisan nafas seperti ini. Ya, ini adalah pertama kalinya aku mendengar dan melihat Lugalgin tersengal-sengal.

Sesuai ucapan Mulisu dan Ukin, teknik bertarung Lugalgin sangat tidak cocok untuk pertarungan satu lawan satu seperti sekarang. Mulisu mengatakan kalau dia bekerja sama dengan Ukin, maka mereka bisa mengalahkan Ninlil dengan mudah dan tanpa memberi luka parah. Namun, tidak mungkin Ukin akan bekerja sama. Dia sudah mengatakannya dengan sangat jelas.

Lugalgin juga sudah berteriak, menegaskan kalau dia tidak mau siapa pun ikut campur. Jadi, agen schneider dan Agade sama-sama tidak berguna.

Satu-satunya cara agar Lugalgin bisa memenangkan pertarungan ini tanpa melukai Ninlil adalah dengan menghilangkan pengendalian Ninlil. Namun, saat ini, Ninlil hanya melancarkan serangan proyektil. Sementara itu, dia melayang di udara, memastikan Lugalgin tidak bisa mencapainya.

Saat ini, Ninlil mengaplikasikan pelajaran Lugalgin baik-baik. Kalau ingin kemenangan, lakukan segala cara tidak peduli sekotor apa pun itu. Dan, aku baru menyadari betapa mengerikannya pelajaran Lugalgin.

Aku menutup mata sejenak, mencoba mencari jalan keluar dari masalah ini. Pengendalian utamaku adalah timah. Di saat ini, aku bisa merasakan ratusan bahkan ribuan peluru timah berserakan di luar. Namun, jumlah timah yang tersebar tidak sebanyak aluminium. Jadi, aku tidak mungkin menghentikan pengendalian Ninlil sepenuhnya.

Pengendalian Emir adalah silikon. Selain itu, dia termasuk dalam kategori spesial. Dengan mudah, dia bisa mengubah silikon menjadi apa saja.

Aku membuka mata. "Emir, apa kamu bisa mengendalikan silikon sampai tingkat molekul?"

"Eh? Ah, ya aku bisa melakukannya. Namun, aku tidak menyarankannya. Kalau aku melakukan pengendalian hingga tingkat molekul, silikon yang kukendalikan akan bereaksi dengan hidrogen di udara dan meledak."

"Bagaimana kalau kamu melakukan hal ini?"

Aku memberi beberapa arahan pada Emir. Jika berbicara dengan Emir mengenai teknik dan strategi bertarung, aku tidak perlu memikirkan kata yang sederhana. Insting dan bakat Emir dalam dua hal itu adalah hal yang nyata, tidak seperti dalam kehidupan sehari-hari.

"Ah, ya, aku bisa melakukan hal itu." Emir memberi konfirmasi.

Dalam misi ini, tampaknya, Emir akan lebih berperan banyak dariku.

"Bagus!"

[Inanna! Emir! Aku sudah bilang tidak butuh bantuan! Kalian diam saja!]

Aku menarik nafas. Maaf Lugalgin, aku terpaksa mengabaikan perintah dan permintaanmu. Aku tidak mau menjadi janda semuda ini.

"Tidak, Lugalgin Alhold! Kamu lah yang harusnya diam saja!"

***

[Gin, Ninlil dan Om Barun sudah menampakkan diri!]

Seperti ucapan Inanna, ayah dan Ninlil muncul. Mereka melayang dari bangunan utama ke sini.

Baiklah, apa aku harus menghadapi mereka berdua secara bersamaan? Jujur, menghadapi salah satu dari mereka saja aku tidak yakin bisa menang, apalagi dua sekaligus. Apa ini adalah akhir dari hidupku? Bisa jadi.

Setelah beberapa saat, akhirnya Ninlil dan ayah berhenti agak jauh dariku.

"Hai, kak," Ninlil menyapa dengan berteriak.

Tidak seperti biasanya dimana senyumannya penuh dengan cahaya dan keceriaan, sekarang Ninlil memasang sebuah senyum sinis di wajah. Tidak. Sinis tidak cocok. Kini, senyumnya begitu panjang. Dengan mata yang terbuka lebar dan dagu terangkat, Ninlil seolah melihat serangga yang akan diinjak.

Bukan hanya itu, kini Ninlil terus memancarkan aura haus darah dan niat membunuh dalam jumlah besar. Kalau yang berhadapan dengannya adalah orang normal, mereka sudah tidak bisa bergerak lagi.

"Hai, dik," aku membalas. "Belum ada 12 jam sejak kamu menghilang tapi kelakuanmu sudah berubah 180 derajat. Aku jadi ingin mempelajari teknik pencucian otak Enlil."

"Ya, aku setuju. Metode pencucian otak Enlil benar-benar efektif." Ninlil menjawab dengan lantang, arogan.

Hei, hei, kemana perginya adikku yang baik dan polos?

"Jadi, apa sekarang kamu membenciku?"

"Mungkin ya, mungkin tidak. Entahlah! Intinya, aku merasa gatal melihatmu, kak. Aku sangat gatal ingin membunuhmu!"

[GIN! Aku merasakan semua benda di sekitarmu bergetar!]

Tiba-tiba saja ratusan proyektil muncul dari sekitarku. Aku membuka peti arsenal dan berlindung di dalamnya. Meski proyektil itu berhenti ketika menghantam peti arsenal, tapi pengendalian Ninlil sangatlah kuat. Puluhan benda tajam muncul di peti arsenal yang merupakan ujung proyektil, menembus senjata yang terikat di dalam.

"Hahahaha. Sesuai ajaranmu, serang ketika lawan tidak menduganya."

Yap, itu benar-benar ajaranku. Aneh. Padahal, sebelum ini, sulit sekali bagi Ninlil untuk mencamkan ajaranku. Namun, sekarang, dia justru menerapkannya.

Namun, percuma saja kamu bilang seperti kalau aura haus darah dan niat membunuhmu terus muncul. Dua hal ini memberi tahu dengan jelas kemana kamu akan menyerang. Namun, mungkin, orang dengan pengendalian sekuat Ninlil tidak perlu mengkhawatirkannya.

Oke, urusan itu lain kali. Kalau Ninlil benar-benar menerapkan ajaranku, dia akan menyerang dari arah lain, atas. Sesuai dugaanku, ratusan proyektil kecil menghujaniku. Aku mengangkat minigun ke atas. Ditambah dengan kedua perisai di bahu, aku berhasil menghindari luka fatal.

Proyektil yang dilepaskan oleh Ninlil membuat minigun dan perisaiku tidak dapat melepas tembakan lagi. Meski aku masih bisa menggunakan minigun sebagai perisai, sayangnya terlalu berat.

Sekali lagi, instingku berontak. Aku melepas peti arsenal dari pinggang, melempar minigun ke udara, dan melompat keluar. Di saat itu, sebuah silinder raksasa muncul entah dari mana dan melumatkan kedua peti arsenal beserta semua senjata.

"Kakak, aku tahu semua senjatamu dapat menghilangkan kekuatan pengendalian. Kalau semua senjatamu tidak bisa digunakan lagi, maka kamu tidak ada bedanya dengan serangga yang tidak berdaya."

Kalau dulu, aku akan membalas dengan, "aku masih memiliki toya dan sepasang pistol bayonet,". Namun, saat ini, aku tidak melihat dua senjata ini bisa digunakan untuk mengalahkan Ninlil yang terus menjaga jarak. Selain itu, ayah juga masih diam, tidak bergerak, melayang di sisi. Kalau dia ikut bergerak, hidupku pasti sudah berakhir dari tadi.

Kalau begini terus, aku akan tewas. Ya, benar, aku akan tewas. Aku fokus untuk sejenak, memanggil semua ingatan dan kenangan buruk yang pernah kualami, mencoba membangkitkan aura haus darah dan niat membunuh. Aku harus menghadapi Ninlil dengan serius.

"Kak Lugalgin?"

Tiba-tiba saja Ninlil memanggilku. Begitu Ninlil memanggil, pandanganku teralihkan. Meskipun kini senyumnya benar-benar rusak dengan mata membelalak, aku tidak bisa menghilangkan bayangan Ninlil yang tersenyum dengan polos.

Kalau aku benar-benar serius, Ninlil bisa terluka parah. Dia masih SMP, masih anak-anak. Aku tidak mau merusak masa depannya. Ya, aku tidak akan serius.

Aku berlari, menerjang Ninlil. Sambil berlari, aku mengambil kedua pistol dengan bayonet dari pinggang. Belum ada setengah jarak, aku terpaksa berhenti. Aku melompat ke samping, melihat beberapa tiang aluminium muncul dari tanah.

Sial! Tampaknya, di bawah tanah dan batuan yang tersebar, terdapat lantai aluminium sehingga Ninlil bisa menyerang seperti itu.

Tiang lain meluncur dari samping. Aku menunduk, mencoba menghindar. Namun, aku tidak cukup cepat. Sebagian dari tiang masih menyerempet perisaiku. Sialnya, ketika tidak lagi dikendalikan oleh Ninlil, tiang ini langsung jatuh ke bawah, hampir menimpaku. Ini bukanlah pertama kalinya kemampuanku menjadi senjata makan tuan, dan aku yakin tidak akan menjadi yang terakhir.

[Gin? Butuh bantuan?]

"Tidak! Kalian fokus saja mengawasi sekitar! Aku tidak mau orang lain datang dan melukai Ninlil!"

Ya, aku tidak mau Ninlil terluka. Yang membesarkannya selama ini bukanlah ibu apalagi ayah. Yang membesarkan Ninlil, mulai dari mengganti popok, memandikannya ketika bayi, memberinya makan, mengajarinya berbicara, dan semua hal lainnya, adalah aku. Aku tidak mau masa depan Ninlil hancur oleh hal ini.

Ninlil, tenang saja. Tunggu saja. Kakak akan menghilangkan pengaruh cuci otak dan menyelamatkanmu.

Belum selesai serangan tiang ini berhenti, terlihat beberapa bazoka melayang di sekitar Ninlil. Dengan sebuah senyum, Ninlil menjentikkan jari dan melepaskan tembakan.

Blarr Blarr Blarr

Ninlil tidak melepaskan tembakan ke arahku, tapi ke arah tiang yang dia kendalikan. Dengan demikian, proyektil yang terlempar pun semakin banyak. Dengan satu bazoka dan satu tiang, Ninlil mampu menghasilkan kerusakan setara beberapa granat.

Aku merendahkan tubuh, mencoba melindungi diri dari ledakan yang terjadi dengan perisai bahu. Meski sisi kanan dan kiri terlindungi, sisi depan dan belakang tidak. Aku hanya bisa bergantung pada kedua tangan untuk melindungi wajah dan dadaku. Namun, untuk dari belakang, aku hanya bisa berharap kevlar di balik pakaian militer ini menolong.

Ketika ada sela dimana Ninlil mengganti senjata dan membidik, aku berusaha menerjangnya, lagi. Ninlil tidak membiarkanku begitu saja. Dia melepaskan beberapa tembakan dan tiang, menghasilkan beberapa ledakan. Karena hal ini, aku terpaksa berhenti dan melompat ke samping untuk menghindar, mencegahku mendekati Ninlil.

[Gin–]

"Aku bilang aku tidak butuh bantuan!" aku berteriak, menyela dan membentak Inanna.

Sial! Tanpa kusadari, aku sudah membentak Inanna. Dia pernah hampir menarik diri karena aku menegurnya. Kuharap, setelah ini, dia tidak menarik diri lagi. Aku harus minta maaf padanya setelah semua ini berakhir. Ya, kalau aku keluar dari masalah ini hidup-hidup.

"Rasakan ini!"

Tiba-tiba, beberapa tiang di depanku berubah bentuk. Di saat itu juga, Ninlil melepaskan tembakan dari bazoka. Ketika benda yang dikendalikan berada pada fase perubahan bentuk, kondisinya sangat tidak stabil. Hal ini membuat sifatnya menjadi eksplosif. Lalu, Ninlil melepas tembakan dari bazoka.

Aku merendahkan diri dan merapatkan kedua bahu ke depan. Namun, ledakan yang dihasilkan benar-benar besar. Tubuhku pun terpelanting ke belakang, kembali ke titik awal.

"Hah, hah,"

Aku berusaha mengumpulkan nafas. Dengan susah payah, aku dapat kembali berdiri. Kondisiku sama sekali tidak baik. Kedua perisaiku hancur, bahkan sebagian bahuku terbakar. Bukan hanya itu. Kaki kiri dan paha kanan juga mengalami luka bakar. Aku juga bisa merasakan fragmen besi yang menancap dan masuk ke dalam daging.

[Kenapa kamu begitu keras kepala? Kalau begini terus, kamu bisa tewas! Apa menurutmu Ninlil akan senang kalau kamu tewas? Tidak! Dia tidak akan senang! Bahkan, mungkin dia akan menyalahkan dirinya sendiri untuk seumur hidup. Apa kamu tega?]

Inanna masih bersikeras. Aku bersyukur dia tidak berkecil hati setelah kubentak barusan.

Ya, Inanna benar. Kalau aku tewas dan pencucian otak Ninlil hilang, dia akan bersedih dan menyalahkan dirinya untuk seumur hidupnya. Namun, meski demikian,

"Setidaknya, dia, hidup,"

Aku tidak bisa memberi jawaban dengan lancar. Nafasku sudah hampir habis.

Ya, Ninlil harus hidup. Dia belum membuat kesalahan separah aku. Selain itu, hidup Ninlil penuh dengan orang-orang yang mempercayainya. Dia tidak sepertiku yang hidup tanpa kepercayaan yang juga telah mengkhianati dua calon istriku siang ini. Bahkan, saat ini, aku akan menipu dan mengkhianati ibu.

Ya, masa depan Ninlil masih cerah. Di lain pihak, aku sudah tidak memiliki masa depan yang cerah. Aku akan terus berada di dunia memangsa atau dimangsa, membunuh atau dibunuh, mengkhianati atau dikhianati. Semakin cepat aku pergi, akan semakin baik.

Hingga kini, semuanya masih sesuai rencana. Jika berjalan hingga akhir, aku dan Enlil akan tewas. Begitu aku tewas, Ninlil tidak akan lagi merasa gatal untuk membunuhku. Setelah Enlil tewas, tidak seorang pun bisa mencuci otaknya. Dia akan menjadi kepala keluarga Alhold yang baru. Ayah, yang pengendalian aluminiumnya lebih lemah dari Ninlil, juga akan menurut.

Ya. Semuanya akan berjalan sesuai rencana.

Tiba-tiba saja, aku mendengar Inanna dan Ninlil yang bercakap-cakap, membuat rencana lain.

"Inanna! Emir! Aku sudah bilang tidak butuh bantuan! Kalian diam saja!"

Tidak! Aku tidak mau kalian mengacaukan rencanaku!

Tiba-tiba saja, sebuah bentakan muncul dari earphone.

[Tidak, Lugalgin Alhold! Kamu lah yang harusnya diam saja!]

Bersambung

===========================================================

Halo semuanya.

Tidak ada yang perlu ditulis untuk post note pada chapter ini. Jadi, seperti biasa. Author ingin melakukan endorse pada artist yang gambarnya author jadikan cover, yaitu 千夜 / QYS3.

Kalau kalian membaca di komputer, di bagian bawah, di bawah tombol vote, ada tombol external link yang akan mengantar kalian ke page pixiv artistnya. Author akan berterima kasih kalau kalian press like di pixiv atau bahkan love.

Kalau kalian membaca lewat app, kalian bisa ke page conversation author. pada pinned post, author akan post link pixiv artistnya. Bisa banget dibuka pixiv pagenya, lalu like gambar-gambar yang ada di galeri. Atau bisa juga kalian search twitternya. User Id artisnya @QYSThree

Dan, ini ada sebuah endcard dari pokarii, sebuah ucapan terima kasih dari Emir dan Inanna

avataravatar
Next chapter