56 Arc 3-2 Ch 8 - Agade beraksi pt 2

Melalui teropong, aku melihat lipan raksasa yang dikendalikan oleh Mulisu memorak-porandakan pertemuan itu. Melalui sepiker yang disediakan oleh Ibla, aku mendengar teriakan demi teriakan terdengar.

"Kalian tahu, Inanna, Emir, di saat seperti ini aku selalu iri dengan orang-orang yang memiliki kekuatan pengendalian."

"Kenapa?" Emir bertanya balik.

"Maksudku, impian setiap laki-laki adalah mengendarai dan mengendalikan raksasa, entah itu hewan, naga, atau robot. Dan, aku masih menginginkannya."

"Gin...." Inanna memanggil.

"Ya?"

Aku melepaskan pandangan dari teropong dan menoleh ke Inanna. Inanna juga melakukan hal yang sama.

Inanna tidak segera merespon. Dia terdiam sejenak. Setelah sedikit waktu berlalu, akhirnya dia memberi respon.

"... tidak kuduga kamu masih ada sisi kekanak-kanakan."

"Ah... i, itu...."

"Kenapa kamu berpendapat begitu, Inanna?" Emir meminta penjelasan.

"Ucapan Lugalgin adalah ucapan yang akan dikatakan oleh anak-anak laki-laki. Di SD atau TK, kamu akan sering melihat anak laki-laki mencoba membuat hewan atau robot besar dengan pengendalian mereka."

"Ah, jadi ini maksud ucapan 'boys will always be boys'."

"Ya, tepat sekali."

Uhh.... aku tidak memiliki sanggahan untuk itu.

"Lalu, Ibla, apa kamu juga seperti itu?"

Emir mengalihkan pembicaraan ke Ibla.

"Ah, tidak, aku tidak terlalu suka dengan hal seperti itu. Sedari kecil, aku lebih suka mengendalikan benda-benda yang kecil."

"Ah," Inanna kembali merespon. "Jadi, kamu seperti cewek ya."

"Ya, begitulah. Aku tidak memungkirinya."

Inanna, kok kepribadianmu sudah berubah? Kita belum mulai bertarung, kan? Atau bersiaga seperti ini sudah termasuk bertarung untukmu?

"Hei, Lugalgin, kembali ke Mulisu, tampaknya Kinum palsu itu masih berusaha mempertahankan identitasnya sebagai Kinum."

Aku kembali meletakkan mata ke teropong dan melihat sebuah lipan panjang yang terbuat dari pedang muncul. Jika lipan yang dibuat oleh Mulisu memiliki tubuh yang proporsional antara besar dan panjang, lipan pedang milik Kinum palsu itu sama sekali tidak proporsional. Untuk tubuh yang lebarnya hanya satu meter, panjangnya mencapai puluhan meter.

Lipan itu berusaha melilit lipan yang ditunggangi oleh Mulisu. Namun, lipan yang ditunggangi Mulisu tidak tinggal diam begitu saja. Sebuah gerakan mencambuk berhasil menghancurkan lipan itu, memisahkannya menjadi pedang-pedang yang berserakan.

Sayangnya, Kinum palsu itu hanya mampu membuat satu lipan. Tiga lipan lain, yang dikendalikan oleh Mulisu, masih mengamuk dengan leluasa.

Di lain pihak, orang-orang yang tidak ingin terlibat berusaha kabur. Organisasi Apollo pun mengambil emasnya dan berusaha kabur. Namun, satu orang dari Agade palsu menodongnya. Sayangnya, mereka berdua tewas di tempat, terkena amukan lipan milik Mulisu.

"Inanna, Emir, ada hal yang harus kukatakan pada kalian. Lacuna, guru kami, menyarankan setiap orang memiliki beberapa teknik andalan ketika bertarung. Beberapa teknik andalan ini pun dibagi menjadi dua kategori, mencolok dan efisien."

"Mencolok dan Efisien, ya." Inanna merespon pelan.

"Kenapa harus dibedakan menjadi dua. Apa tidak bisa mencolok dan efisien?" Emir melanjutkan pertanyaan Emir.

Ibla mengambil alih penjelasan, "tentu saja tidak bisa. Dalam teknik menyerang, mencolok dan efisien itu saling berbalikan. Ambil saja teknik menyerang kalian."

Ibla mulai menjelaskan dengan mengambil contoh teknik menyerang Emir dan Inanna. Teknik menyerang Emir adalah contoh yang mencolok sedangkan Inanna adalah contoh yang efisien.

Ketika orang melihat ada beberapa turret tank melayang, mereka akan terintimidasi. Apalagi dengan ledakan yang dihasilkan. Kalau bicara efisiensi, kenapa Emir harus membuat turret tank? Kenapa tidak larasnya saja? Atau bahkan, cukup pelurunya saja? Dengan demikian, tenaga yang digunakan untuk pengendalian akan lebih sedikit, kan?

Di lain pihak, serangan Inanna yang hanya menggunakan proyektil memiliki tingkat efisiensi tinggi. Pengendalian yang dibutuhkan untuk meluncurkan proyektil relatif lebih kecil. Dan lagi, lawan tidak akan bisa menyadari dari mana dan kapan serangan akan muncul. Hanya orang-orang yang amat sangat jeli yang mampu melihat proyektil di langit.

Namun, sayangnya, kalau lawan tiba-tiba tewas, mereka tidak akan terintimidasi sama sekali. Efek teror dan psikologi tidak akan menerpa mereka. Hal ini membuat mereka lebih diremehkan oleh orang umum. Jadi, lebih repot karena akan banyak lawan mencoba menantang.

Oleh karena itu, ada baiknya setiap orang memiliki beberapa teknik, baik mencolok maupun efisien. Ketika mereka butuh pekerjaan cepat selesai, mereka akan menggunakan teknik menyerang efisien. Jika membutuhkan nama dan deklarasi, teknik menyerang mencolok lebih diutamakan.

"Sudah mengerti?" Ibla menutup penjelasan.

"Tch, jadi aku harus segera menciptakan teknik yang mencolok ya. Merepotkan juga."

"Ah, dan aku harus memikirkan teknik yang efisien, ya."

"Kembali ke pertarungan."

Aku menyuruh mereka kembali fokus pada pertarungan yang terjadi.

Baru saja aku berkata seperti itu, tiba-tiba sebuah titik api muncul, membuat pandangan kami menjadi lebih jelas.

"Ibla, meski aku bilang penyergapan ini hanya untuk menunjukkan Inanna dan Emir bagaimana kalau kalian bertarung, aku juga perlu mengingatkan kalau aku sudah dua tahun pensiun. Selama dua tahun ini, aku juga ingin melihat sejauh mana perkembangan kalian. Jadi, aku harap, kalian tidak mengecewakanku."

"Tentu saja. Kami juga tahu itu."

Kami semua mengarahkan teropong ke ledakan itu. Di tengah-tengah ledakan, terlihat sebuah sosok berdiri. Kalau hanya melihat dari badannya yang kecil, kemungkinan sosok itu adalah Ur atau Mari. Namun, melihat benda di belakangnya, aku cukup yakin dia adalah Ur.

Sebuah monolit setinggi sepuluh meter berdiri. Bagian permukaan monolit tersebut dipenuhi dengan lubang, yang menurutku adalah laras senjata. Dengan kata lain, monolit itu tersusun atas puluhan, atau bahkan ratusan, senjata api. Karena lubang itu berada di seluruh permukaan monolit, Ur bisa melepaskan tembakan ke mana pun.

Beberapa bagian dari monolit Ur bahkan melepaskan semburan api, yang berasal dari pelontar api. Sementara lawan berusaha kabur dari tembakan, Ur bergerak dengan cepat. Dengan tubuh pendeknya itu, dia mengayun sebuah tombak guandao sepanjang dua setengah meter dengan sangat mudahnya.

Pengendalian Ur adalah besi, sebuah pengendalian yang bisa dibilang generik. Tapi, hal ini justru membuatnya cukup unggul karena dia bisa mengendalikan semua jenis senjata yang diproduksi secara masal.

[Hahahahaha, ini lah akibat karena kalian sudah berani menggunakan nama Agade begitu saja! Sekarang temuilah Agade yang sebenarnya!]

Melalui sepiker, aku bisa mendengar Ur yang tertawa terbahak-bahak.

"Ibla,"

"Ya, Lugalgin?"

"Apa Ur masih memiliki inferior kompleks terhadap tinggi badannya?"

"Kenapa kamu berpikiran seperti itu?"

"Monolit setinggi sepuluh meter dan guandao sepanjang dua setengah meter?"

"Hahaha, begitulah."

Sekarang, mari kita coba alihkan pandangan ke tempat lain. Ketika aku mencoba mencari tempat selanjutnya untuk diamati, aku memperhatikan satu tempat cukup sepi. Padahal, cahaya senter terlihat cukup banyak di tempat itu.

"Emir, Inanna, lihat ke arah jam 2."

Di tempat itu, terlihat sebuah sosok yang berdiri di samping tubuh yang penuh lubang. Di belakang sosok itu, berdiri sebuah makhluk setinggi dua setengah meter yang juga mengenakan jubah.

"Akhirnya kamu bisa melakukannya, ya." Aku menggumam pelan.

Sosok itu adalah Ninmar. Pengendalian yang dia miliki adalah sesuatu yang bisa dibilang amat sangat langka, nitrogen. Sepanjang sejarah mencatat, hanya beberapa orang yang diketahui memiliki pengendalian nitrogen. Tingkat istimewanya jauh di atas perak atau silikon.

Teknik yang kuajarkan padanya adalah tipe efisien. Dia cukup membawa satu botol nitrogen cair, lalu melepasnya ke udara. Setelah dilepas ke udara, Ninmar akan mengubah nitrogen itu dari cair menjadi gas, lalu menggerakkannya ke dekat tubuh lawan. Setelah dekat, yang cukup dilakukan adalah mengubah gas tersebut menjadi jarum, menembus jantung atau kepala lawan.

Namun, yang sekarang dia lakukan, adalah tipe yang mencolok. Aku tidak tahu berapa banyak nitrogen yang dia bawa, tapi di sekitarnya muncul banyak sekali tombak es. Tombak es itu muncul dari tanah, menusuk lawan dari bawah.

"Ibla, sosok besar apa yang ada di belakangnya?"

"Ah, sosok itu adalah boneka besi yang dia buat. Boneka itu membawa senjata atau apapun yang dibutuhkan Ninmar ketika dia serius."

"Heh... dan, untuk nitrogennya, apa boneka itu juga yang membawanya?"

"Tidak. Boneka itu hanya membawa senjata, Untuk nitrogennya, dia sudah bisa melakukan ekstraksi nitrogen dari udara."

"Hah? Dari udara?"

Emir dan Inanna merespon dengan setengah berteriak.

Aku paham kenapa mereka berteriak. Metode perubahan molekuler dan bentuk yang dilakukan oleh Emir dan Inanna adalah tipe pengendalian tingkat tinggi. Meski demikian, pengendalian mereka terbatas pada benda yang komposisinya hanya terdiri dari satu jenis, timah saja atau silikon saja. Jika dicampur dengan komposisi lain, mereka hanya mampu membuatnya melayang.

Di lain pihak, ekstraksi yang dilakukan oleh Ninmar berada di atas mereka. Ninmar mampu memisahkan satu komposisi dari benda yang komposisinya telah dicampur tanpa mengubah bentuk benda itu.

Dulu, kemampuan ini banyak dimiliki oleh ahli pembuat senjata atau ahli pembuat perhiasan. Hal ini karena, dulu, material murni sulit ditemukan. Namun, seiring berkembangnya zaman, mesin pemisah material ditemukan, membuat harga material murni menjadi murah. Oleh karena itu, metode pengendalian ini pun ditinggalkan. Aku sama sekali tidak menduga dia mampu melakukan ini.

Kembali ke Ninmar. Meski dia sudah menggunakan nitrogen, dia masih menggenggam dua bilah pedang, ukuran besar di tangan kanan dan ukuran kecil di tangan kiri. Kedua pedang itu untuk menghadapi musuh jika mereka mampu menghindari serangan tombak es Ninmar.

"Baiklah, sudah cukup melihat ke Ninmar." Aku memberi aba-aba. "Sekarang, lihat ke bawah dari tempat Ninmar. Kita lihat Umma."

Di tempat itu, terlihat sebuah sosok berdiri dengan puluhan senjata api melayang. Serangannya cukup sederhana. Dia hanya menembakkan puluhan senjata api secara bergantian dari ketinggian, membuat hujan peluru, secara harfiah.

Ketika ada senjata yang pelurunya habis, dia menggantinya dengan senjata lain. Sebagai pengendali generik, tembaga, metode yang dia anut cukup efektif dan memberi efek teror yang juga cukup kuat. Meskipun dia membawa dua buah saber militer, dia tidak akan pernah mendapatkan kesempatan untuk menggunakannya.

Namun, akhirnya, semua peluru yang dia bawa habis. Sayangnya, ada beberapa orang yang masih hidup. Mereka pun maju menyerang Umma. Di saat itu, tiba-tiba saja senjata yang baru dikendalikan Umma melesat menuju penyerang. Ketika mencapai tanah, senjata-senjata itu pun meledak. Ledakan demi ledakan pun bermunculan.

"Dia memasang bom pada masing-masing senjata?"

"Ya, benar," Ibla menjawab. "Sebagai tambahan, ya, dia menghabiskan uang paling banyak di antara kami semua. Dan, ya, aku sudah mengingatkannya berkali-kali tapi dia tetap tidak peduli. Mungkin, Gin, kalau kamu yang mengingatkan, dia akan mau mempertimbangkannya."

Ibla berhasil membaca pikiranku.

"Ya, nanti akan aku ingatkan dia setelah kita selesai."

"Selanjutnya, mari kita lihat Elam. Dia berada di kiri kita." Ibla mengarahkan pandangan kami.

Di ujung teropong, terlihat sebuah sosok yang ditutupi sosok lain. Elam menggunakan konsep yang mirip dengan Mulisu, serangan raksasa. Bedanya adalah, raksasa yang dikendalikan Elam hanya memiliki badan, tangan dan kepala manusia. Sementara itu, Elam berada di dalam rusuk raksasa itu.

Dengan cara itu, Elam membiarkan raksasa itu mengamuk, menghancurkan apapun di sekitar. Sambil berjalan, dia menyapu semua yang ada di hadapannya. Tangan raksasa itu pun bisa berubah-ubah. Ketika ada roket datang, tangan raksasa tersebut berubah menjadi perisai. Ketika ingin menyerang, tangannya bisa berubah menjadi kapak atau pedang.

Di satu titik, satu tangannya berubah menjadi sebuah lilitan logam. Dari lilitan logam itu, muncul sebuah sengatan listrik. Bahkan, aku hampir bisa mengatakan kalau itu adalah petir.

"Wah, keren sekali!"

Aku, dan yang lain, terpancing oleh suara Emir. Kami semua melihat ke Emir, yang menggenggam teropong kuat-kuat. Karena dia mengenakan topeng serigala, seperti kami semua, aku tidak bisa melihat raut wajahnya. Tapi dari nadanya, aku bisa bilang dia begitu terkesima dengan serangan Elam.

Sekarang aku paham kenapa Mulisu berpendapat Elam adalah guru yang cocok untuk Emir. Selera mereka tampaknya sama, jadi, Elam pasti dapat memberi arahan untuk Emir.

Pengendalian Elam adalah aluminium. Aku jadi penasaran, apakah ayah dan Ninlil bisa melakukan teknik itu juga? Ya, biar aku pikir lain kali.

"Emir, lanjut," aku menghentikan kesenangan Emir. "Sekarang lihat ke atas, ke tempat Mari."

Ketika aku melihat Mari, aku tersadar kalau dia sama saja seperti Ur. Inferior kompleksnya terhadap tinggi badan belum terobati. Tidak, daripada Ur, aku bisa bilang inferior kompleks Mari jauh lebih parah.

Jika Ur menggunakan tombak guandao sepanjang dua setengah meter, Mari menebaskan pedang raksasa sepanjang enam meter. Seorang perempuan, dengan tinggi kurang dari 150 cm, mengayunkan pedang sepanjang tiga pintu. Pemandangan macam apa itu. Dan bukan hanya satu, tapi dua pedang.

Meskipun pedangnya sebesar itu, karena dia menggunakan pengendalian, dia bisa menebaskan dan mengayunkannya dengan mudah. Dan, justru karena ukurannya besar, dia bisa menggunakannya sebagai perisai juga. Bahkan aku melihat Mari melemparkan pedangnya beberapa kali dan menariknya kembali, seperti bumerang.

Dengan pedang sebesar itu, orang akan berpikir Mari tidak akan mampu mengatasi serangan jarak pendek. Namun, itu setengah salah. Ketika lawan berhasil mendekat, Mari akan menggunakan senjata api yang terpasang di bagian pegangan pedang.

Benar-benar, anak ini. Senjata jarak jauh jadi senjata jarak dekat, begitu juga sebaliknya.

"Jadi, Ibla, tinggal tiga orang lagi kan yang cara bertarungnya belum kami lihat?" Nada kasar Inanna menyapa Ibla.

"Ya, benar. Tinggal Simurrum, Uru'a, dan Yarmuti. Untuk Simurrum dan Uru'a, kita bisa melihat mereka di bagian paling utara."

Ibla menjawab dengan enteng, seolah tidak memedulikan nada kasar Inanna.

Kami semua mengarahkan teropong ke utara, ke atas. Di saat itu, kami melihat sepasang orang yang mengamuk tanpa arah. Bukan hanya itu, cara bertarung mereka pun absurd. Di kedua tangan mereka, terpasang sebuah kepala dinosaurus yang terbuat dari logam. Seluruh giginya terbuat dari pisau dan pedang. Ketika mulut dinosaurus itu terbuka, menunjukkan tangan mereka yang menggenggam senapan mesin, memberondong target.

Ketika melihat mereka berdua, orang pasti akan berpikir mereka hanya bermain-main. Namun, sebenarnya tidak. Meski mereka tampak mengamuk tanpa arah dan menyerang membabi buta, sebenarnya, serangan mereka sangat terkoordinasi dengan baik. Mereka akan saling menjaga satu sama lain, menjebak lawan, menggiring lawan mencapai satu titik dan membunuhnya.

"Maaf ya Gin, aku tidak bisa memaksa mereka untuk serius. Mereka bilang mereka tidak sudi serius hanya untuk melawan kroco."

"Aku tidak bilang kalian harus serius. Kalau aku bilang kalian harus serius, kalian pasti sudah menggunakan teknik menyerang efisien sedari tadi. Kalau itu terjadi, aku tidak bisa menunjukkan kekuatan kalian pada Emir dan Inanna."

Emir dan Inanna tidak memberi respon terhadap ucapanku. Aku penasaran, reaksi apa yang sekarang mereka buat di balik topeng itu.

"Sekarang, tinggal Yarmuti.... mengingat dia, aku ragu kalian bisa melihat sesuatu."

"Eh? Kenapa?" Emir mempertanyakan pernyataanku.

"Itu karena," Ibla mengambil alih penjelasan. "Yarmuti mengambil Lugalgin sebagai contoh. Jadi, dengan kata lain, dia adalah tipe silent killer, efisien tanpa serangan mencolok. Sedari dulu, dia tidak mau tampil mencolok. Dia menganggap, delapan orang dengan serangan mencolok sudah lebih dari cukup."

"Delapan orang? Selain Lugalgin dan dia, apa itu berarti kamu juga tidak memiliki serangan mencolok."

"Sayangnya benar. Aku tidak memiliki pengendalian yang cukup kuat untuk memiliki serangan mencolok."

Sementara mereka berbincang-bincang, aku mengganti teropong yang kugunakan menjadi teropong termal. Dengan begini, aku bisa memperhatikan pergerakan Yarmuti di kegelapan.

Pada tempat paling gelap, aku melihat satu tubuh yang bergerak sangat cepat. Dia bergerak cepat, dari satu tempat ke tempat lain. Mungkin, saat ini, dia menggunakan pedang atau pisau sebagai senjata.

Yarmuti adalah tipe pembunuh dan gerakan cepat, seperti Jeanne. Tapi, kalau aku menyamakan gerakannya dengan Jeanne, sama saja aku merendahkan Yarmuti. Gerakannya tidak manusiawi. Apa dia secepat Lacuna? Tidak! Dia jauh lebih cepat. Satu-satunya cara agar dia bisa bergerak secepat itu adalah dia memodifikasi pakaian igni yang dia gunakan.

Dia adalah pengguna kuarsa, sebuah pengendalian yang bisa dibilang generik. Kalau dia memasukkan butiran kuarsa di beberapa bagian pakaian igni, itu akan dapat membuat gerakannya secepat sekarang.

"Ibla, apa Yarmuti memodifikasi pakaian igninya dengan kuarsa?"

Saat aku menanyakan itu, perbincangan antara Ibla dan kedua calon istriku terhenti.

"Ya, benar. Dia meletakkan taburan kuarsa pada beberapa bagian pakaian igni."

Aku harus memberi peringatan pada perempuan itu setelah misi ini.

Ketika melihat serangan ini, aku jadi teringat ketika Mulisu dan aku pertama kali beroperasi sebagai Agade setelah Lacuna pergi. Karena aku tidak memiliki teknik menyerang yang mencolok, Mulisu menggunakan empat teknik serangan paling mencolok yang dia miliki, mengukuhkan posisi Agade sebagai salah satu dari enam pilar.

[Hey, Sarru. Aku membiarkan perempuan ini hidup.]

Sebuah suara terdengar dari sepiker. Suara itu adalah suara Mulisu.

"Untuk menjawabnya, kamu cukup menekan moncong topeng serigala itu."

Aku mengikuti arahan Ibla dan menekan moncong di topeng ini.

"Kenapa kamu melakukannya? Aku tidak ada niatan untuk menginterogasinya."

[Dia mengatakan sesuatu yang menarik. Dia bilang, 'Sarru akan datang dan membuat kalian beserta pengendalian kalian tidak berdaya'.]

Sarru palsu itu akan datang? Jadi, ada sosok yang memalsukan Sarru juga ya. Namun, yang menarik bagiku adalah pada bagian 'pengendalian kalian'.

[Semuanya, peringatan, baru saja ada sosok yang baru saja melewatiku!] Suara Ur terdengar.

[Dia juga mampu melewatiku.] Ninmar menambahkan. [Dan, ketika dia dekat, aku tidak mampu mengendalikan nitrogen di sekitarku.]

[Sama, aku juga tidak bisa mengendalikan apapun.]

"Gin, sosok itu berlari, lurus menuju ke Mulisu," Ibla melapor.

Tanpa basa-basi, aku langsung mengambil peti arsenal dan turun dari bak mobil.

"Emir, kirim aku ke tempat Mulisu sekarang juga!"

Bersambung

avataravatar
Next chapter