85 Arc 3-3 Ch 13 - Persuasi

Seperti biasa. Kalau ada yang mengganjal atau ada kesalahan ketik, silakan langsung comment. Kalau bagian mengganjal, selama tidak spoiler dengan story, akan Author jawab.

============================================================

"Kondisi ini tidak baik, ya?"

"Hah? Apa maksudmu?"

Enlil bertanya padaku yang sedang mendiskusikan serangan ini dengan perempuan yang tampil sebagai asistenku. Tubuhnya berbalut luka, sama seperti yang lain. Namun, entah kenapa, telinganya masih bisa mendengar ucapanku yang hampir berbisik.

"Aku bilang kondisi ini tidak baik."

"Dan karena itu aku bertanya. Apa maksudmu?"

Tua bangka ini masih terus meminta keterangan.

"Menurutku, yang melakukan penyerangan ini bukanlah Akadia atau Agade. Aku bisa memastikannya."

"Hah?"

Kini, bukan hanya Enlil yang merespon. Karla dan Constel juga ikut komen.

"Namun, senjata itu, yang mampu menghilangkan pengendalian, hanya dimiliki oleh Sarru, kan? Mengikuti logika tersebut, serangan ini adalah perbuatan Agade, kan?" Karla membombardirku dengan pertanyaan. "Atau setidaknya, intelijen kerajaan yang dipimpin oleh Lugalgin."

"Tidak. sama sekali tidak." Aku menolak dugaan mereka. "Satu hal yang kalian perlu pahami adalah, Sarru, atau aku bilang Lugalgin, tidak akan pernah memberikan senjatanya kepada siapa pun. Dan, kalau seandainya Lugalgin serius, dia pasti sudah menghilangkan pengendalian kita, entah bagaimana caranya."

Meski tidak pasti, tapi aku mendapat rumor kalau Lugalgin mampu melakukannya. Ada yang mengatakan dia melakukan kontak dengan kelompok tertentu untuk mendapat teknologi penghilang pengendalian. Ada yang mengatakan aku bisa mendapat informasi di luar kerajaan.

Namun, walaupun aku bisa mendapatkan teknologi itu, tidak ada untuknya untukku. Rumor lain mengatakan untuk mendapatkan kekuatan itu, kamu harus merelakan pengendalianmu untuk selamanya. Untuk Lugalgin yang memang inkompeten, ini tidak ada harganya. Kalau aku? Tidak, terima kasih.

Kembali ke Lugalgin. Saat ini, kami harus mengalahkan Lugalgin tanpa membuatnya putus asa. Serangan yang cepat dan mematikan akan jauh lebih baik. Menurut kami, Lugalgin adalah sebuah bom. Kalau kami salah langkah, dia akan menghancurkan segalanya. Kalau berhasil, kami dapat menjinakkannya.

Aku tidak cukup pintar, tapi instingku setuju dengan hal itu. Kami tidak boleh salah langkah. Namun, Pertanyaannya adalah, apakah orang-orang ini cukup pintar untuk hal ini? Terutama tua bangka itu. Menurutku, tua bangka ini tidak memiliki kemampuan berpikir jernih.

"Jadi, menurutmu, apa kita bisa mempercayai mereka?"

"Hah... entahlah."

Perempuan yang berpakaian ala sekretaris ini menjawabku sambil menghela nafas berat.

"Kalau perwakilan enam pilar, mungkin. Namun, untuk kakek tua itu, aku rasa tidak. Entah kenapa, kebenciannya pada Lugalgin tampak tidak normal. Akan lebih aman kalau kita tidak memasukkannya dalam aliansi."

"Instingku juga mengatakan demikian. Kita harus mengalahkan Lugalgin sebelum dia kembali seperti dulu."

"Ya, aku setuju."

Kalau secara kekuatan, aku yakin Lugalgin jauh lebih kuat dari saat aku menghadapinya. Dia bukan tipe orang yang akan jalan di tempat. Dia juga tampaknya lebih licik. Bahkan, dia bisa menggunakan pasar gelap Mariander dengan mudah.

Namun, di lain pihak, dia tidak sebengis dulu. Lugalgin yang berdarah dingin seolah tidak tampak lagi. Padahal dulu, kemana dia pergi maka pasti ada pembantaian besar-besaran, tidak ada satu pun orang hidup tersisa. Namun, kini, dia tampak seperti menahan diri. Dan, menurutku, Mulisu memiliki keterlibatan dalam hal ini.

"Tidak memasukkan kakek itu dalam aliansi. Kita akan mengabaikannya saja?"

"Ya," perempuan ini menjawab. "Kita cukup berkomunikasi dengan dua wanita itu. Kita bisa abaikan kakek itu."

"Baik, Mai–"

"Eits!"

Belum selesai aku berbicara, perempuan ini sudah menempelkan telunjuknya di bibirku.

"Kamu kebiasaan ya. Sudah kubilang jangan panggil namaku di depan umum."

"Ahaha, maaf ya."

***

Setelah mendengar deklarasiku, tidak pelak, Shu En dan Marlien melompat, menjauh dariku. Bahkan, Marlien sampai melemparkan senjata penghilang pengendalian dan mengambil beberapa pisau dari dalam celana. Dia memegang satu pisau dan sisanya melayang.

"Akhirnya," Jin merespon dengan tepuk tangan. "Jadi, dalam berapa tahun terakhir, aku memperkerjakan Sarru atau Lugalgin?"

"Dalam tiga tahun terakhir, aku bertarung menggunakan nama saru baru sekali. itu pun baru berapa bulan yang lalu. Jadi, selama ini, aku bekerja sebagai Lugalgin. Masalah?"

"Ah, tidak. Tidak ada masalah. Aku juga tidak mempermasalahkan rahasiamu sebagai Sarru kalau kamu sudah mengaku. Dan lai, pada awalnya, aku juga merahasiakan identitasku sebagai pemimpin Guan, kan?"

"Jadi, aku anggap kita impas?"

"Ya, kita impas."

Jin dan aku melanjutkan perbincangan seolah identitasku sebagai Sarru adalah hal yang sepele. Di lain pihak, Ibla masih berlutut, Shu En masih menjaga jarak, Marlien masih siaga dengan pisaunya.

Jin memang bukan tipe yang suka mempermasalahkan sesuatu selama hal itu tidak membawa masalah. Namun, kalau hal itu membawa masalah untuknya, kamu tidak akan mendapat ampunan. Kalau pun kamu ingin mendapat ampunan, kamu harus mematahkan kakimu sendiri.

Ok, aku tidak bisa membiarkan keadaan seperti ini terus.

"Jin, aku urus mereka dulu, ya."

"Oke."

Aku berjalan menuju Shu En. Dia adalah orang pertama yang harus kuyakinkan. Ah, sebelum itu.

"Ibla, kamu bisa berdiri."

"Terima kasih,"

Ibla menuruti ucapanku dan berdiri. Di lain pihak, Shu En masih menjaga jarak dariku. Ketika aku maju satu langkah, dia mundur dua langkah.

"Hah, Shu En, boleh aku tahu kenapa kamu menjaga jarak dariku?"

"Karena kamu Sarru. Memangnya kenapa lagi?"

"Justru itu yang aku tanyakan. Apakah identitasku sebagai Sarru sepenting itu?"

"Kamu adalah pemimpin satu dari enam pilar! Tentu saja penting! Bagaimana bisa pemimpin organisasi pasar gelap menjadi intelijen yang... tunggu dulu," Shu En terhenti sejenak, matanya terbuka lebar. "Jadi itu ya tujuanmu. Kamu mau menjadi intelijen untuk menjadi pengendali utama pasar gelap."

Aku berhenti sejenak. Lagi-lagi, aku menghela nafas. Aku menjadi kepala intelijen kerajaan untuk mengendalikan pasar gelap? Yang benar saja.

"Shu En, kamu lupa kalau yang menunjukku menjadi kepala intelijen kerajaan adalah Fahren? Bahkan, kamu adalah satu dari sedikit orang kan yang tahu apa yang sebenarnya Fahren inginkan dariku."

Shu En terdiam. Wajahnya menjadi masam setelah mendengar ucapanku.

"Selamat siang. Senang berjumpa dengan Anda, Tuan Jin. Nama saya Ibla, salah satu anak buah Lugalgin."

"Ah, selamat siang. Tidak usah Tuan. Panggil saja Jin. Aku adalah rekan kerja Lugalgin sejak.... dua setengah tahun lalu? Yah, sekitar segitu lah."

Sementara aku mencoba berbicara serius dengan Shu En, Ibla dan Jin justru berbicara santai di belakangku.

Kalian tidak bisa membaca atmosfer sedikit apa? Atau jangan-jangan kalian memang sengaja? Aku abaikan saja mereka.

"Shu En, salah satu alasan Fahren ingin aku mengambil posisi kepala intelijen adalah karena aku berasal dari pasar gelap. Kalau aku berasal dari pasar gelap, dia berpikir aku bisa menekan pasar gelap dengan lebih mudah. Dengan demikian, menstabilkan kerajaan ini lagi."

Yah, meski aku yang membuat kerajaan ini menjadi tidak stabil sih. Namun, aku tidak akan membahasnya kali ini.

Shu En belum menunjukkan tanda-tanda melunak. Dia masih waspada denganku. Baiklah, kalau begitu, saatnya senjata pamungkas.

"Shu En, kalau kamu dan orang-orang yang menandatangani surat pertanyaan itu ingin aku mengundurkan diri, katakan saja. Tidak ada artinya kalau tidak seorang pun menginginkanku di sini, kan? Daripada menghabiskan waktu untuk intelijen, lebih baik aku diam, bersantai di rumah."

Aku mengatakan semua itu dengan tenang dan santai. Tanpa beban.

Tidak! Bukan hanya tanpa beban! Namun, kalau hal itu benar-benar terjadi, aku akan bahagia sekali. Aku bisa mengundurkan dari posisi ini dan hidup tenang.

Namun, tentu saja, aku tidak menunjukkannya pada wajahku. Wajahku tetap datar, tanpa perubahan.

"Kakak cantik," Jin memanggil, memaksaku dan Shu En melihat ke arahnya. "Jangan lupa dia adalah Sarru yang menghancurkan satu dari enam pilar seorang diri. Dan, dia juga sudah membersihkan satu keluarga di intelijen, kan? Menurutku, akan lebih bijaksana kalau kakak tidak menjadikannya musuh."

"..."

Aduh, kenapa laki-laki ini malah mengancam Shu En. Padahal, kalau seandainya lancar, aku mungkin bisa membuat Shu En menyatakan keberatannya. Aku bisa mengklaim keadaan di intelijen sudah di luar kendaliku dan akan lebih baik kalau Fahren memberhentikanku.

"Gin, aku ingin kamu jawab ini dengan jujur."

"Ya?" Aku kembali menghadap depan, ke Shu En.

"Apa kamu yang membantai keluarga Cleinhad?"

Oookayyy, that's a little bit unexpected.

Namun, kalau orang mau menggunakan akalnya, apalagi setelah diberi fakta kalau aku menghancurkan satu dari enam pilar seorang diri dan baru membersihkan satu keluarga, maka kesimpulan yang dicapai oleh Shu En adalah normal.

Apa aku harus mengkonfirmasinya? Atau berbohong dan menolak dugaan Shu En?

"Kalau aku bilang tidak, apa kamu akan percaya?"

Shu Eng menggeleng.

"Kamu sudah memiliki jawabannya."

Shu En tidak memberi respon lebih lanjut. Dia terdiam.

Aku akan meninggalkan Shu En dengan pemikirannya. Sementara itu, aku akan menghentikan kebodohan Marlien.

"Marlien, sebagai catatan, pendiri dan pemimpin tertinggi Akadia adalah orang yang dekat denganku. Dan, dia tahu kalau aku adalah Sarru. Memangnya kamu tidak penasaran kenapa dia mau bekerja sama dengan intelijen kerajaan begitu saja?"

Marlien terdiam dengan mulut terbuka. Matanya membelalak sebelah, berkelana ke seluruh ruangan. Tampaknya, dia baru menyadari kemungkinan ucapanku. Aku tidak tahu benar seberapa tinggi posisi Marlien. Kalau posisinya masih terlalu rendah, ada kemungkinan dia tidak tahu kalau ibu adalah pendiri sekaligus pemimpin Akadia.

Bahkan, aku tidak tahu apakah ada orang lain di Akadia, selain ibu, yang mengetahui kalau aku adalah Sarru.

"Maaf, posisiku masih belum cukup tinggi, jadi aku belum pernah bertemu dengan pemimpin tertinggi."

Marlien memasukkan kembali pisaunya dan berdiri dengan tegak. Dia langsung mengubah sikap ketika mendengarku mengucapkan pemimpin tertinggi.

"Boleh aku menelepon? Aku ingin memastikan dulu."

Aku mengangkat tangan, "silakan."

"Gin!"

"Ya?"

Aku sontak mengalihkan pandangan ke Shu En ketika dia memanggil.

"Apa Emir dan Inanna sudah mengetahui hal ini?"

"Mengetahui? Mereka bahkan sudah menjadi anggota Elit Agade."

Shu En terbelalak. Dia tampak tidak memercayai jawabanku.

Yah, sebenarnya. aku tidak bisa benar-benar bilang kalau mereka adalah anggota Elit Agade. Secara, Inanna dan Emir belum pernah menjalankan misi sebagai anggota Agade. Karena banyak hal, dalam berapa bulan terakhir, mereka lebih sering beraksi sebagai anggota intelijen kerajaan.

Hell. Bahkan Inanna yang seharusnya adalah agen Gugalanna kupekerjakan sebagai intelijen kerajaan ini. Karena Arid dan Fahren tidak protes, aku anggap mereka memperbolehkannya. Tidak. Lebih tepatnya, aku tidak peduli. Kalau pun salah satu protes, aku tinggal mundur dari posisi ini.

Ah, sebaiknya aku juga mengatakan hal ini pada Shu En.

"Ah, Shu En, sebenarnya–"

"Kalau Emir dan Inanna adalah anggota elite Agade, berarti instruktur yang kamu bawa adalah anggota Agade juga, kan?"

"I.....ya....."

Yap. Perempuan ini tajam. Tidak salah dia menjadi salah satu agen yang paling dihormati di sini.

"Jadi, sebenarnya, apa tujuanmu menerima posisi kepala intelijen? Apa kamu merasa bersalah telah membunuh keluarga Cleinhad."

"Sudah kubilang kalau yang memaksa posisi ini ke aku adalah Fahren. Sebenarnya, aku sama sekali tidak menginginkannya. Namun, setidaknya, dengan menjadi kepala intelijen aku bisa mendapatkan informasi dengan lebih mudah. Aku bisa mencari korban perdagangan anak yang dilakukan oleh keluarga Cleinhad.

"Dan, tidak, aku sama sekali tidak merasa bersalah. Keluarga Cleinhad menculik orang yang kukasihi dan menjadikannya budak seks. Bukan hanya itu, dia pun menjual anak-anak yang telah memberiku rumah. Jadi, sekali lagi, aku tegaskan, aku sama sekali tidak merasa bersalah."

"...maaf."

Tanpa kusadari, aku sudah mengatakan itu semua dengan cepat dan nada tinggi. Sial!

Aku berputar sejenak, menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya. Aku harus tenang. Aku tidak bisa membiarkan emosi menguasai pikiranku.

Shu En terdiam. Dia memegangi bahu kirinya. Tubuhnya tampak seolah mengecil.

Ketika keluarga Cleinhad menjadi penanggung jawab intelijen kerajaan, salah satu keistimewaan yang didapatkan oleh agen schneider adalah keluarganya tidak akan pernah dijual tanpa izin dari yang berkaitan. Bahkan, untuk orang yang terlibat atau tahu pasar gelap, hal ini adalah satu-satunya pengaman untuk keluarga mereka.

Di lain pihak, ketika keluarga Cleinhad hancur, jaminan itu tidak lagi ada. Sejak suplai anak-anak berhenti, pasar gelap bisa melakukan apa pun pada siapa pun. Dengan kata lain, sejak keluarga Cleinhad hancur, Shu En dan agen schneider lain jauh lebih waswas karena tidak ada lagi jaminan.

Dan, kini, orang yang telah menghancurkan keluarga Cleinhad, sumber kekhawatiran Shu En, berdiri di depannya. Meski demikian, dia tidak bisa marah. Dia tidak bisa membenciku begitu saja.

Shu En pasti sadar aku yang sekarang adalah sosok Shu En jika kehilangan putranya. Dia tidak berani menyanggah ucapanku karena sadar dia akan melakukan hal yang sama kalau putranya , membalas dendam kepada pihak yang bertanggung jawab.

"Jin," aku bertanya. "Apa Ukin juga menyebutkan kalau aku yang membantai keluarga Cleinhad?"

"Ya. Dia juga menyebutkannya. Bahkan, dia sempat mengatakan Apollo dan Orion menentangmu adalah ironi mengingat mereka bisa mengabaikan kuota transaksi berkat kehancuran keluarga Cleinhad, yang adalah jasamu."

Cih, mulut orang itu ada-ada saja.

"Maaf, permisi," Marlien menyela perbincangan kami. "Aku sudah mendapat konfirmasi kalau pimpinan tertinggi sudah mengetahuinya. Dan, tampaknya, itulah alasan utama Akadia bekerja sama denganmu, untuk menghindari perseteruan dengan Agade. Oleh karena itu, saya menyatakan permintaan maaf yang sebesar-besarnya."

Marlien berlutut dan tangan kanan menempel di dada, telapak tangan meraih bahu kiri. Gestur ini dilakukan oleh bangsawan untuk menyatakan permintaan maaf sedalam-dalamnya kepada pihak yang telah singgung.

Normalnya, gestur permintaan maaf itu hanya dilakukan untuk orang dengan gelar lebih tinggi. Dan, kini, tanpa aku sadari Marlien sudah menganggapku lebih tinggi dari dirinya yang bergelar Count.

"Tidak masalah. Aku memaafkanmu."

"Terima kasih,"

Kalau aku tidak memberi konfirmasi, Marlien akan terus berlutut.

"Jadi, yang terakhir adalah kamu, Shu En. Di ruangan ini hanya kamu yang belum memberi konfirmasi."

"Gin, apa kamu bisa memberi jaminan keamanan untuk keluargaku?"

"Sayangnya tidak bisa. Aku belum mendapatkan kerja sama dari semua organisasi pasar gelap." Aku menolak permintaan Shu En.

Ketika mendengar jawabanku, Shu En menundukkan kepala.

Aku menambahkah, "namun, aku bisa memberi janji kalau terjadi sesuatu pada keluargamu, aku akan membersihkan keluarga dan memburu semua orang yang pernah berhubungan dengannya. Tidak peduli apakah dia anggota enam pilar atau keluarga kerajaan."

Bersambung

============================================================

Halo Semuanya.

Kali ini, tidak banyak yang bisa author sampaikan di post note. Masih nyambung secara langsung dari beberapa chapter terakhir. Untuk identitas perempuan yang menyamar menjadi asisten Ukin, rasanya, tanpa author bilang pun kalian sudah bisa menebaknya. Sudah cukup jelas. 

Dan, seperti biasa, Author ingin melakukan endorse pada artist yang gambarnya author jadikan cover, yaitu 千夜 / QYS3.

Kalau kalian membaca di komputer, di bagian bawah, di bawah tombol vote, ada tombol external link yang akan mengantar kalian ke page pixiv artistnya. Author akan berterima kasih kalau kalian press like di pixiv atau bahkan love.

Kalau kalian membaca lewat app, kalian bisa ke page conversation author. pada pinned post, author akan post link pixiv artistnya. Bisa banget dibuka pixiv pagenya, lalu like gambar-gambar yang ada di galeri.

Atau bisa juga kalian search twitternya. User Id artisnya @QYSThree

Terima kasih :D

avataravatar
Next chapter