57 Arc 3-2 Ch 9 - Sarru vs Sarru

Dengan mengendarai lempengan Krat milik Emir, aku melesat cepat di udara. Jika orang melihat, aku tampak seperti menaiki karpet terbang. Dan, untungnya, Krat milik Emir jauh lebih cepat dari pergerakan orang itu.

Aku menahan nafas, mengumpulkan tenaga di lengan dan tanganku.

"Hah!"

Dengan mengerahkan seluruh kekuatan, aku melempar peti arsenal, meninggalkanku hanya dengan tombak tiga mata. Yang memberi nama tombakku adalah Emir. Dia bilang senjata khusus membutuhkan nama yang khusus juga. Karena tidak ada ruginya, aku pun menggunakan nama yang dia beri.

Dar

Benda jatuh terdengar. Peti arsenal terjatuh tepat di antara Mulisu dan Sarru palsu. Meskipun aku bilang di antara, sebenarnya, jarak mereka masih cukup jauh. Jadi, aku tidak muncul dan melindungi Mulisu di saat-saat terakhir seperti di film-film.

Di saat itu, Sarru palsu itu langsung berhenti, menjaga jarak. Tampaknya, dia tidak terlalu bodoh. Hal ini terbukti ketika dia berhenti setelah melihat peti arsenalku.

Belum sempat lempengan Krat milik Emir mencapai peti arsenal, tiba-tiba saja ketinggianku sudah turun.

Aku menekan moncong topeng serigala. "E–Sepuluh, ada apa ini?"

Hampir saja aku mengucapkan nama Emir. Posisiku sudah di tengah medan pertempuran, akan buruk kalau ada yang mendengar aku mengucapkan nama Emir.

[Sepuluh?]

[Itu kode untuk namamu. Kamu menduduki posisi nomor sepuluh dalam tes hari itu. Jadi, kamu Sepuluh. Ngomong-ngomong, kode untuk Inanna adalah Enam.]

Daripada menjawabku, Emir dan Ibla justru membicarakan tentang kode nama yang mereka gunakan. Karena mereka berada jauh dari medan pertempuran, mereka tidak khawatir menyebut nama satu sama lain.

"Hoi?"

[Ah, Maaf, Lu–Sarru. Aku tiba-tiba tidak bisa merasakan lempengan yang kamu tumpangi.]

Dia hampir memanggil namaku. Kalaupun dia menyebut namaku, tidak masalah. Hanya anggota Agade, melalui earphone, yang akan mendengarnya.

Namun, jawaban Emir membuatku tertarik. Apa mungkin aku mendapatkan jackpot? Kalau benar, ini adalah salah satu hari paling beruntungku. Namun, mungkin, akan lebih baik aku mengatakan hal itu setelah mendarat dengan aman dan memastikannya.

Aku mundur sedikit, membuat lempeng ini sedikit miring ke belakang. Dengan posisi ini, aku bisa mendarat di tanah dengan lebih mudah, dan aman. Namun, mungkin tidak semudah itu. Lempeng ini mendarat di atas tubuh-tubuh yang berserakan, yang sudah tewas tentu saja, dan meluncur.

Begitu aku mencapai di depan peti arsenal, aku melompat dari lempeng, membiarkannya terus tergelincir di atas tubuh-tubuh hingga akhirnya menabrak pohon.

"Oke, pendaratan yang tidak mulus. Ya, setidaknya aku bisa mendarat."

"Siapa kau?"

Sarru palsu itu berteriak dari kejauhan. Dia mengenakan jubah hitam dan topeng badut. Suaranya agak tidak jelas. Aku tidak bisa memastikan dia laki-laki atau perempuan. Mungkin, ada pengubah suara di topengnya. Untuk rambut panjang hitamnya, aku tidak tahu apakah itu wig atau rambut aslinya.

Jika gambar yang mencolok di topeng badut Kinum palsu adalah bintang merah di pipi kanan, Sarru palsu ini mengenakan topeng badut dengan gambar air mata di pipi kiri. Untuk senyum di topeng mereka, sama. Sebuah senyum merah yang menyebar teror.

Bukan hanya penampilan dan topeng, bahkan dia juga membawa peti arsenal yang mirip dengan milikku dua tahun yang lalu. Sebelum aku melapisi peti arsenal dengan kulit berwarna hitam, agar lebih mirip seperti peti mati dan tidak mematikan pengendalian pada kendaraan, peti arsenal memiliki tampilan yang futuristik dengan banyak garis biru yang berpendar. Secara konsep, penampilan peti arsenal mirip dengan tombak tiga mata.

Aku bertepuk tangan. "Hebat sekali. Sepanjang aku hidup, kau adalah orang yang paling niat untuk meniruku. Bravo. Hebat."

"Hahaha, aku bisa bilang hal yang sama dengan Kinum palsu ini."

Mulisu merespon ucapanku dari belakang. Kami pun tertawa kecil.

"Menirumu? Yang benar saja! Kau lah yang meniruku! Aku, Sarru, tidak akan pernah mengenakan topeng aneh seperti itu."

Sarru palsu itu terdengar marah. Saat itu juga, sebuah tombak muncul dari peti arsenal di punggungnya. Tombak itu adalah tombak rakitan yang tersusun dari dua pipa besi dan tiga mata pisau di ujung.

Setelah dirakit, bentuk tombak itu hampir sama dengan tombak tiga mataku. Hanya satu yang berbeda. Jika tombakku memiliki mata pisau yang melengku di samping, tombak yang dia gunakan berbentuk segitiga, menyiku.

"Mati kau, peniru!"

Dia menerjangku dengan menggunakan tombak? Ung, dia bodoh atau hanya termakan emosi? Ya, sudahlah, aku tidak terlalu peduli juga.

Aku menancapkan tombak tiga mata ke tanah dan membuka peti arsenal, mengambil dua buah assault rifle.

"Hah?"

Tanpa memedulikan keterkejutan Sarru palsu, aku melepaskan tembakan berondong.

Dor dor dor dor dor

Sarru palsu itu sempat berhenti dan membalikkan badan, melindungi diri dengan peti arsenal di punggungnya.

"Dasar pengecut!"

"Hahahaha," Mulisu tertawa terbahak-bahak. "Penampilanmu mirip, tapi jalan pikirmu masih belum bisa meniru Sarru yang asli."

Mulisu memberi respon terhadap protes yang dilontarkan Sarru palsu.

Aku mengabaikan mereka berdua dan menjatuhkan assault rifle di tangan kanan. Aku mengambil pelontar granat dan menembakkannya.

Blar

Tepat sasaran. Granat yang kutembakkan menghantam peti arsenal yang dia gunakan dengan telak.

Meski memiliki kekuatan besar, aku tidak terlalu suka menggunakan senjata dengan efek ledakan. Asap yang dihasilkan membuatku tidak bisa melihat apa yang terjadi pada lawan. Yang aku benci adalah, dalam waktu singkat ketika asap membumbung, lawan bisa melakukan apapun.

Untuk mencegah lawan bergerak, atau setidaknya menghentikan pergerakannya, aku terus melepaskan tembakan dengan assault rifle di tangan kiri.

Sambil menyerang Sarru palsu ini, aku melihat ke kejauhan. Di kejauhan, aku melihat lipan raksasa Mulisu masih mengamuk. Apa Lipan itu lepas kendali atau masih dikendalikan oleh Mulisu?

"Hei, Kinum."

""ya?""

Bukan hanya Mulisu yang menjawab, tapi Kinum palsu itu juga menjawab.

"Aku tanya pada Kinumku." Aku memperjelas. "Hei, Kinum, apa kamu masih mengendalikan lipanmu yang ada di kejauhan? Yang mengamuk itu."

"Ya, masih. Kenapa?"

Masih ya. Apa dia tipe yang berbeda? Atau jangan-jangan ini bukan jackpot, tapi hanya hadiah "selamat, Anda memenangkan tisu". Ya, bisa jadi.

"Chain Attack!"

Tiba-tiba sebuah teriakan muncul dari balik asap. Tampaknya, berondong yang kulepaskan tidak mampu mencegahnya untuk bergerak.

Di saat itu, dari balik asap, muncul belasan senjata. Senjata itu melesat dengan cepat dan mendarat di sekitarku, sebagian menancap di tanah, sebagian menancap di pohon, sebagian lagi tergeletak di tanah begitu saja.

"Hahahaha, dia benar-benar meneriakkan Chain Attack? Hahahaha." Mulisu merespon sambil tertawa terbahak-bahak.

Aku mencoba mengacuhkan tawa Mulisu. Kalau Sarru palsu ini benar-benar mencoba meniru seranganku, aku harus serius. Chain Attack adalah sebutan untuk serangan yang kulakukan. Serangan ini cukup sederhana. Aku hanya perlu menyebar beberapa jenis senjata di sekitar lawan dan menyerang tanpa henti. Aku tidak menamainya, rumor yang menyebar yang memberinya nama.

Aku menjatuhkan assault rifle dan pelontar granat yang kupegang, dan lalu mengambil shotgun dari peti arsenal. Dengan peti arsenal tertutup, aku memegangi selempang yang ada di belakangnya.

"Serangan pertama!"

Sebuah sosok melesat dengan cepat, mendatangiku. Sarru palsu itu datang sambil menebaskan pedang dengan tangan kanan. Aku menerima pedang yang dia tebaskan dengan shotgun, menangkisnya.

Namun, dia tidak diam begitu saja. Dia menarik pedangnya dan melompat tinggi ke belakangku. Sambil melompat, dia melepaskan tembakan dengan assault rifle di tangan kiri. Aku hanya perlu memutar posisi tubuh dan menahan semua tembakan yang lepaskan dengan peti arsenal.

"Serangan kedua!"

Dia mendarat, membuang assault rifle, mengambil pelontar granat, dan mengarahkannya padaku. Aku tidak membiarkannya begitu saja dan melepaskan tembakan dengan shotgun.

Pada jarak jauh, shotgun tidak akurat dan tidak memiliki efek merusak. Namun, tujuanku melepas tembakan bukan untuk mengalahkannya, hanya membuatnya waspada dan terpaksa menghindar.

Sarru palsu itu pun terpaksa melepaskan tembakan sambil berlari, menghindar. Sayangnya, tembakan yang dia lepaskan tidak akurat. Granat yang dia lepaskan mendarat cukup jauh dariku.

Aku memutar shotgun dan melepaskan tembakan lain, membuat granat yang dia lontarkan mendarat semakin jauh dariku.

"Sial! Serangan ketiga!"

Kini, dia berganti senjata menjadi sebuah tombak. Namun, sebelum maju menyerangku, dia melempar sebuah granat cahaya, flashbang.

Nging

Sebuah ledakan suara dan cahaya menghampiriku. Ketika meledak, aku memejamkan mataku untuk sejenak, mencegah kebutaan sementara yang mungkin terjadi. Namun, meski aku bisa melihat dengan normal, telingaku tidak luput dari efek flashbang. Untuk sesaat, aku tidak mampu mendengar apapun selain suara melengking.

Tanpa pendengaran, hanya bergantung pada mata dan insting, aku berusaha menangkis dan menahan semua serangan yang Sarru palsu lepaskan. Dia hanya menggunakan tombak untuk menyerang. Kedua tangannya hanya digunakan untuk satu tombak. Di lain pihak, aku mengelak dan menangkis serangannya dengan peti arsenal dan shotgun.

Perlahan, pendengaranku kembali, membuat gerakanku menjadi tajam kembali.

Saat ini, aku tidak bisa memungkiri kalau gerakan Sarru palsu ini tidak sepenuhnya buruk. Dia cukup ahli dalam bela diri. Namun, gerakannya masih cukup berantakan. Karena dia meniruku, dia pasti berusaha mengombinasikan bela diri barat dan timur.

"Aku lihat gerakanmu tidak buruk juga. Sayangnya, transisi gerakanmu memiliki banyak cacat."

Aku melepaskan sebuah tendangan ke kepala Sarru palsu. Melemparkannya beberapa meter ke belakang.

Sebelum sepatuku menghantam dagunya, dia berhasil melompat mundur, meredam tendanganku. Hal ini juga lah yang membuatnya melayang beberapa meter ke belakang.

"Kau mencoba mengombinasikan bela diri barat dan timur. Secara combo dan urutan serangan, sudah cukup bagus. Sayangnya, kau tidak melatih transisi antar serangan."

"Serangan keempat!"

Seolah tidak mendengarku, dia mengganti tombak dengan sepasang pedang satu sisi melengkung lebar, dao. Sama seperti sebelumnya, dia melesat ke arahku.

Kalau aku biarkan, serangannya tidak akan berhenti. Jadi, lebih baik, aku akhiri di sini saja.

Begitu dia sudah dekat, aku melemparkan shotgun yang kupegang, memaksa Sarru palsu berhenti sejenak untuk menghalaunya. Dalam waktu singkat itu, aku meletakkan kedua tangan di peti arsenal. Dengan mengerahkan seluruh tenaga, aku mengangkat dan mengayunkan peti arsenal.

Tidak siap dengan seranganku, Sarru palsu menyilangkan kedua pedangnya di atas, mencoba menahan timpaan peti arsenal. Namun, sayangnya, peti arsenalku menang.

"UGH!"

Pertarungan pun selesai dengan peti arsenal menimpa Sarru palsu. Untuk memastikan dia berhenti melawan, aku langsung membuka peti arsenal, mengambil pistol kaliber 10,2 mm, dan melepaskan tembakan.

Aku yakin pakaian yang dia gunakan terbuat dari kevlar, jadi pistol kaliber 10,2 mm dengan amunisi peluru tajam (hollow point) tidak akan mampu menembusnya. Namun, menerima peluru dengan kaliber sebesar ini dalam jarak dekat, dengan mengenakan kevlar, sama saja seperti menerima ayunan palu godam.

Dor

"AAAHHHH!!!!"

Aku melepaskan tembakan pada bahu kiri yang menyembul di samping peti arsenal. Saat ini, semua tulang di bahu kirinya pasti sudah hancur.

Tangan kanan Sarru palsu menepuk-nepuk peti arsenal. Dia pasti berusaha memegangi bahu kirinya yang hancur, tapi terhalang oleh peti arsenal.

Selanjutnya...

"Tolong hentikan!"

Sebuah teriakan terdengar dari arah Mulisu. Yang berteriak bukanlah Mulisu, tapi Kinum palsu yang diikat di depannya.

Dia memintaku berhenti ketika aku mencoba mengarahkan pistol ke bagian bawah peti arsenal, di sekitar lutut lawan.

"Maaf, maafkan kami. Maafkan kami karena kami sudah mengklaim nama kalian begitu saja. Maafkan kami karena sudah menggunakan nama Agade. Kumohon, maafkan kami. Kumohon, kumohon..."

Dia terus memohon dan memelas, sambil menundukkan kepalanya. Kemana perginya semua keyakinan itu?

"Apa yang membuatmu berpikir kami akan mengampuni kalian?"

Sebuah suara terdengar. Suara ini berasal dari kiriku, dimana sebuah sosok pendek perlahan mendekat. Bukan hanya satu sosok pendek, sosok lain berkepala serigala pun juga mendekat.

"Kalian sudah menghabisi semua orang yang ada di sini?" Aku bertanya.

"Sudah!"

Mereka semua menjawab bersamaan, kompak. Melihat mereka menjawab pertanyaanku meski aku menyela pertanyaan Ur, tampaknya pertanyaanku mendapatkan prioritas yang lebih tinggi.

"Bagus. Sekarang, kalian bisa beres-beres, sementara itu, aku ingin berbicara dengan Kinum dan Sarru palsu ini. Apa ada yang keberatan?"

"TIDAK!"

Setelah memberi jawaban, mereka kembali menghilang ke dalam kegelapan malam. Saat datang ke sini, kami hanya membawa empat mobil 4wd. Aku tidak melihat ada truk atau apapun yang bisa digunakan untuk mengangkut semua senjata mereka.

[Kami, aku dan para karyawan, sudah meletakkan senjata mereka di tempat ini tadi sore. Dan, tentu saja, kami meletakkannya di tempat yang tersembunyi, memastikan Agade palsu dan Apollo tidak bisa menemukannya.]

Tiba-tiba saja terdengar suara Ibla di earphone topeng, seolah-olah dia bisa membaca pikiranku.

[Jadi menurutmu, bagaimana nilai kami?]

Aku menekan moncong topeng. "Sebelum aku memberi nilai, apa kamu sudah mengetahui identitas Sarru dan Kinum palsu ini?"

[Sayangnya belum. Maksudku, mereka akan tewas juga, kan? Kenapa memelajari nama orang yang akan tewas?]

"Dan siapa yang bisa memastikan kematian mereka, hah?"

Aku kembali bertanya dengan nada menekan.

Aku tidak mampu mendengarkan balasan Ibla. Dia terdiam. Tampaknya, pertanyaanku berhasil membuatnya panik.

"Aku tanya lagi. Siapa yang bisa memastikannya?"

Ibla masih belum memberi jawaban. Dia masih terdiam.

Oke, sudah cukup aku memberi tekanan.

"Karena hal ini, nilai kalian hanya 7. Kesalahan kalian adalah tidak mengetahui identitas lawan kalian sebelum menyerang. Bagaimana kalau ternyata lawan kalian jauh lebih kuat? Kalau salah satu dari kalian terluka parah, atau bahkan tewas, apa yang akan kalian lakukan? Kalian terlalu sombong. Kalian pikir kalian sudah berada di atas pasar gelap, tapi ingat, di atas langit masih ada langit. Mengerti?"

[Me-mengerti...]

Kali ini, bukan hanya suara Ibla yang terdengar di earphone, tapi seluruh anggota Agade, kecuali Mulisu.

"Sarru, sudahlah, maafkan mereka. Mereka hanya terlalu senang karena bisa kembali beraksi bersamamu." Mulisu mencoba membela anggota Agade.

"Hah, Kinum, kamu terlalu lunak pada mereka. Karena ini lah aku harus mendisiplinkan mereka."

Di saat ini, kalau dilihat dari luar, posisi kami seperti sepasang orang tua yang bertengkar karena kesalahan anak mereka. Sementara Mulisu membela anak-anak, aku mengambil peran orang tua yang tegas dan disiplin.

"Ya, sudahlah," aku mengakhiri semua ini. "Segera bereskan barang-barang kalian. Kita langsung pulang setelah kalian selesai beres-beres."

[Baikk....]

Jawaban mereka semua terdengar lemas. Aku harus mengatakan sesuatu agar mental mereka tidak terlalu jatuh.

"Kemampuan bertarung kalian sudah meningkat drastis dalam dua tahun ini. Meski aku ada saran dan ada beberapa hal yang terlewat, kerja bagus untuk malam ini."

Sebuah keheningan muncul sebagai respon ucapanku. Namun, hanya sesaat.

[Terima kasih banyak!]

Mereka terdengar begitu bahagia padahal aku hanya memuji mereka sedikit. Ya, sudahlah.

Sekarang, kembali ke masalah utama. Aku menoleh ke Kinum palsu dan melihat dia menempelkan wajahnya, yang tertutup topeng, ke tanah sambil mengucapkan "maafkan kami" berkali-kali. Di lain pihak, aku mendengar suara pelan dari bawah peti arsenal. Tampaknya, Sarru palsu ini menangis pelan, sesenggukan.

Saatnya mencari informasi, sambil membuang waktu, menunggu anggota Agade selesai beres-beres.

"Hei, Kinum palsu, jawab pertanyaanku."

"Ya?" Kinum palsu merespon dengan cepat

"Waktu kami membunuh semua anggota Agade palsumu, kau tidak merespon apapun. Apa mereka hanya mercenary yang kau bayar?"

"Ya, benar. Mereka hanya mercenary. Informasi yang kami dapatkan mengatakan kalau pusat Agade hanya kalian berdua. Sisanya hanya orang-orang tidak penting yang kalian pungut. Jadi, kami berpikir untuk menggunakan mercenary saja sebagai pengikut."

Dia menjawabku dengan cepat, tanpa pikir panjang. Apa dia sudah benar-benar takluk?

Namun, pusat Agade hanya kami berdua? Aneh. Informasi yang beredar, seharusnya, anggota Agade hanya kami berdua dan kami selalu menyewa mercenary untuk misi dan pekerjaan. Mungkin dua hal ini tampak sama, tapi sebenarnya berbeda.

Kinum palsu mengatakan "pusat Agade". Dengan kata lain, informan yang dia bicarakan mengetahui kalau Agade memiliki anggota selain kami berdua, bukan mercenary. Dan, seharusnya, hanya satu orang yang mengetahui informasi ini, yang posisinya tidak kuketahui.

Tampaknya, bukan hanya aku yang memikirkan kemungkinan ini. Moncong topeng Mulisu mengarah ke sini. Dia melihat ke arahku.

"Apa informan itu bernama Ukin?"

"Maaf, kami tidak mengetahui namanya. Dia selalu menutupi wajahnya dengan bandana dan hoodie."

Begitu ya. Namun, kami, aku dan Mulisu, memiliki keyakinan yang besar kalau informan itu adalah Ukin. Selain Lacuna, hanya dia yang mengetahui kalau Agade memiliki anggota selain aku dan Mulisu.

[Sarru, kami sudah selesai beres-beresnya.]

"Baik, aku akan mengakhiri sesi tanya jawab ini."

Aku berjalan mendekati Kinum palsu dan menarik rambut dan topengnya. Ketika aku melakukannya, sebuah wajah perempuan terlihat. Sudah kuduga, dia mengenakan wig. Di bawah wig ini, dia memiliki rambut coklat pendek yang hampir tidak menutupi telinga. Matanya pun coklat. Sebuah fitur wajah generik sepertiku.

Perempuan ini belum tua. Umurnya baru mencapai kepala 3 di tahun ini. Kulit wajahnya pun terlihat kencang. Kenapa aku mengetahui umur perempuan ini? Mudah saja, karena aku mengenalnya.

"Nerva, kalau kamu adalah Kinum palsu, apa ini berarti sosok yang ada di bawah peti itu adalah putri terakhir dari keluarga Nerras?"

"Eh? Kau mengenal kami?"

Sial! Aku sama sekali tidak menduga perkembangan ini. Dan aku sama sekali tidak menyukainya. Aku berjalan kembali ke peti arsenal dan menyingkirkannya dari tubuh Sarru palsu.

Begitu peti arsenal sudah tersingkir, Sarru palsu ini langsung mencoba memegang bahu kirinya.

"Jangan dipegang! Tulang di bahumu hancur. Kalaupun kamu menyentuhnya, hanya rasa sakit yang akan kamu rasakan."

"Ah? Ah?"

Dia tidak bisa memberi respon yang jelas.

Aku segera melepas topeng Sarru palsu ini, membuatnya dapat bernafas lebih mudah.

Kini, di depan mataku, terlihat seorang perempuan berambut panjang hitam berkilau. Kalau saat ini dia membuka mata, aku akan melihat warna hijau yang berkilau. Jika orang melihatnya dan Inanna bersebelahan, mereka akan dikira sebagai saudara kembar, padahal bukan.

"Illuvia.... apa yang kamu lakukan?"

Bersambung

avataravatar
Next chapter