95 Arc 3-3 Ch 23 - Urusan Yang Selalu Tertunda

Seperti biasa, kalau ada yang mengganjal atau ada kesalahan ketik, silakan langsung comment. Kalau bagian mengganjal, selama tidak spoiler dengan story, akan Author jawab.

============================================================

[CUKUP SUDAH! KESABARANKU SUDAH HABIS!]

Akhirnya kejadian juga. Melalui Yuan, Jin memberi tahu kalau keberadaan Ninlil sudah diketahui. Namun, aku tidak terlalu suka pada informasi yang datang. Menurut informasi dari Jin, pagi tadi Ninlil langsung menyerang kediaman Alhold. Tanpa perlu mendengar informasi lebih lanjut, aku sudah menduga kalau Ninlil ditangkap oleh Enlil.

Dan, sayangnya, bukan hanya aku yang sudah mendengar informasi ini. Ibu, sebagai pendiri dan pemimpin Akadia, tampaknya juga sudah mendengarnya. Saat ini, aku berusaha menenangkan ibu lewat telepon.

"Ibu, aku ingin ibu tenang dulu."

[BAGAIMANA AKU BISA TENANG? ADIKMU DITAWAN OLEH ENLIL! AKU TIDAK MAU ENLIL MENCUCI OTAKNYA SEPERTI BARUN!]

"Ibu, tenang saja. Aku sudah menemukan cara untuk menghilangkan cuci otak Enlil. Jadi, tidak masalah walaupun Enlil mencuci otak Enlil."

[Benarkah?]

"Benarkah?"

Bukan hanya ibu yang terkejut, semua orang di ruangan ini juga terkejut. Selain Emir dan Inanna, ada orang lain di ruangan ini. Dari pihak intelijen, ada Shu En, Jeanne, Ufia, dan Shinar. Dari pihak Agade, ada Mulisu, Mari, Simurrum, dan Uru'a. Mereka semua mengeluarkan respon yang sama.

Ngomong-ngomong, aku belum tahu harus memasukkan Yuan ke pihak mana. Saat ini, dia memang terdaftar sebagai pegawai intelijen, tapi dia bekerja langsung di bawahku. Jadi, status Yuan sama seperti Inanna dan Emir, di luar sistem.

"Ya, benar. Karena itu aku ingin agar ibu tenang."

[Tapi.....]

"Jujur saja, kalau ibu sekarang pergi, keluarga Alhold akan habis, hanya menyisakan ayah dan Ninlil."

[Aku tidak ada niatan membiarkan ayahmu tetap hidup.]

"Ibu, kita akan membicarakan soal ayah lagi nanti. Kembali ke topik utama." Aku mengembalikan arah pembicaraan. "Meskipun mendapatkan cara untuk menghilangkan cuci otak karena pengendalian, aku juga ingin melakukan hal lain. Jadi, sederhananya, aku butuh beberapa keluarga Alhold, hidup-hidup."

Ibu terdiam sejenak, lalu memberi sebuah tebakan.

[Kamu membutuhkan kelinci percobaan?]

"Ya, benar sekali."

Karena aku tidak menggunakan mode loud speaker, tidak ada seorang pun yang mendengar ibu mengatakan kelinci percobaan. Kalau mereka mendengarnya, mungkin ruangan ini akan langsung ramai.

[Kamu sadar kan kalau ini diketahui oleh publik maka kamu akan dipersekusi?]

"Kalau percobaan ini diperkusi oleh publik, semua orang di kerajaan ini patut diperkusi ketika apa yang dilakukan oleh Fahren kubeberkan ke publik."

Tidak terdengar respon dari seorang pun di dalam ruangan ini. Namun, pandangan mereka menjadi tajam. Aura pun berubah menjadi sangat berat. Pihak intelijen menunjukkan muka yang masam. Di lain pihak, wajah anggota Agade, menunjukkan senyum. Tidak, tidak semua. Yuan, Mulisu, Inanna, dan Emir tidak memberi reaksi. Wajah mereka datar.

[Gin, kalau kamu melakukan itu, sama saja dengan kamu menghancurkan kerajaan ini.]

"Kalau kerajaan ini tidak mau hancur, mau tidak mau, mereka harus menutup mata pada apa yang kulakukan pada keluarga Alhold." Pembicaraan kami sudah meluber kemana-mana. "Kembali ke topik utama. Intinya, biar aku yang mengurus keluarga Alhold. Malam ini juga aku akan menyerang kediaman Alhold."

[Butuh bantuan? Akadia siap membantu. Apalagi kamu juga sudah memberi sumbangan yang cukup besar.]

"Tidak terima kasih. Aku ingin sedikit bersenang-senang. Namun, mungkin, aku akan membeli beberapa senjata."

[Kirimkan saja daftar senjata apa yang kamu inginkan dan alat pengiriman beserta jamnya ke Marlien.]

"Baik. Dadah, bu."

[Dadah...]

Aku menutup telepon. Karena melakukan panggilan melalui handphone candybar, aku tidak perlu khawatir akan disadap, tidak seperti seorang Raja yang bodoh.

"Kalian sudah mendengarnya. Antara sore atau malam ini, aku akan menyerang kediaman utama keluarga Alhold."

"Gin," Jeanne menyanggah. "Keluarga Alhold adalah keluargamu, kan? Apa kamu tega?"

"Jeanne, aku sudah berkali-kali bilang, keluargaku di Alhold hanyalah ayah, ibu dan Ninlil." Aku mengoreksi Jeanne. "Dan lagi, kalau aku yang menyerang, ayah masih bisa diselamatkan. Kalau aku tidak menyerang sesegera mungkin, ibu yang akan menyerang. Jika ibu yang menyerang, hanya Ninlil yang akan diselamatkan. Kamu mau ibuku saja yang menyelesaikan hal ini? Membunuh suaminya sendiri? Tolong mengerti, aku sedang berusaha agar ibu tidak membunuh ayah."

"I-itu..." Jeanne tidak memberi balasan lagi.

"Ufia,"

"Y-ya?"

"Aku bilang akan menyerang sore atau malam. Jadi, aku memberi waktu kalau kamu mau menyelamatkan keluargamu, atau siapa pun dari keluarga Alhold. Mengerti?"

"Ba-baik!"

"Bagus, kamu boleh pergi sekarang juga kalau mau."

"Terima kasih, Gin,"

Tidak menyia-nyiakan waktu, Ufia langsung berlari keluar ruangan. Dia sama sekali tidak mengucapkan salam atau perpisahan ke Jeanne, menunjukkan betapa paniknya dia.

Di lain pihak, Jeanne justru bingung. Dia melempar pandangan padaku, lalu ke arah pintu.

"Ufia! Tunggu!"

Setelah beberapa kali menoleh, akhirnya dia bangkit, menyusul Ufia.

"Gin, aku punya pertanyaan. Ini tidak berhubungan dengan penyerangan keluarga Alhold."

"Ya?" Aku merespon Simurrum.

"Ada apa dengan wajahmu? Kenapa bengkak?"

"Ppfftttt...."

Mulisu langsung menutup mulut dengan kedua tangan ketika mendengar pertanyaan Simurrum, menahan tawa. Sisanya, Yuan, Inanna, dan Emir, tersenyum masam. Bahkan, Inanna dan Emir membuang pandangan.

"Inanna, Emir, apa yang sudah kalian lakukan?" Mari bertanya dengan nada ketusnya.

"Ah..."

"Itu...."

Emir dan Inanna tidak menjawab. Mereka masih mengalihkan pandangan.

"Sudahlah. Abaikan bengkak pada wajahku." Aku harus segera mengakhiri perbincangan mengenai bengkak pada wajahku. "Kalian. Aku tahu kalian ingin berpartisipasi, tapi aku tidak ingin kalian berpartisipasi aktif."

"Lalu?" Uru'a bertanya.

"Aku ingin kalian berjaga di sekitar kediaman Alhold. Kalau ada anggota Alhold yang keluar, kalian ringkus. Kalian boleh mematahkan kaki dan tangan mereka, tapi kalau bisa jangan dibunuh. Kalau terpaksa, ya sudah, aku tidak keberatan. Selain itu, kalau ada orang yang tampak hampir mati, kalian segera ambil orang itu lalu mundur lagi."

"Siap!" Mulisu, Uru'a. Simurrum, dan Mari merespon dengan lantang.

Setelah mendengar instruksiku, mereka langsung bangkit dan meninggalkan ruangan ini. Mereka berjalan dengan sebuah senyum menempel di wajah. Bahkan Mari, yang mukanya selalu datar, membiarkan ujung bibirnya sedikit terangkat, tersenyum. Sedikit sekali.

Ah, koreksi, tidak semuanya tersenyum. Mulisu keluar dengan wajah yang datar, lebih datar dari Mari. Apa dia sedang ada masalah? Mungkin. Kuharap dia mau cerita kalau ada masalah. Aku tidak mau misi ini terancam oleh masalahnya.

Baiklah, di dalam ruangan ini tersisa Shu En, Shinar, Yuan, Emir, dan Inanna.

"Shu En, Shinar, aku ingin kalian membuat barikade di sekitar kediaman keluarga Alhold. Buat barikade seketat mungkin. Kalau ada warga sipil yang tewas atau terluka karena berhasil menembus barikade, maka itu adalah salah kalian."

"Baik!"

Sementara Shinar menjawab dengan lantang, Shu En terdiam. Bahunya terliat bergetar. Bahkan, dia sempat menelan air ludah dengan berat.

Apa kamu sudah menyadarinya? Baguslah kalau kamu sudah sadar.

"Shu En, jawabanmu?"

"Ba-baik! Segera aku laksanakan."

Shinar dan Shu En bangkit dan berjalan ke pintu. Sambil berjalan, mereka membuat panggilan telepon melalui smartphonenya.

"Lalu, apa yang harus kulakukan?" Yuan bertanya.

"Yuan, aku ingin kamu segera membuat berita mengenai penyerangan ini. Tulis saja entah kebocoran gas, perang mafia, atau apa pun. Terserah. Intinya, kubur dalam-dalam soal penyerangan ini. Selain itu, aku ingin kamu menjadi pusat komunikasi dalam penyeranganku nanti."

"Baik!"

***

Aku memasang earphone di telinga. Tanpa menekan apapun, aku berbicara ke tiga orang yang tersambung yaitu Inanna, Emir, dan Yuan. Melalui mereka bertiga, informasi akan disebarkan pada semua orang yang terlibat.

"Cek, cek, kalian dengar?"

[Emir, ok.]

[Inanna, lancar,]

[Yuan, semuanya siap.]

"Bagus."

Yuan mengatur informasi yang disalurkan ke agen schneider sedangkan Emir dan Inanna mengatur informasi Agade. Selain itu, Inanna dan Emir memiliki peran penting lain.

[Yuan berbicara. Informasi dari Shu En sudah masuk. Warga sipil sejauh dua kilometer dari tempat ini telah diungsikan.]

"Bagus. Ada kabar dari Ufia dan Jeanne?"

[Ufia dan Jeanne membawa keluarga Ufia dengan paksa, diikat dan dimasukkan ke dalam mobil.]

Itu sama saja Ufia menculik keluarganya. Namun, aku penasaran bagaimana cara Ufia dan Jeanne bisa menculik orang-orang itu. Seharusnya, setelah serangan Ninlil pagi ini, keluarga Alhold berada pada siaga satu. Mereka tahu kalau ibu atau aku akan menyerang secepat mungkin. Namun, aku tidak akan memedulikannya untuk sekarang.

"Bagus, Inanna, apakah Agade sudah siap?"

[Agade sudah siap. Tapi, aku masih belum mendapat visual seluruh lokasi]

"Emir?"

[Sebentar, masih dalam perjalanan.]

Emir bertugas mengendalikan drone, yang dibuat dari Krat, dan menyebarkannya ke langit area permukiman keluarga Alhold. Pada masing-masing drone, dipasang kamera video yang akan diperhatikan baik-baik oleh Inanna. Misi ini lebih sederhana dari kemarin malam. Tugas Inanna hanyalah memastikan keberadaan Ninlil dan ayah,

Inanna, Emir, dan Yuan berada dalam satu trailer yang agak jauh dari tempat ini. Bersama mereka, ada Ninmar dan Umma yang berjaga, melindungi.

Sementara itu, aku bersiap di dalam bus umum yang dikemudikan oleh Ibla. Bus ini sudah berhenti di depan gerbang utama permukiman keluarga Alhold. Di sekitar gerbang, terlibat banyak noda darah berceceran. Menurut informasi, noda darah itu adalah milik keluarga Alhold yang diserang oleh Ninlil.

Jarak dari gerbang permukiman keluarga Alhold ke rumah utama sekitar 500 meter. Sepanjang itu, setidaknya, ada 50 rumah sepanjang jalan. Itu masih belum menghitung rumah yang tersebar di kanan kiri.

[Visual siap. Inframerah juga siap.] Inanna melaporkan. [Di setiap rumah, setidaknya ada 1 orang yang berjaga. Mungkin mereka akan menyerangmu diam-diam, mungkin juga secara frontal.]

"Oke. Inanna, aku ingin kamu fokus pada visual dan inframerah, tidak usah merasakan peluru timah yang ada di lokasi. Aku tidak mau tiba-tiba membunuh Ninlil dan ayah." Aku terhenti sejenak, "Kumohon."

[Jangan khawatir, Gin. Kamu sudah menyelamatkan ibu dan adikku. Aku akan memastiku ayah dan adikmu tidak tewas dalam serangan ini.]

[Ya, aku juga akan membantu Inanna. Kamu tidak usah khawatir, gin!]

Mendengar konfirmasi dari Inanna dan Emir, aku bisa merasakan wajahku menjadi lemas. Saat ini, aku berani bertaruh sebuah senyum sudah terkembang di wajahku.

"Terima kasih, Inanna, Emir."

Sebuah momen tenang muncul untuk sejenak. Aku menarik nafas dan berdiri. Saat ini aku mengenakan pakaian militer tanpa jubah. Di kanan dan kiri pinggang, terikat peti arsenal. Di kedua bahu, selain perisai, telah bersiap sepasang bazoka. Sebagai catatan, bazoka ini diberi oleh Akadia.

"Gin, semoga berhasil,"

"Terima kasih, Ibla."

Aku turun dari samping bus, tepat di depan gerbang utama. Bus yang dikemudikan Ibla pun berjalan, meninggalkanku.

[Siap, Gin?]

Aku merespon Inanna, "siap!"

Blarr blarr blarr blarr

Ledakan demi ledakan terdengar. Siapa lagi yang akan melakukan penghancuran masal kalau bukan Inanna dan Emir. Inanna dan Emir bertugas meratakan lima rumah dari dinding permukiman keluarga Alhold. Selain itu, mereka juga meratakan dinding yang membatasi permukiman keluarga Alhold dengan rumah di luar.

Aku terdiam, bergeming, mendengar suara ledakan yang saling bersahutan, di antara bola api dan bahan bangunan yang beterbangan.

Setelah beberapa saat, ledakan yang disebabkan oleh serangan Emir dan Inanna berhenti.

[Emir melapor, pembersihan bangunan dan dinding selesai.]

[Inanna melapor, orang-orang di tiga rumah, di kanan kirimu, muncul di jendela. Ninlil dan Om Barun belum terlihat.]

Sebenarnya, tanpa perlu diberi peringatan mengenai keberadaan lawan, instingku sudah menendang.

Kalau lawan keluar dari jendela, kemungkinan mereka menggunakan senjata api. Aku tidak akan membiarkannya.

Aku melepaskan beberapa tembakan dari bazoka. Rumah demi rumah hancur, meledak. Bazoka ini adalah tipe auto reload, jadi aku hanya perlu menekan, melepas, dan menekan pelatuk lagi untuk melepas tembakan. Tanpa bergerak, aku terus melepaskan peluru bazoka.

Kali ini, bukan hanya rumah dan material bangunan yang melayang. Aku beberapa kali melihat anggota tubuh yang melayang. Beberapa orang berlari dengan tubuh membara.

Orang-orang membara itu berlari, melewatiku. Saat itu juga, mereka disiram oleh air atau pemadam kebakaran. Begitu tidak sadarkan diri, anggota Agade membawa orang-orang itu.

Bagus, beberapa kelinci percobaan sudah diamankan.

Kapasitas peluru masing-masing bazoka tidak terlalu banyak, hanya 10 buah. Dalam waktu singkat, aku sudah tidak bisa meledakkan rumah lain. Kedua bazoka ini pun kubuang ke tanah. Seolah menungguku membuang bazoka, sebuah niat membunuh langsung memenuhi udara.

[Ninlil tidak berada di antara orang-orang yang melayang!]

Orang-orang keluarga Alhold ini tidak lagi main-main seperti semalam. Puluhan orang muncul. Mereka semua menggunakan pengendalian untuk melayang dan melepaskan tembakan dari langit, menghujaniku dengan peluru. Aku merendahkan tubuh dan mengangkat peti arsenal di pinggang kanan dengan tangan kanan, menggunakannya sebagai perisai.

Hujan peluru belum selesai tapi serangan lain sudah datang. Bola raksasa menghampiri dari kiri. Aku menggunakan peti arsenal kiri sebagai perlindungan. Untuk memastikan aku tidak menerima efek penuh dari hantaman bola raksasa, aku melompat, membiarkan tubuhku terlempar.

[Ninlil masih belum tampak!]

Aku cukup beruntung. Serangan bola yang barusan mengeluarkanku dari hujan peluru dari langit. Sementara tubuhku meluncur di atas tanah, aku mengambil sebuah minigun dari peti arsenal kanan.

Minigun ini berbeda dengan yang dulu kugunakan saat melawan Eliot. Minigun ini tidak meletakkan beban hanya pada telapak tangan, tapi juga di lengan sebelum bahu. Dengan kata lain minigun ini didesain untuk bisa dibawa dengan satu tangan. Di bagian luar masih terpasang perisai. Di antara perisai dan minigun, terpasang kotak peluru yang mampu menampung 200 peluru.

Seorang laki-laki, di kejauhan, membuat sebuah gerakan dan bola besar itu kembali meluncur ke arahku.

Aku menekan pelatuk, meluncurkan beberapa peluru ke bola besar dan pengendalinya. Beberapa peluru mendarat di tubuh pengendalinya dan bola besar. Begitu peluruku mendarat, bola itu tidak lagi melayang, langsung terjatuh ke tanah. Karena terlalu berat, bola tersebut menancap di tanah, tidak menggelinding.

Tanpa melepaskan jari dari pelatuk, aku mengarahkan minigun ke langit, melepaskan tembakan ke orang-orang yang melayang. Mereka menghindar. Memastikan peluruku tidak mendarat di organ vital. Namun, usaha mereka sia-sia.

Begitu peluru yang kulepaskan mendarat di tubuh, mereka kehilangan pengendalian dan terjatuh. Karena melayang terlalu tinggi, besar kemungkinan mereka akan tewas ketika mendarat di tanah.

Semua amunisi yang kini kubawa sudah diolesi dengan darahku. Jadi, ketika peluru ini mendarat di benda apapun atau siapa pun, pengendalian tidak akan bisa digunakan lagi. Hanya peluru bazoka yang tidak kuolesi dengan darah.

Selain itu, sama seperti dulu, kekuatan dan kapasitas minigun ini juga sudah dikurangi sedemikian rupa. Pelurunya tidak akan menembus tubuh sasaran, tapi bersarang. Sayangnya, hal ini menjadikan jangkauan tembakannya berkurang drastis.

[Gin, Ninlil dan Om Barun sudah menampakkan diri!]

Bersambung

===========================================================

Halo semuanya.

Chapter ini baru bisa diupload kamis pagi. Entah kenapa, sejak selesai rawat inap, jam istirahat author menjadi sangat berantakan. ahahaha. yah sudahlah.

Ngomong-ngomong, entah ada yang memperhatikan atau tidak, tapi penulisan ketika Lugalgin bertarung berbeda-beda. Saat melawan Aryhace (Inanna) di awal, battle royale, Elliot, pemberontak Mariander, dan keluarga Alhold, penulisan deskripsi lebih fokus pada senjata dan pergerakan.

Di lain pihak, ketika melawan Emir dan Inanna ketika tes dan juga Ukin, terdapat komentar mengenai kebiasaan positif dan negatif Emir dan Inanna. Untuk Ukin, terdapat sedikit flashback dan kenangan masa lalu. Secara tidak langsung, penulisan ini menunjukkan impresi Lugalgin terhadap lawan bertarung.

Ketika melawan Emir, Inanna, dan Ukin, terdapat semacam ikatan batin antara mereka dengan Lugalgin, penting dalam hidup Lugalgin. Sisanya? Rasanya cukup jelas apa yang dimaksud. Tentu saja hal ini tidak terjadi ketika Lugalgin melawan Sarru palsu karena dia tidak menyadari kalau lawannya adalah Illuvia. Yah begitulah.

Seperti biasa. Author ingin melakukan endorse pada artist yang gambarnya author jadikan cover, yaitu 千夜 / QYS3.

Kalau kalian membaca di komputer, di bagian bawah, di bawah tombol vote, ada tombol external link yang akan mengantar kalian ke page pixiv artistnya. Author akan berterima kasih kalau kalian press like di pixiv atau bahkan love.

Kalau kalian membaca lewat app, kalian bisa ke page conversation author. pada pinned post, author akan post link pixiv artistnya. Bisa banget dibuka pixiv pagenya, lalu like gambar-gambar yang ada di galeri. Atau bisa juga kalian search twitternya. User Id artisnya @QYSThree

Dan, ini ada sebuah endcard dari pokarii, sebuah ucapan terima kasih dari Emir dan Inanna

avataravatar
Next chapter