91 Arc 3-3 Ch 19 - Malam Berakhir dengan Catatan

Seperti biasa, kalau ada yang mengganjal atau ada kesalahan ketik, silakan langsung comment. Kalau bagian mengganjal, selama tidak spoiler dengan story, akan Author jawab.

============================================================

[Yang Mulia Paduka Raja, semuanya berjalan sesuai rencana. Sekarang, keluarga Alhold sedang melawan Lugalgin.]

[Bagus. Bagus sekali.]

Aku mendengarkan suara telepon dari salah satu agen schneider dengan Yang Mulia Paduka Raja. Mereka tidak berbicara padaku, tapi aku menyadap telepon Yang Mulia Paduka Raja.

Siang tadi, Lugalgin mengontak dan meminta agar aku memonitor semua pergerakan Akadia, Agade, intelijen kerajaan, dan juga Yang Mulia Paduka Raja. Aku tidak menerima pekerjaan ini sebagai Guan, tapi sebagai Jin. Sebelum menjadi pemimpin Guan, aku adalah informan sekaligus mercenary. Jadi, hal seperti ini normal bagiku. Dari enam pilar, mungkin, pemimpin yang bisa melakukan hal ini tanpa mengandalkan anak buahnya hanya aku dan Lugalgin.

Saat ini, aku yakin, gerak-gerikku dan Guan juga diawasi oleh aliansi di bawah Lugalgin. Aku berani bertaruh Lugalgin menyuruh semua anggota di bawahnya untuk mengawasi satu sama lain. Bahkan, dia sendiri tidak sepenuhnya percaya pada Agade, organisasi yang dia pimpin sendiri.

Lugalgin menciptakan sistem tidak berdasarkan kepercayaan, tapi lebih kepada pengawasan. Dengan setiap organisasi saling mengawasi, tidak akan ada yang berani macam-macam. Kalau pun ada yang macam-macam, organisasi yang lain akan melaporkannya.

Sistem saling mengawasi cukup sempurna kalau organisasi yang terlibat tidak akur satu sama lain. Namun, kalau akur, maka organisasi yang terlibat bisa bersekongkol memberi informasi palsu pada Lugalgin.

Ini mengindikasikan Lugalgin memang benar-benar susah percaya pada orang lain. Saat ini, aku merasa dia mempercayaiku. Namun, aku tidak tahu apakah dia benar-benar memercayaiku atau tidak menganggapku sebagai ancaman. Dan, sayangnya, kejadian seperti ini akan semakin membuat Lugalgin sulit mempercayai orang lain. Namun, di dunia pasar gelap, pilihan Lugalgin adalah yang rasional.

Sambil mendengarkan percakapan agen ini dan Yang Mulia Paduka Raja, aku mengontak orang lain, informan pasar gelap, langgananku. Aku tidak menelepon, tapi mengirim pesan. Tentu saja, pesan ini adalah kode. Jadi, kalaupun ada orang atau pemerintah yang membaca pesan ini, mereka tidak akan tahu apa maksud ucapanku.

Saat menerima pekerjaan dari Lugalgin, aku sama sekali tidak mengira kalau akan mendapatkan hasil secepat ini. Dan, mungkin bukan hanya aku, tapi Agade dan Akadia juga akan melaporkan temuan ini pada Lugalgin.

***

[Gin! Kita memiliki masalah! Tolong segera pulang!]

Masih belum selesai juga masalah malam ini? Apakah keluarga Alhold ingin punah? Kalau mereka terus menerus mengirimkan serangan seperti ini, bisa-bisa kami membasmi semua anggota keluarga.

"Aku akan pulang sekarang juga."

Aku menaiki sepeda motor dan kembali. Berbeda dengan sebelumnya dimana aku harus bermanuver untuk menghindari peluru yang terbang, sekarang aku bisa melaju dengan normal.

Aku akhirnya sampai di rumah. Setelah mengembalikan sepeda motor di garasi, aku pergi ke ruang utama dengan peti arsenal masih terpasang di punggung.

Di ruang utama, aku tidak melihat Ninlil, Emir, dan Suen, hanya ada Nanna dan Inanna. Inanna memegangi bahu Nanna yang menempelkan smartphone di telinga.

Aku punya firasat buruk.

"Ada apa?"

"Kak.....anu...ini...rumah,"

Nanna tidak bisa menjawabku. Kata-katanya tidak tertata dengan rapi.

"Keadaannya," Inanna menyela. "Nanna tidak bisa menjangkau ayah, ibu, dan kakaknya. Hal yang sama juga terjadi dengan Suen. Kini, Emir dan Ninlil berusaha mengejar Suen yang terbang pulang."

Aku ke Inanna dan mengambil handphonenya lalu berbisik, "jangan biarkan Nanna mendengar komunikasiku dengan Agade."

Tanpa banyak bertanya, Inanna mengangguk dan memutus telepon. Dia paham kalau komunikasiku mungkin adalah berita buruk bagi Suen.

Aku pergi ke lantai dua, memastikan suaraku tidak terdengar kalau berbicara.

"Agade, apakah ada informasi mengenai keluarga Nanna dan Suen?"

[Sebenarnya, kami memiliki informasi ini sejak tadi, tapi kami tidak berani membicarakannya lewat telepon karena tadi Nanna dan Suen mendengarkan.]

Meski yang menjawab adalah Elam, aku yakin semua anggota berpikiran hal yang sama. Dan, karena mereka tidak mau mengatakannya ketika Inanna masih menelepon, maka, berarti, hanya ada satu kemungkinan.

"Biar kutebak, keluarga Nanna dan Suen tewas?"

Elam melanjutkan laporan, [Seluruh keluarga Nanna, ayah, ibu, dan kakaknya. Ayah dan Ibu Suen tertimpa hal yang sama. Satu-satunya yang selamat adalah adik Suen yang masih kelas 6 SD karena kebetulan sedang studi tur keluar kota, Iris.]

Aku duduk di atas kasur dan mengelus kening. Apa perintah yang kuberi pada Shu En terlambat?

"Ur,"

[Ya, Gin?]

"Saat ini, kamu adalah anggota elite Agade peringkat 2, setelah Mulisu, sekaligus anggota intelijen Kerajaan. Aku kamu mau pergi dan melindungi adik Suen, Iris. Tidak usah melindunginya dari bayangan, langsung saja terang-terangan. Datangi pihak sekolah dan gunakan nama intelijen."

[Baik! Aku berangkat!]

Perintah pertama diberikan. Laki-laki pendek itu pasti sudah bergerak.

Sekarang, perintah kedua.

"Elam,"

[Ya?]

"Aku mau kamu mengejar Suen. Aku memberimu tugas untuk melindungi Suen.]

[Siap!]

Sebenarnya, aku ragu Elam cocok untuk tugas penjagaan. Secara, penampilan dia begitu mencolok. Badan bengkak oleh otot dengan rambut potongan cepak. Bukan cepak biasa, tapi cepak habis. Di kanan dan kiri kepalanya tidak ada rambut.

[Tambahan, Elam, cari wig dan ubah penampilanmu. Kamu terlalu mencolok.]

[Ah? Eh, ba-baik.]

Elam memberi respon putus-putus. Di lain pihak, aku mendengar beberapa tawa dari anggota lain.

Aku mengambil smartphone lain dan menelepon ibu. Melalui telepon, aku menjelaskan pada ibu apa yang terjadi. Ibu sudah tahu soal serangan Alhold, tapi dia tidak menduga kalau keluarga Nanna dan Suen akan diserang. Dengan demikian, aku meminta ibu mengirim satu orang untuk menjaga Nanna.

Aku tidak menyalahkan ibu. Aku sendiri tidak menduganya. Meskipun kami berhubungan dengan pasar gelap, keluarga Nanna dan Suen tidak akan pernah diseret kecuali mereka sudah memiliki hubungan dengan pasar gelap sebelumnya. Namun, keluarga Alhold dan intelijen berbeda. Mereka menyeret siapa saja yang ada.

Aku tidak perlu mengkhawatirkan Arde karena dia berada di Akadia, yah meski masih di tingkat bawah sih. Illuvia juga sudah di bawah pengawasan Ibla. Dan Maila, yah, aku ragu orang akan macam-macam dengannya.

Setelah menyelesaikan telepon, aku turun ke lantai satu. Nanna sudah tertidur di pangkuan Inanna. aku menyuruh Inanna membawa Nanna ke kamarnya, biar mereka berdua tidur di situ.

Aku berjaga di ruang utama, tidak tidur. Untuk menghabiskan waktu, aku membuka dokumen transaksi antara keluarga Alhold dan Cleinhad yang didapatkan dua hari yang lalu. Seharusnya, dokumen ini tidak bisa dibawa keluar dari gedung intelijen. Namun, aku kepalanya, aku yang membuat peraturan.

Keterlibatan keluarga Alhold benar-benar di luar dugaanku. Ah, koreksi. Bukan keterlibatannya yang di luar dugaanku, tapi jumlah transaksi yang mereka lakukan. Jadi, sebelum organisasi pasar gelap Alhold dihancurkan olehku, yang bahkan tidak ingat, keluarga Alhold sering memberi pinjaman uang atau menjalankan permintaan orang. Bayarannya? Tentu saja anak peminjam.

Sederhananya, organisasi di bawah keluarga Alhold, Amber, menyuplai anak-anak ke keluarga Cleinhad, lalu keluarga Cleinhad meneruskannya ke organisasi pasar gelap. Amber adalah satu dari sekian organisasi yang menyuplai anak-anak ke keluarga Cleinhad. Bahkan, terkadang, Amber ini juga membeli anak-anak dari keluarga Cleinhad.

Peraturan keluarga Cleinhad cukup ketat. Kalau ada organisasi pasar hitam yang membeli anak-anak selain dari keluarga Cleinhad, maka organisasi itu harus membayar sejumlah uang tambahan. Uang tambahan ini dianggap sebagai dana menghilangkan catatan keberadaan anak-anak itu. Jadi, walaupun Amber berada di bawah keluarga Alhold, jika ingin mendapatkan anak-anak dengan harga normal, mereka masih harus melalui keluarga Cleinhad.

Dan, ya, Yarmuti kutemukan di Amber. Jadi, dulu, tanpa disadari aku lah yang menghentikan peran keluarga Alhold di pasar gelap.

Namun, sayangnya, atau untungnya? Entahlah. Aku tidak yakin. Yang jelas, yang menjual anak-anak panti asuhan Sargon bukanlah keluarga Alhold. Tampaknya ada organisasi pasar gelap lain yang bertanggung jawab mencari anak-anak panti asuhan.

Aku bilang hal ini disayangkan karena aku belum menemukan pihak yang menjual Tasha ke keluarga Cleinhad. Namun, di lain pihak, hati ini sedikit bersyukur karena aku bukanlah penyebab panti asuhan Sargon diserang. Setidaknya, mereka tidak akan menaruh dendam padaku. Mungkin.

Masih urusan keluarga Alhold. Karena Ukin sudah menyatakan dia tidak ada hubungan dengan serangan keluarga Alhold, maka, aku bisa asumsikan mereka tidak akan bergerak hingga aku selesai dengan Alhold. Yah, asumsinya mereka tidak akan bergerak terang-terangan. Kalau diam-diam? Hah! Tentu saja mereka akan bergerak.

Aku mengira keluarga Alhold tidak akan menjadi masalah karena ayah sudah mengurusnya. Namun, tidak kusangka, ayah malah berpihak pada keluarga Alhold. Kalau dia benar-benar terkena cuci otak Enlil, kalau bisa, aku tidak ingin membunuhnya. Namun, aku tidak tahu apakah ibu mengetahui hal tentang cuci otak ini. Kalau ibu menganggap ayah benar-benar berkhianat, tidak perlu dipertanyakan lagi, ibu akan membunuh ayah.

Saat berjaga sambil membaca dokumen dan memikirkan semua itu, tidak terasa satu jam sudah berlalu. Akhirnya, Emir dan Suen kembali. Bersama mereka, Elam juga datang. Elam tidak lagi memiliki rambut setengah botaknya. Kini, dia mengenakan wig pendek berwarna hitam.

Mata Suen bengkak. Kedua tangannya masih mengepal.

"Suen, ke sini."

Suen menurut. Dia duduk di sofa, di sebelahku. Tanpa menunggunya tenang, aku mengusap kepalanya.

"Ka-kak Lugalgin..."

"Kalau kamu masih mau menangis, menangislah. Aku tidak melarang."

"Ta-tapi–"

"Hanya karena kamu laki-laki, bukan berarti kamu tidak boleh menangis. Menangislah, aku mengizinkannya."

"U....UWAAAAA!"

Akhirnya, Suen menangis. Dia memelukku erat, membenamkan wajah ke badanku.

Aku tidak mengatakan apapun. Aku hanya mengusap rambut dan punggungnya dengan lembut, pelan dan perlahan.

Tampaknya, karena mendengar tangisan Suen, Nanna terbangun dan turun. Dari tangga, dia melihat ke arahku dengan mata yang masih berair. Di belakangnya, Inanna menemani. Aku membentangkan tangan ke arah Nanna, mempersilakan kalau dia juga ingin menangis.

Tidak pikir panjang, Nanna berlari dan melompat ke arahku. Kini, ada dua orang yang menangis di pelukanku.

Malam ini, seharusnya, Nanna dan Suen hanya bermain sebentar di sini dan lalu kembali pulang, ke keluarga mereka. Di rumah mereka, seharusnya, ada orang-orang yang menanti dengan sebuah senyuman. Walaupun malam ini tidak menyambut dengan senyuman, setidaknya, besok pagi mereka masih bisa bertemu, diantar oleh senyuman itu.

Namun, sekarang, semua itu tidak akan pernah terjadi. Senyuman yang menyambut mereka setiap hari tidak akan pernah dilihat lagi. Semua itu hilang, hanya meninggalkan kenangan.

Setengah jam berlalu dan akhirnya mereka berdua tertidur di sofa, menggunakan pangkuanku sebagai bantal.

"Inanna, Emir, tolong bawa mereka ke kamarku. Biarkan mereka tidur di kamar."

"Eh? Satu kamar?" Emir bertanya.

"Ya, biarkan mereka satu kamar." Aku menjawab Emir. "Pada momen putus asa dan sedih seperti ini, mereka tidak boleh dibiarkan sendiri. Kalau mereka sendiri, rasa putus asa itu akan semakin besar, dan hal ini bisa berakibat pada pilihan yang mungkin tidak diinginkan."

"Baiklah," Inanna merespon.

Inanna dan Emir membawa Suen dan Nanna. Sementara itu, aku masih di ruang utama dengan Elam di depanku. Tentu saja dia duduk di sofa, tidak berdiri.

"Gin, Ninlil–"

"Biar kutebak, dia berteriak tidak ingin ditemui dan pergi entah kemana, kan?"

"I-iya..."

Yah, Ninlil selalu melakukan hal itu ketika merasa bersalah. Dulu, ketika masih tinggal di rumah bersama ayah, ibu, dan Ninlil, aku bisa tahu kemana dia akan pergi. Dia sering pergi ke tempat terakhir yang dia sebutkan. Jadi, misal dia bilang, "kak aku ingin ke pantai," maka dia akan pergi ke pantai ketika dia merasa bersalah.

Namun, sekarang, aku tidak bisa tahu kemana dia pergi. Aku sudah tidak serumah dengannya dalam berapa bulan. Ketik dia tinggal di sini beberapa minggu, aku tidak mendengar dia ingin pergi ke suatu tempat. Namun, hanya satu yang jelas.

"Cepat atau lambat, dia akan menyerang Enlil," aku menggumam pelan.

Kalau seandainya Ninlil menyerang Enlil dan gagal, ada kemungkinan ibu akan murka dan membunuh semua anggota keluarga saat itu juga. Yah, sebenarnya, aku tidak terlalu keberatan. Namun, aku butuh ayah, dan mungkin beberapa orang, untuk kelinci percobaan. Karena ini lah aku tidak menceritakan kalau Ninlil akan pergi. Aku harus membuat ibu menyerahkan urusan keluarga Alhold padaku.

"Elam, berikan laporan mengenai kondisi rumah Suen!"

"Baik," Elam merespon. "Rumah mereka penuh dengan lubang tembakan. Tidak seperti rumahmu yang tahan peluru, rumah mereka adalah rumah biasa. Jadi, kedua orang tua Suen tewas dengan berbagai lubang di tubuh. Aku bahkan bersyukur Emir berhasil menghentikan Suen sebelum melihat jasad orang tuanya."

"Rumah Nanna?"

"Laporan dari salah satu anggota Agade menyatakan kondisinya sama saja."

"Begitu ya," aku memberi respons. "Kamu tetap di sini dan jaga mereka semua. Aku ingin ke rumah ibu. Aku harus membicarakan sesuatu dengannya."

"Baik!"

Karena tidak seorang pun anggota Agade yang mengetahui kalau ibu adalah pendiri sekaligus pemimpin Akadia, jadi, mungkin mereka berpikir aku bertemu dengan ibu untuk urusan keluarga Alhold. Yah, kali ini memang benar sih.

Tanpa aku duga, handphone candybar berbunyi. Aku mengangkat telepon.

[Hai, Gin! Ini Jin!]

"Ada apa?"

[Aku memiliki sebuah informasi yang sangat menarik. Amat sangat menarik.]

Jin menelepon melalui handphone candybar, bukan melalui smartphone. Dengan kata lain, informasi ini sangatlah penting dan tidak boleh ada pihak lain tahu, untuk saat ini. Jadi, dia tidak akan mengirim datanya melalui email, tapi melalui cara lama.

"Kurir atau kita bertemu langsung?"

[Bertemu langsung. Pagi ini jam 7, di tempat biasa. Aku sarankan kamu tidak membawa siapa pun, terutama Tuan Putri Emir.]

Emir? Berarti informasi ini menyangkut soal Fahren?

"Baiklah."

Bersambung

============================================================

Halo Semuanya. Oke, author sadar kalau Author tidak bisa memberi judul yang benar. Yah, sudahlah.

Lalu, seperti biasa. Author ingin melakukan endorse pada artist yang gambarnya author jadikan cover, yaitu 千夜 / QYS3.

Kalau kalian membaca di komputer, di bagian bawah, di bawah tombol vote, ada tombol external link yang akan mengantar kalian ke page pixiv artistnya. Author akan berterima kasih kalau kalian press like di pixiv atau bahkan love.

Kalau kalian membaca lewat app, kalian bisa ke page conversation author. pada pinned post, author akan post link pixiv artistnya. Bisa banget dibuka pixiv pagenya, lalu like gambar-gambar yang ada di galeri. Atau bisa juga kalian search twitternya. User Id artisnya @QYSThree

Dan, ini ada sebuah endcard dari pokarii, sebuah ucapan terima kasih dari Emir dan Inanna

avataravatar
Next chapter