87 Arc 3-3 Ch 15 - Dendam

Di chapter ini, kita akan berhenti berurusan dengan intelijen untuk sesaat. Lalu, apa urusannya? silakan dibaca.

Dan, seperti biasa, kalau ada yang mengganjal atau ada kesalahan ketik, silakan langsung comment. Kalau bagian mengganjal, selama tidak spoiler dengan story, akan Author jawab.

============================================================

Kenapa tidak ada yang berjalan sesuai keinginanku?

Aku paham kalau kakak akrab dan mengasihi Kak Shinar. Secara, Kak Shinar adalah muridnya dan sejak awal hubungan mereka tidak buruk. Namun, aku sama sekali tidak paham kenapa Kakak masih mampu mengasihi Ufia. Dulu, aku kira, kakak melatih Ufia hanya karena Tuan Putri Jeanne memintanya.

Namun, kemarin, Kakak bilang akan memberi Ufia sebuah benda yang bisa membuatnya merasa nyaman walaupun aku ada di dekatnya. Aku tidak terima! Kenapa kakak peduli kalau dia tidak merasa nyaman di dekatku? Apa kakak lebih peduli pada kenyamanan Ufia dibanding aku?

Masih belum selesai! Semalam, sebelum pulang, kakak pergi ke rumah sakit untuk menjenguk Nammu. Kakak tidak hanya merawat Nammu, tapi juga adiknya.

Kakak! Mereka sudah menghinamu sejak lama. Bahkan dulu Nammu juga sering menyakiti kakak. Aku tidak sudi kakak memaafkan mereka begitu saja. Tidak sudi!

"Hey, Ninlil? Halo? Markas ke Ninlil?"

"Eh? Ya?"

Teman baikku, Nanna dan Suen, sudah melambai-lambaikan kedua tangan. Tampaknya, tanpa aku sadari, mereka memanggil dari tadi.

Tampaknya, aku terlalu terlarut pada kekesalanku.

Nanna dan Suen adalah teman baikku sejak masuk SMP, dua setengah tahun yang lalu.

Nanna adalah perempuan berambut dan mata hitam sepertiku. Meski masih kelas 3 SMP, dia sudah mengenakan make up tipis dan pelembab bibir. Ditambah rambut panjang yang diikat di kiri leher, hingga menutupi dada, kesan dewasanya semakin bertambah. Seolah make up dan rambutnya belum cukup, dia pun memiliki dada yang cukup besar.

Setiap kali melihat Nanna, aku selalu mengutuk diriku yang lahir di keluarga Alhold. Untuk yang ini, aku tidak mengutuk Alhold karena mereka berlaku buruk pada kakak, tapi karena urusan lain. Ini ya ini, itu ya itu.

Meski berambut dan bermata hitam sepertiku, Nanna juga bukan bangsawan. Dia bilang, dulu, nenek atau kakek beberapa generasi sebelumnya, sempat menjadi bangsawan. Namun, karena ada masalah di daerah yang dikelola, maka gelar bangsawan tersebut dicabut. Jadi, sejak beberapa generasi terakhir, keluarga Nanna bukan bangsawan.

Suen adalah laki-laki dengan rambut pirang dan mata biru. Fitur wajahnya tidak tampak macho, tapi, lebih ke arah feminin. Maksudku, kulitnya yang begitu putih dan mulus benar-benar aneh kalau dilihat di cowok. Bahkan, kami para perempuan iri dengan kulit Suen. Belum lagi bulu matanya yang lentik seperti ulat bulu.

Kami beruntung Suen mengenakan model rambut undercut, tidak membiarkannya panjang. Selain itu, suaranya pun masih cukup berat, jadi kami masih bisa menerima kalau dia adalah cowok.

Sebagai catatan, Suen sempat menyatakan cinta padaku, tapi aku menolaknya. Kenapa? Well, aku tidak tertarik dan tidak memiliki perasaan yang sama padanya. Jadi, normal kalau aku menolaknya.

Nanna memiliki pengendalian utama yang generik tapi spesial. Aku bilang generik karena pengendalian utamanya adalah nikel dan kuarsa. Aku bilang spesial karena normalnya orang dengan pengendalian generik hanya memiliki satu macam pengendalian utama, tapi dia memiliki dua.

Kakak bilang pengendalian seperti Nanna adalah langka, bukan spesial. Menurut kakak, definisi spesial adalah untuk orang dengan pengendalian yang benar-benar khusus dan jarang ditemukan, baik orangnya maupun material yang dikendalikan.

Ambil contoh Kak Emir yang pengendaliannya adalah silikon. Meski secara unsur silikon dapat ditemukan dimana-mana, tapi sulit sekali menemukan silikon murni. Hal ini membuat pengendalinya, seperti Kak Emir, harus mempelajari banyak material lain sebelum benar-benar bisa mengendalikan silikon.

Suen memiliki pengendalian yang spesial, perak. Sejauh yang aku dengar dari berita, pengendalian perak jarang ditemukan di tempat umum. Orang dengan pengendalian perak umumnya bekerja di militer atau pusat riset khusus. Aku tidak tahu detailnya juga sih.

Saat ini kami sedang berada di ruang kelas. Bel masuk belum berbunyi, jadi kami bisa berbincang-bincang dengan santai. Tempat duduk kelas diatur lima kolom dan lima baris. Tempat dudukku adalah paling belakang, nomor dua dari kiri. Suen duduk di samping kiriku, dekat dengan dinding, dan Nanna di depannya.

Aku sekolah di SMP Kerajaan Haria nomor 5. Seragam kami pun normal. Perempuan mengenakan rok berenda abu-abu gelap sepanjang lutut dan kemeja lengan pendek putih dengan dasi panjang. Seragam laki-laki juga hampir sama, tapi mereka mengenakan celana panjang.

Berbeda dengan sekolah swasta, sekolah negeri tidak punya seragam khusus musim panas. Seragam kami sama sepanjang tahun. Karena hal ini, tidak jarang siswa memvariasikan seragam mereka dengan jaket atau blazer atau rompi. Selain musim panas, aku lebih suka menambahkan legging dan blazer. Di musim panas, aku hanya menambah rompi.

Kembali ke urusan utama.

"Maaf. Aku hanya kesal," aku menjawab Nanna dan Suen.

"Kesal kenapa?" Nanna bertanya dengan enteng.

"Kak Lugalgin mau memberi seorang perempuan sebuah kado hanya karena perempuan itu tidak nyaman berada di satu ruangan yang sama denganku."

"Tidak nyaman? Dia memiliki pengendalian yang sama denganmu?" Suen bertanya lebih lanjut.

"Dia keluarga Alhold, tentu saja dia juga memiliki pengendalian utama yang sama denganku, aluminium."

"Ahh.... Alhold....pantas...."

Nanna dan Suen menjawab dengan enteng secara bersamaan. Mereka berdua paham benar kenapa aku membenci keluarga Alhold, jadi aku tidak perlu menjelaskan kenapa kesal.

"Apalagi dia perempuan."

"Apa?"

"Tidak, tidak apa."

Aku tidak bisa mendengar ucapan Nanna yang barusan. Dia hanya berbisik, pelan. Namun, kalau dia bilang tidak apa, ya sudah.

"Namun, kalau kakakmu yang sebagai korban sudah bisa memaafkan perempuan itu, kenapa kamu tidak?"

"Apa kamu bercanda?" Aku bertanya balik. "Dia sudah menghina bahkan menyakiti Kakak sejak Kakak kecil. Bahkan sebelum aku lahir. Dan lagi, bukannya kakak sudah memaafkannya. Aku yakin kakak belum memaafkannya. Tapi, masalahnya, kakak terlalu malas berurusan dengan hal yang merepotkan seperti itu. Karena itu, tugasku adalah membereskan hal-hal yang malas diurus oleh kakak!"

Ya benar. Kalau kakak malas mengurusnya, biar aku yang akan mengurusnya. Apa aku bereskan saja perempuan itu malam ini? Namun, kakak bilang, perempuan itu kini tinggal di salah satu rumah milik Tuan Putri Jeanne. Aku ragu bisa menerobos keamanan Tuan Putri.

Cih! Dasar pengecut!

"Ngomong-ngomong, aku boleh main ke rumahmu tidak?" Nanna bertanya.

"Eh? Ke rumah? Tapi sekarang aku tinggal dengan kakak."

"Justru itu." Nanna merespon cepat. "Kalau aku bermain ke rumahmu, yang adalah rumah Kak Lugalgin, aku bisa bertemu dengan Tuan Putri Inanna dan Tuan Putri Emir."

"Ahh.... kamu benar-benar hanya ingin bertemu Kak Inanna dan Kak Emir?"

"Anggap saja demikian."

Nanna menjawab dengan sebuah senyum. Dia tersenyum sambil menutup kedua matanya, menunjukkan sebuah ekspresi yang polos dan tampak pure.

Namun, jangan salah. Aku sudah mengenalnya dua tahun lebih. Nanna bukanlah tipe yang bisa berbohong dengan mudah. Matanya pasti akan tampak ragu. Oleh karena itu, dia memiliki trik ini. Jadi, ya, aku tahu kalau Nanna sedang berbohong.

Apa tujuan Nanna yang sebenarnya adalah Kakak? Ah, tidak. Tidak mungkin. Tidak mungkin, kan?

"Kebetulan," Suen masuk. "Aku juga ingin bertemu dengan Kak Lugalgin. Aku ingin sedikit berkonsultasi dengannya soal proyek kecilku."

"Proyek kecil?"

"Iya. Aku mau bertanya soal metode dan optimalisasi pengendalian yang sedang aku pikirkan. Biasa, aku butuh kecerdasan Kak Lugalgin yang bahkan bisa mendapatkan nilai sempurna di ujian tertulis."

Oh, tentu. Kak Lugalgin gitu. Nilai sempurna di ujian tertulis adalah hal yang lumrah untuk kakak. Hehehe.

Akhirnya, atau sialnya, bel berbunyi tiga kali, menandakan jam pelajaran dimulai. Tidak lama setelah itu, pintu terbuka dan pak Guru masuk.

"Baik, kita lanjutkan yang kemarin ya."

Pak Guru menjentikkan jari dan layar proyektor menyala. Dengan menggunakan pengendalian, Pak Guru dapat mengendalikan mouse atau mengetik di komputer tanpa bergerak dari tempatnya presentasi di tengah ruangan.

***

Akhirnya, jam istirahat kedua sudah datang. Waktunya makan siang.

Seperti biasa, kami bertiga pergi ke kantin untuk makan siang. Aku dan Nanna mencari tempat duduk sementara Suen memesan makan siang. Saat itu, aku melihat dua wajah familier sedang makan di satu meja yang sama. Dengan sengaja, aku memilih duduk di belakang mereka.

Begitu mencapai jarak beberapa meter, aku bisa melihat gerakan tangan mereka terhenti. Mereka juga berkeringat deras padahal makannya tidak tampak pedas atau pun panas, hanya mie goreng kecap biasa.

Yang membuat makan mereka terhenti dan berkeringat adalah aku. Mereka berasal dari keluarga Alhold, pengendali aluminium. Dengan kekuatan pengendalian yang jauh lebih lemah dariku, berada di dekatku saja sudah membuat mereka tidak nyaman. Jujur, aku tidak pernah lelah membully mereka seperti ini.

Belum sempat kami duduk, mereka sudah berdiri sambil membawa piring.

"Kenapa kalian pindah? Kalian tidak sudi duduk di dekatku?"

"Tidak, bukan maksud kami," salah satu menjawab. "Hanya saja, pengendalian kami terlalu lemah dibandingkan pengendalian kakak. Jadi, kami terpaksa pindah atau tidak bisa makan dengan nyaman."

"Bagaimana kalau kalian coba tahan? Maksudku, di masa depan, aku akan memimpin keluarga Alhold. Kalau anggota keluargaku saja menjauh, bagaimana aku bisa memimpin kalian?"

Setelah mendengar ucapanku, mereka berdua saling melempar pandangan. Mereka pun akhirnya kembali duduk. Aku bisa melihat keringat mereka masih mengalir dan pergerakan tangan juga kaku. Namun, mereka tetap menurutiku.

Apa ini berarti hipotesis kakak dan Kak Inanna adalah benar? Orang dengan pengendalian lebih lemah secara tidak sadar akan menurut pada orang dengan pengendalian lebih kuat.

Kata Kak Inanna, dan dari pelajaran biologi, penurunan pengendalian mengikuti pola yang mirip dengan gen. Pengendalian paling kuat di keluarga Alhold untuk generasiku adalah Aku, Ufia, dan Nammu. Aku yang terkuat, Ufia kedua, Nammu ketiga. Bahkan, pengendalian kami sudah melampaui generasi sebelumnya.

Dengan kata lain, kalau aku coba sederhanakan, gen dominan hanya menurun di keluarga utama.

"Hei, Lil? Ninlil?"

"Eh, ya?"

Tanpa aku sadari, Suen sudah duduk di sebelah Nanna.

"Kamu masih kesal dengan kejadian kemarin?" Nanna bertanya lebih lanjut.

"Ah, ya masih kesal, tapi aku tidak sedang memikirkannya. Aku hanya memikirkan sedikit soal biologi."

"Hah? Kamu bodoh di biologi. Jangan-jangan apa yang kamu pikirkan terbalik lagi seperti biasa?" Suen menghinaku dengan begitu lancar.

Meski sebenarnya aku ingin menyanggah hinaan Suen, tapi aku tidak bisa memungkirinya. Ucapannya adalah benar. Aku benci biologi. Aku lebih tertarik pada matematika dan fisika.

Menurut Suen, kebiasaan jelekku adalah menganggap semua yang sama bisa dibalik. Dalam matematika, X = Y sama dengan Y = X. Secara konsep, menurut Suen, memang sama. Namun, kata Suen, aku memiliki masalah dalam mengungkapkannya. Jadi, seringkali, kesimpulanku terbalik.

"Kalau begitu, Suen," aku meminta pendapat Suen. "Kalau aku bilang gen dominan pada keluargaku, keluarga Alhold, hanya muncul di anggota keluarga utama, apakah salah?"

"Kurang tepat. Kamu mengatakannya terbalik," Suen mengoreksi. "Bukan gen dominan muncul pada keluarga utama, tapi keluarga utama adalah mereka yang memiliki gen dominan."

Apa bedanya? Sama saja, kan?

"Aku tidak akan menjelaskan bedanya apa. Intinya ucapanmu kurang tepat. Coba kamu pikirkan, sekalian sebagai latihan belajar."

Yee. Kalau tidak mau menjelaskan tidak usah menyanggah. Merepotkan saja ni anak.

Sebuah nampan logam melayang dan mendarat di tengah kami. Kami pun mengambil piring keramik di atasnya dan membiarkan nampan itu melayang kembali, ke dapur.

"Lil, bagaimana kalau kita pindah saja? Aku kasihan pada mereka."

Tampaknya, Nanna tidak mampu melihat penderitaan dua orang Alhold di dekat kami.

Aku kembali melihat ke arah mereka. Terlihat muka mereka pucat. Bahkan tangan mereka mulai bergetar.

Hah, pengendalian keluarga cabang memang lemah. Perbedaan kekuatan kami terlali besar. Bahkan, mereka tampak mulai mengalami gejala yang kemarin diucapkan Kak Inanna, gejala ketika dua orang dengan pengendalian utama yang sama berdekatan.

Tampaknya, meski kami semua memiliki pengendalian utama lebih dari satu, kalau perbedaan kekuatannya terlalu besar, efeknya tidak terhenti pada perasaan tidak nyaman.

Yah, sudahlah. Aku tidak mau membuat Nanna tidak enak. Namun, aku juga tidak mau pindah. Merepotkan saja.

"Hei, kalian boleh pindah."

"Te, terima kasih Kak Kepala."

Dalam sekejap, mereka berdua langsung pergi dari tempat ini. Aku melihat mereka melanjutkan makan di ujung ruangan.

Mereka benar-benar menurut, ya.

"Lil, apa menurutmu kamu tidak terlalu kejam pada mereka?" Nanna bertanya.

"Tidak! Sama sekali tidak!" Aku menolak pertanyaan, dan pernyataan, Nanna. "Aku sudah pernah cerita kan kalau keluarga Lugalgin pernah mematahkan tangan Kak Lugalgin? Kak Lugalgin tidak pernah mendapat permintaan maaf. Kalau pun Kak Lugalgin memaafkan mereka, aku tidak akan pernah melakukannya."

"Yah, kami tidak akan ikut campur ke masalah internal keluargamu." Suen masuk. "Ngomong-ngomong, sudah tanya Kak Lugalgin dia pulang kerja jam berapa?"

"Ah, iya, aku hampir lupa bilang. Kak Lugalgin tadi membalas kalau dia akan di rumah setelah jam 4 kalau tidak ada kejadian di luar dugaan atau darurat."

"Oke, berarti kita langsung ke rumah Kak Lugalgin, kan?"

"Eh? Tentu saja tidak. Kita mampir dulu, menjemput Kak Lugalgin di kantornya."

Bersambung

============================================================

Halo Semuanya.

Di chapter ini, pembahasan tidak fokus pada intelijen, tapi pada Ninlil dan dendamnya ke keluarga Alhold. Ini masih awal, jadi masih belum cukup detail. Dan, belum, ini belum arc baru, masih di arc yang sama.

Dan, seperti biasa, Author ingin melakukan endorse pada artist yang gambarnya author jadikan cover, yaitu 千夜 / QYS3.

Kalau kalian membaca di komputer, di bagian bawah, di bawah tombol vote, ada tombol external link yang akan mengantar kalian ke page pixiv artistnya. Author akan berterima kasih kalau kalian press like di pixiv atau bahkan love.

Kalau kalian membaca lewat app, kalian bisa ke page conversation author. pada pinned post, author akan post link pixiv artistnya. Bisa banget dibuka pixiv pagenya, lalu like gambar-gambar yang ada di galeri. Atau bisa juga kalian search twitternya. User Id artisnya @QYSThree

Dan, ini ada sebuah endcard, sebuah ucapan terima kasih dari Emir dan Inanna

avataravatar
Next chapter