84 Arc 3-3 Ch 12 - Inevitable

Seperti biasa. Kalau ada yang mengganjal atau ada kesalahan ketik, silakan langsung comment. Kalau bagian mengganjal, selama tidak spoiler dengan story, akan Author jawab.

============================================================

"Tidak. Mereka bukan dari Akadia. Kalau mereka tim penyerang kami, di dalam helm mereka ada sebuah barcode, nomor serial, dan simbol. Namun, tidak satu pun dari helm ini yang memilikinya. Mereka menyamar menjadi anggota kami."

Seorang laki-laki berambut hitam panjang dikuncir dengan gaya man bun dan dagu tajam, Marlien, mengatakannya dengan lantang. Dengan pandangan yang juga tajam, dia memeriksa helm dan jenazah yang ada di depannya. Kini, dia mengenakan pakaian kasual, celana jeans dan jaket kulit hitam.

Saat ini, kami berada di satu ruangan pada lantai 5 basemen dari Mal Haria Tomorrow. Ruangan ini berada di ujung lantai, cukup jauh dari elevator. Ruangan bercat dan lantai putih ini tidak memiliki apa pun selain jendela.

Di tengah ruangan, terdapat delapan jenazah yang masih utuh. Yah, utuh, kalau aku mengabaikan lubang di tubuh mereka. Dari delapan jenazah, hanya dua yang tidak mengenakan pakaian atau helm, yang dibunuh oleh Constel.

Di samping ruangan ada Shu En, Ibla yang menyamar mengenakan topeng silikon dengan mata dan rambut coklat generik, aku, dan seorang laki-laki.

Laki-laki di sampingku ini baru pertama kali muncul di gedung Intelijen, jadi Shu En menjaga jarak. Ibla pun tampak waspada dengannya. Bukan hanya mereka Marlien pun sesekali melihat ke belakang, ke laki-laki ini. Satu-satunya yang berdiri di sampingnya dengan tenang adalah Aku.

"Jadi, Tuan Sarru, apa Anda ada penjelasan?" Marlien berdiri dan berbalik, menghadap ke Ibla.

"Saya tahu ini sulit dipercaya. Namun, percayalah, ini bukan perbuatan kami."

"Benarkah? Namun, senjata mereka tidak berkata demikian."

"Apakah Anda yakin?"

Marlien mengangkat satu pedang. Di lain pihak, Ibla masih tidak mau mengalah.

Memang, senjata yang digunakan oleh Sarru, yaitu aku, adalah senjata yang dapat menghilangkan pengendalian. Aku melakukannya dengan mencampurkan darahku pada proses penempaan atau sekedar mengoleskan darah.

Pengendalian ini memiliki efek pada orang maupun benda. Kalau ada orang selain aku menggunakannya, maka dia akan kehilangan pengendaliannya. Kalau benda ini ditusuk atau bersentuhan dengan benda lain, maka benda lain itu tidak akan bisa dikendalikan.

Namun, meski demikian, tidak ada yang bisa mengkonfirmasi fakta itu karena tidak ada yang mampu mengambil satu pun senjataku. Mereka hanya bisa mengumpulkan informasi dengan melihatku dari kejauhan. Oleh karena itu, fakta tersebut hanya menjadi rumor.

Saat ini, pihak lawan, Ukin dan sekutu, pasti menganggap yang mengirim orang-orang ini adalah Agade, menyamar menjadi Akadia. Mereka tidak mungkin tahu soal keberadaan barcode dan simbol di dalam helm, tapi mereka tahu pemilik senjata penghilang pengendalian adalah aku.

Jadi, kemungkinan, mereka berpikir Agade ingin agar lawan menyerang Akadia. Anggapan ini didasarkan pada asumsi ketika Akadia dan lawan bertarung, kedua belah pihak pasti mengalami kerusakan. Di saat itu, Agade bisa membersihkan tiga organisasi enam pilar sekaligus. Dengan demikian, saingan Agade di pasar gelap pun akan berkurang.

Dan, menurutku, asumsi ini juga telah menghinggapi Marlien dan Shu En. Hal ini akan membuat Akadia mengundurkan diri kalau aku tidak memutuskan kerja sama dengan Agade. Namun, jika Agade mundur, yang tersisa hanya Akadia di pihak intelijen. Dengan kata lain, pihak ketiga ini ingin melemahkan kekuatanku. Sebuah rencana yang cukup bagus. Menurutku.

Meski kerja sama intelijen kerajaan dengan Akadia dan Agade di ujung tanduk, aku justru tertarik dengan hal lain. Sejauh yang aku tahu, di Bana'an, hanya aku yang bisa membuat senjata penghilang pengendalian. Aku sama sekali tidak mengirim orang untuk melakukan penyerangan ini dan tidak seorang pun memiliki akses ke gudang senjata selain aku, Emir dan Inanna.

Tidak ada tanda-tanda Emir atau Inanna mengambil senjata. Terakhir kali aku melakukan cek senjata, tadi pagi, tidak ada satu pun senjata yang hilang. Selain itu, saat aku cek log keamanan, tidak ada orang lain yang membukanya atau bahkan mencoba membuka. Saat aku tanya Emir dan Inanna, mereka bilang belum yakin bisa membuka keamanan yang kupasang.

Dengan kata lain, saat ini, ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama adalah bualanku di jalan tol dan Mariander adalah kenyataan. Ada orang di luar sana yang bisa membuat alat penghilang pengendalian. Yang, aku cukup ragu akan kebenarannya.

Kemungkinan kedua adalah ada inkompeten lain di luar sana yang membuat senjata sepertiku. Kemungkinan kedua masih memiliki beberapa kemungkinan lain. Pertama, apakah metode dia membuat senjata penghilang pengendalian sepertiku atau tidak?

Mengingat ke masa lalu, inkompeten lain yang sudah kutemui hanya dua orang, salah satunya Etana. Etana mampu menghilangkan pengendalian dengan penglihatan. Apapun yang dia lihat tidak akan bisa dikendalikan atau mengendalikan. Namun, aku belum pernah bertanya apakah darahnya juga memiliki peran yang sama sepertiku. Bisa ya, bisa tidak.

Untuk yang satu, dia memiliki kemampuan yang bisa dibilang bukan sentuhan atau penglihatan. Semua orang dan benda yang berada pada radius tertentu darinya tidak akan bisa menggunakan pengendalian atau dikendalikan. Hal ini membuatnya dianggap sebagai anak terkutuk dan diasingkan.

Di zaman modern ini masih ada yang percaya dengan kutukan ya? Yah, sekarang dia sudah berada di tempat yang lebih baik. Ketika aku bilang berada di tempat yang lebih baik, aku tidak bilang kalau dia sudah tewas. Dia masih hidup. Hanya saja dia tidak berada di kerajaan ini lagi.

Ketika memproses beberapa informasi ini, aku sebuah hawa dingin langsung mengalir di punggungku.

"Sebentar, aku harus membuat telepon,"

Setengah panik, aku keluar ruangan dan mengambil handphone dari saku celana. Handphone yang kuambil adalah model candybar, bukan yang layar sentuh.

[Halo? Kak Lugalgin?]

Ketika mendengar suaranya yang ceria, aku pun tenang.

"Kamu baik-baik saja, kan? Tidak ada orang aneh yang mendatangimu, kan?"

[Iya, aku baik-baik saja. Tidak ada orang aneh kok. Semuanya lancar]

"Baguslah. Kak Lugalgin khawatir. Kamu juga belum pernah mendonorkan darah, kan?"

[Iya, aku menuruti perintah kakak untuk tidak donor darah.]

"Ah, untunglah. Ya sudah, begitu saja dulu ya."

[Eh? Gitu doang? Kak Lugalgin jarang banget telepon padahal, setahun tidak sampai lima kali.]

"Maaf, Kak Lugalgin sedang di tengah kerja. Tadi tiba-tiba perasaan Kak Lugalgin tidak enak, makanya langsung telepon."

[Yah.... sudah deh kalau begitu. Sebagai gantinya karena Kak Lugalgin sudah php, nanti malam harus telepon ya?]

"Ahaha, iya deh. Nanti malam aku telepon. Sudah ya."

[Dadah Kak....]

Selain anak ini, aku juga mengirim pesan pada beberapa mercenary yang kugaji per bulan untuk mengawasinya. Aku memperkerjakan beberapa mercenary dan mereka tidak kenal satu sama lain. Jadi, jika ada satu mercenary berkhianat, mercenary lain akan menganggapnya sebagai musuh. Dan, hasil laporan mereka adalah aman.

Aku sudah mengenalnya dan mengerti kesulitan hidupnya. Jadi, aku tidak ada niatan mendorong tanggung jawab leluhur padanya.

Oke, kemungkinan selanjutnya, Etana. Aku pun menelepon Etana dengan cepat, menanyakan soal darah di tubuhnya. Dan benar, Etana menyatakan kalau darahnya juga bisa digunakan untuk menghilangkan pengendalian.

Namun, ketika aku bertanya apakah dia membuat senjata atau ada orang meminta darahnya, dia bilang tidak ada. Dia juga tidak pernah donor darah. Perbincanganku dengan Etana berlangsung sedikit lebih lama dari sebelumnya, tapi aku bisa memastikan kalau bukan dia yang membuat senjata.

Akhirnya, aku tiba pada kemungkinan terakhir, ada inkompeten yang belum kukenal. Aku tidak tahu apakah inkompeten ini mencampur darahnya pada senjata dengan sadar atau tidak. Kalau tidak sadar, mungkin dia mendonorkannya dan pihak yang menerima darahnya bukanlah pihak yang tepat.

Namun, jika orang ini sadar dan menggunakan strategi yang sekarang terjadi, ada kemungkinan dia ingin menarik perhatianku. Kalau benar, aku benar-benar bahagia. Kalau kemungkinan ini yang terjadi, aku bisa mendorong Fahren dan Arid padanya.

Aku bisa bebas!

Kalau ini cerita manga atau sejenisnya, aku pihak ketiga ini tidak akan muncul sekarang. Pihak ketiga ini mungkin akan muncul di masa depan setelah aku menyatukan enam pilar di bawahku. Sederhananya, masalah akan datang satu per satu, menungguku menyelesaikan satu masalah.

Hahaha. Aku benar-benar merasa ekstasi setelah mengetahui ada inkompeten yang mendatangiku. Aku tidak perlu mencari sendiri atau mengharapkan Ibla.

Oke. Waktunya kembali ke dalam ruangan. Setelah masuk, aku kembali ke tempat berdiri sebelumnya. Di dalam, tampak Ibla dan Marlien yang masih berdebat tanpa arah.

"Hey, Gin, aliansi di bawahmu di ambang perpecahan kenapa kamu malah tersenyum bahagia seperti itu?"

"Ah? Apa aku tersenyum? Ahahaha, maaf."

Aku langsung menghilangkan senyum, mengikuti teguran dari laki-laki di sampingku ini.

"Gin, sebelum kita memulai pembicaraan mengenai penyerangan ini, alangkah baiknya kamu memperkenalkan laki-laki itu." Shu En angkat bicara.

Shu En melihat ke arah laki-laki yang berdiri di sampingku.

Laki-laki ini memiliki rambut hitam berantakan dengan potongan yang aneh. Apa mereka bilang? Model harajuku? Ya, harajuku. Selain rambut hitam, dia juga memiliki mata hitam. Kalau melihat fisiknya, dengan kulit wajah kencang bercahaya, impresi pertama yang muncul adalah dia cowok metropolitan.

"Ah, maaf, saya lupa memperkenalkan diri. Perkenalkan, nama saya adalah Jin."

Sambil memperkenalkan diri, Jin meletakkan tangan kanan di depan dada dan sedikit membungkuk.

"Saya jadi iri melihat Lugalgin yang memiliki asisten secantik kakak. Kalau kakak tidak keberatan–"

Sebelum Jin mengajak Shu En makan malam, aku meletakkan tangan di bahunya, menahannya.

"Jin, apa kamu tidak lihat cincin di tangan kanannya? Dia sudah menikah."

"..."

Jin masih tersenyum dan melihat ke arah Shu En. Meski matanya terbuka, pandangannya tampak kosong.

"Oke, cukup main-mainnya." Aku menghentikan komedi Jin. "Seperti yang dia bilang, mamanya Jin. Mungkin kalian tidak tahu, tapi dia adalah pemimpin Guan, satu dari enam pilar."

"Hah?"

Semua orang mengeluarkan respon yang sama. Bahkan, Marlien dan Ibla langsung melihat pada Jin, seolah perselisihan mereka yang sebelumnya tidak terjadi.

Jin mengenakan pakaian formal seperti biasa. Dia mengenakan kemeja merah lengan panjang, dasi, rompi hitam, celana formal hitam, dan sepatu kantor. Penampilannya memberi impresi kalau dia hanya orang kantoran.

Namun, jangan salah. Meski pakaiannya seperti itu, aku bilang kemampuan bertarungnya tidak bisa diremehkan. Bahkan, aku bisa bilang, kemampuan bela dirinya hampir sepadan denganku walaupun bertarung dengan mengenakan pakaian seperti ini. Sayangnya, kemampuan bela dirinya dia dapatkan dengan mengorbankan pengendalian.

Ketika aku maksud mengorbankan pengendalian, bukan dia menghilangkannya. Namun, dia tidak melatih pengendaliannya. Hal ini membuat pengendalian yang bisa dilakukan sangat sederhana, sebatas membuat benda melayang, bukan pekerjaan presisi. Bahkan, dia tidak bisa menggunakan pengendalian untuk menarik pelatuk. Kalaupun bisa, tembakannya pasti meleset.

Dengan pengendalian yang terbatas, dia lebih sering menggunakannya untuk mengangkat perisai. Dengan berlindung di balik perisai melayang di sekitarnya, dia bisa bertahan dari serangan jarak jauh dan menyerang lawan.

Meski aku bilang pemimpin, dia tidak benar-benar memiliki posisi di Guan. Sebenarnya dia berbakat, tapi dia malas. Jadi, yang benar-benar mengatur Guan adalah anak buahnya. Dia hanya sebagai simbol pemersatu Guan. Meski demikian, kalau anak buahnya kerepotan dalam membuat keputusan, dia bisa memecahkan masalah dengan segera.

Pada suatu pertemuan, dia bercerita kalau awalnya dia hanyalah petarung jalanan dengan bakat berpikir. Lalu, suatu ketika, dia bertemu dan mengalahkan organisasi pasar gelap kelas teri. Siklus itu berulang.

Perlahan-lahan, level organisasi yang dia lawan semakin besar. Pada akhirnya, sebelum dia sadari, sebuah organisasi bernama Guan, satu dari enam pilar, sudah berdiri di bawahnya.

Mengingatkanku pada tokoh di beberapa novel barat.

"Kamu berteman dengan pemimpin Guan?" Marlien bertanya.

"Ya, aku berteman dengan pemimpin Guan. Dan, tidak. Aku tidak berteman dengannya hanya karena dia pemimpin Guan. Dulu, aku sudah berteman dengannya sebelum tahu kalau dia adalah pemimpin Guan. Anggap saja takdir."

"Gin, kamu cowok, jangan bilang takdir. Jijik. Bilang saja kebetulan." Jin mengoreksiku.

"Anggap saja kebetulan," aku menerima koreksi Jin dengan enteng.

"Oke, bagian perkenalanku sudah selesai. Jadi, sekarang, aku ingin bertanya satu hal padamu, gin."

"Masalah penambahan kuota? Aku sudah mengatakannya pada Shu En dan agen yang bertugas menjadi pengawas Guan. Jadi, aku sudah melaksanakannya."

"Bukan. Bukan itu." Jin menolak ucapanku. "Gin, kenapa kamu menyimpan rahasia ini dariku? Kukira kita teman baik. Aku sudah memberi tahumu kalau aku adalah pemimpin Guan. Bahkan aku membiarkanmu memperkenalkanku sebagai pemimpin Guan pada mereka. Kenapa kamu tidak memberi tahuku soal ini?"

Jin melihatku dengan pandangan yang berat, seolah-olah semua kulit di sekitar matanya ditarik ke bawah. Terakhir kali aku melihat reaksi ini adalah ketika ada perempuan yang kecewa denganku di SMA. Ya, benar, aku melihat reaksi macam ini di perempuan. Ketika melihatnya terpasang di wajah laki-laki, aku tidak tahu harus merespon apa.

Aku masih normal, suka perempuan, maaf. Harusnya aku yang bilang jijik, bukan kamu.

Namun, kembali ke bahasan serius. Jin bertanya kenapa aku menyimpan rahasia darinya. Dia, saat ini, membahas tentang rahasianya sebagai pemimpin Guan. Melihat dia baru saja mengamati pertemuan yang dihadiri Ukin, hanya ada satu kesimpulan yang bisa kutarik.

"Apa Ukin mengatakannya di pertemuan itu?"

Tanpa perlu aku menyebut identitas, Jin mengangguk.

"Ahh...."

Aku memegang kening ketika melihat respon Jin. Akhirnya, momen yang tidak diinginkan pun datang. Sejak aku mengetahui Ukin terlibat dalam kasus Illuvia, aku menyadari cepat atau lambat dia akan membeberkan identitasku sebagai Sarru. Yah, kondisi ini memang tidak terhindarkan, inevitable.

"Hah... maafkan aku, Jin. Bukan maksud. Ketika aku mengenalmu, sebenarnya, aku sudah tidak menggunakan identitas itu lagi. Aku menggunakan identitas itu lagi baru satu atau dua bulan ini."

"Bisakah kau mengatakannya dengan tegas padaku? Tidak hanya padaku. Kurasa semua orang di ruangan ini berhak tahu."

Jin menatapku dalam-dalam. Aku bisa melihat matanya yang memantulkan wajahku.

"Baiklah. Karena pihak musuh sudah mengetahuinya, kurasa sudah saatnya aku buka kartu. Ibla, kamu sudah bisa menghentikan aktingmu."

"Baik," Ibla berlutut. "Maaf kalau aku tidak bisa mengantisipasi hal ini."

"Ah, tidak apa. Ukin memang adalah wild card. Aku sudah menduga hal ini akan terjadi ketika tahu dia terlibat."

"Eh? Akting?"

"Ibla?" Shu En melihat ke arahku. "Gin, apa maksudnya ini?"

Baik Marlien dan Shu En langsung bergeming. Mereka melempar pandangan tajam ke arahku.

Aku memandang Jin sejenak, lalu melihat ke semua orang secara bergantian. Tidak kusangka aku akan mengatakan hal ini.

"Namaku adalah Lugalgin Alhold. Di pasar gelap, aku dikenal sebagai penjual barang antik yang cukup dikenal. Namun, selain penjual barang antik, aku juga memiliki identitas lain di pasar gelap. Aku adalah pendiri sekaligus pemimpin Agade, satu dari enam pilar, Sarru."

Bersambung

============================================================

Halo Semuanya. 

Kalau kalian nonton Avenger Endgame, kalian akan tahu kalau judul chapter ini adalah merefer kesitu. 

Lalu, mungkin, ada sebagian yang bertanya, "kok tiba-tiba Lugalgin kenal inkompeten lain?". Haha, author sudah merencanakan ini sejak lama. Sebenarnya, Lugalgin sudah mengenal inkompeten lain sudah sempat disebutkan di arc 2 ch 8. Namun, karena munculnya cuma sepotong-potong, Author ragu ada yang menyadarinya. 

Namun, untuk Jin, sebenarnya sudah ada banyak clue tersebar di beberapa chapter. Bahkan, clue untuk kemunculan Jin jauh lebih jelas daripada inkompeten ini. Hahaha.

Untuk cerita, rasanya sudah cukup sampai sini saja bahasannya. Kalau enggak, nanti kebanyakan spoiler. 

Dan, seperti biasa, Author ingin melakukan endorse pada artist yang gambarnya author jadikan cover, yaitu 千夜 / QYS3.

Kalau kalian membaca di komputer, di bagian bawah, di bawah tombol vote, ada tombol external link yang akan mengantar kalian ke page pixiv artistnya. Author akan berterima kasih kalau kalian press like di pixiv atau bahkan love.

Kalau kalian membaca lewat app, kalian bisa ke page conversation author. pada pinned post, author akan post link pixiv artistnya. Bisa banget dibuka pixiv pagenya, lalu like gambar-gambar yang ada di galeri.

Atau bisa juga kalian search twitternya. User Id artisnya @QYSThree

Terima kasih :D

avataravatar
Next chapter