55 Arc 3-2 Ch 7 - Agade Beraksi pt 1

Sudah lama juga aku tidak melakukan misi bersama Agade. Sekarang, aku, Emir, dan Inanna sedang di dalam bus yang dikemudikan oleh Ibla. Kami akan berkumpul di markas Agade, di pelabuhan.

Aku turun di salah satu gudang, mengambil kotak arsenal. Karena dekat, Inanna dan Emir pun turun bersamaku sementara Ibla lanjut ke markas.

Kalau dilihat dari luar, kamu tidak akan tahu kalau isi gudang ini berbeda. Aku menekan tombol di dinding dan memunculkan sebuah keyboard. Aku menjalankan beberapa aplikasi, yang urutannya tidak boleh berbeda, dan memasukkan password sebanyak 6 kali.

"Ini adalah kesekian kali aku melihat kamu melakukannya, tapi aku tetap masih terkejut."

"Kalau salah membuka aplikasi atau salah memasukkan password, satu saja, apa yang akan terjadi?"

"Kalau aplikasi tidak boleh salah. Kalau password, boleh salah tapi maksimal dua kali. Kalau gagal, ada pelontar api dan senapan mesin yang akan memberondong siapa pun di depan keyboard."

Inanna terdiam sejenak, "...aku tidak akan mencoba membuka ruangan ini tanpa kamu."

"Jangan khawatir," aku mencoba meredam ketakutan Inanna. "Aku akan mengajari kalian urutan software dan passwordnya."

Aku menekan enter dan pintu terbuka. Kami bertiga masuk ke dalam gudang senjataku. Di bagian kanan ruangan, terlihat berbagai senjata api yang rapi tertata. Ketika aku bilang berbagai, maksudku berbagai macam dan tipe. Ada senapan, sub machine gun, pistol, shotgun, senapan mesin, pelontar roket, pelontar api, gatling, dan lain sebagainya, lengkap dengan magasin peluru tentu saja.

Di sebelah kiri, terdapat berbagai macam senjata jarak dekat seperti toya, pedang, golok, sai, katar, rantai, pisau, dan lain sebagainya. Di bagian belakang, terdapat peralatan dan perlengkapan seperti kevlar, kaca mata thermal, teropong, helm, penjebol pintu, dsb. Dengan tinggi gudang yang mencapai 10 meter, aku membuat koridor tambahan sebanyak dua tingkat.

Di balik pintu, terdapat dua sepeda motor dan satu mobil. Tentu saja, kendaraan ini adalah barang antik yang kubuat sendiri, tidak memerlukan pengendalian untuk mengemudikannya. Di antara kendaraan dan dinding peralatan, terdapat tiga peti arsenal berjajar.

"....wow,"

"Benar-benar lengkap, kan?"

Inanna dan Emir bertukar pendapat sementara aku mendatangi peti arsenal. Ketiga peti arsenal ini memiliki bentuk yang sama, peti mati. Yang membedakan ketiga peti ini adalah isinya.

Peti di kanan lebih didominasi senjata dengan ledakan seperti granat, pelontar roket, pelontar granat, ranjau. Selain senjata dengan ledakan, ada empat assault rifle, satu shotgun, sepasang pistol, tiga buah golok. Arsenal ini adalah yang dulu kubawa ketika menjadi pengawal Jeanne.

Peti di kiri lebih didominasi dengan senjata jarak dekat seperti toya, tombak, perisai, pedang, pistol, dan lain sebagainya. Senjata jarak jauh yang dimiliki oleh peti ini hanyalah gatling. Sebagai catatan, aku menganggap pistol sebagai senjata jarak pendek. Peti ini adalah yang kubawa ketika melatih Ufia.

Dan lalu, untuk yang tengah, perpaduan antara keduanya. Dengan varian yang lebih banyak, jumlah masing-masing senjata pun lebih sedikit, begitu juga dengan magasin peluru. Perlu kuingatkan bahwa tombak dan tongkat yang kusiapkan di dalam arsenal adalah senjata rakit atau senjata multi fungsi seperti toya yang bisa menjadi triple stick.

Tentu saja, isi ketiga peti ini tidak paten. Aku bisa menggantinya kapan pun aku mau, sesuai misi dan selera. Karena kali ini aku hanya melihat, mungkin sedikit ikut serta kalau bosan, aku memutuskan untuk mengambil peti yang di tengah.

"Gin," Inanna memanggil, "Berapa banyak sepeda motor yang kamu miliki? Maksudku, kamu di garasi rumah juga ada, kan?."

"Di rumah dua, di sini dua. Total hanya empat." Aku menjawab Inanna.

"Eh?" Emir terentak. "Lalu, yang lainnya? Bukannya kamu beberapa kali membuat sepeda motor juga ya?"

Sebagai catatan, aku tidak membuatnya, aku hanya merakitnya. Suku cadangnya aku pesan khusus dari beberapa pabrik.

"Itu adalah pesanan klien. Untuk apa aku memiliki sepeda motor banyak-banyak, kan? Bahkan, sejak kalian datang, aku hanya mengendarai sepeda motor di malam hari, untuk sekedar jalan-jalan, berkeliling kota kalau sedang bosan."

Tin tin

Sebuah suara klakson terdengar. Kami menoleh dan melihat sebuah mobil hitam 4wd bak terbuka berhenti di depan gudang.

Mulisu menampakkan wajah dari jendela yang terbuka, "Gin, sudah selesai pilih senjatanya?"

"Sudah," aku menjawab Mulisu lalu menoleh ke Inanna dan Emir. "Ayo."

"Ya!"

Setelah kami keluar, aku menekan tombol di samping, menutup pintu gudang. Kami bertiga naik ke bak belakang mobil.

Mobil pun melaju menuju kantor, yang tidak sampai satu menit. Di kantor, semua anggota Agade sudah bersiap. Total ada empat mobil 4wd bak terbuka, termasuk yang kami naik. Mereka semua sudah siap dengan senjata masing-masing.... yang tidak terlihat tentu saja.

Setiap orang mengenakan jubah yang sangat besar, menutupi barang apapun yang dibawa. Di bawah jubah, selain senjata, mereka semua tentu saja mengenakan pakaian igni.

Ninmar mendatangi kami. "Inanna, Emir, ayo masuk dulu, ganti baju. Pakaian dan jubah kalian sudah disiapkan."

"Baik!" Inanna dan Emir menjawab dengan energik.

Mereka pun pergi, masuk ke kantor.

Mulisu pun keluar dari mobil.

Aku melihat ke sekitar. Dinding tinggi di sekitar membuat tidak seorang pun bisa melihat ke dalam sini. Satu-satunya cara orang bisa melihat adalah dengan naik ke crane atau menara pengawas pelabuhan dan lalu menggunakan teleskop.

"Jangan khawatir," Mulisu menjelaskan. "Kantor kami bukan hanya mengurus jual beli barang, tapi juga bertanggung jawab terhadap pengelolaan pelabuhan. Jadi, seluruh karyawan pelabuhan inti, seperti pengguna crane dan menara pengawas, adalah bawahan kami."

Mulisu langsung menjawab dari dalam mobil tanpa aku bertanya. Mungkin dia menyadari pandanganku yang merambah kejauhan.

Belum lima menit, Emir dan Inanna sudah kembali. Mereka mengenakan jubah yang sama dengan yang lain, hitam dengan garis merah. Di bawahnya, mereka mengenakan pakaian igni yang dibalut dengan celana kargo dan jaket penuh kantung.

Hanya aku yang tidak mengenakan pakaian igni.

Semua orang mengenakan jubah yang sama. Selain jubah, kami juga akan mengenakan topeng.

Dulu, di awal, topengku dan Mulisu tetap, tidak pernah berganti. Di lain pihak, anggota Agade mengganti-ganti topeng mereka, tergantung giliran siapa yang memilih. Akhirnya, sebelum aku pergi meninggalkan Agade, aku dan Mulisu pun ikut berganti-ganti topeng.

"Jadi, kali ini, giliran siapa yang menentukan topeng?"

"Kali ini giliranku," Elam, mengangkat tangan. "Dan, tema yang kupilih adalah topeng serigala."

Laki-laki macho ini mengambil sebuah topeng dari kardus dan mengenakannya, menutupi rambut hitam yang hanya ada di tengah kepala. Beberapa karyawan pun berkeliling, membiarkan kami mengambil topeng kepala serigala dari dalam kardus itu.

Tanpa kusadari, organisasi yang dulu hanya tersusun atas 11 orang telah menjadi sangat besar. Bahkan mereka memiliki karyawan, atau bawahan, yang bekerja tanpa kenal lelah.

Aku melihat ke sekitar, melihat bagaimana topeng serigala ini memiliki sedikit variasi. Ada yang lidah topengnya menjulur, ada yang memiliki tanda X, ada yang mulut terbuka, ada yang mulut tertutup, dan lain sebagainya. Kalau orang melihat, mereka pasti hanya akan berpikir kami sedang pesta kostum.

"Gin, tombak dan shotgunmu."

Sebuah sosok pendek mendekat ke mobil. Dari sosok pendeknya, dan dari suaranya, aku tahu kalau dia adalah Mari.

Aku menerima kedua benda tersebut. "Terima kasih."

Karena tombak ini memiliki panjang dua setengah meter, lebih panjang dari peti arsenal yang hanya satu setengah meter, dan satu-satunya tombak yang bukan rakitan, aku pun tidak menaruhnya di dalam peti. Hanya shotgun yang kumasukkan ke peti arsenal.

Setelah selesai, Mari menyodorkan sebuah topeng kepala serigala dengan tanda X di dahinya.

Aku mengenakan topeng kepala serigala itu dan melihat ke sekitar. Rasanya, seperti sebuah grup band saja.

Aku memberi aba-aba, "Baiklah. Agade, meluncur!"

"SIAP!"

***

Aku berada di bak mobil bersama Emir dan Inanna, yang dikendarai oleh Ibla. Karena mobil ini bukanlah mobil antik, aku harus mengenakan sarung tangan. Pada saat terlempar sedikit atau jalanan rusak, ada kemungkinan aku terpaksa memegang mobil agar tidak terlempar. Kalau aku tidak mengenakan sarung tangan, mobil ini bisa langsung mati.

Saat Ibla meneleponku, sebenarnya, dia sudah merencanakan serangan ini. Serangan malam ini dilakukan ketika Agade palsu bertransaksi dengan salah satu dari enam pilar, Apollo.

Meskipun aku mempertanyakan sense penamaan mafia tersebut, aku tidak berhak melakukannya, bukan tempatku. Maksudku, aku lah yang memberi nama Agade. Hanya orang maniak sejarah yang tahu arti Agade. Selain itu, tidak ada.

Ya, sudahlah. Aku tidak terlalu peduli juga.

Berdasar info yang didapatkan Ibla, Agade palsu ini telah menjadi organisasi yang cukup besar. Anak buahnya pun sangat banyak dan memang layak menjadi enam pilar.

Dalam penyerangan kali ini, aku hanya akan mengamati dari kejauhan, dengan teropong, begitu juga dengan Emir, Inanna. Ibla, selain mengamati dengan teropong, juga akan memberi instruksi pada setiap anggota.

Mobil kami tiba di sebuah gedung yang belum selesai bangun. Daripada belum selesai, lebih tepatnya tidak akan selesai. Hanya struktur seperti tiang dan lantai yang terpasang, tapi dinding belum.

"Emir, tolong ya." Ibla berbicara dari dalam mobil.

"Baik!"

Sebuah benda muncul dari balik jubah Emir dan berubah menjadi lempengan besar. Ibla mengarahkan mobil ke atas lempeng. Setelah di atas lempeng, mobil kami terangkat, seperti lift, menuju lantai 15. Setelah tiba di lantai 15, Ibla memundurkan mobilnya.

Heh, jadi Ibla sudah mempertimbangkan kemampuan Emir ya. Aku jadi teringat ketika bertemu Emir di jalan tol itu. Saat itu, dia menurunkanku dan sepeda motor dengan cara yang sama.

Hanya mobil kami yang ada di sini, mobil yang lain tentu saja menyebar, bersiap di posisi masing-masing.

Emir dan Inanna turun dari mobil, pergi ke samping bangunan sementara aku dan Ibla masih di mobil. Kami semua menggunakan teropong, melihat ke sebuah reruntuhan bangunan dimana puluhan orang, dengan senjata baik senjata api maupun senjata tajam, bersiap. Di tengah-tengah, terlihat beberapa orang membawa koper dan rak senjata api.

Biasanya, koper itu berisi emas. Transaksi menggunakan emas lebih disukai oleh organisasi pasar gelap yang besar karena bisa dikonversi menjadi mata uang apapun atau hanya sekedar penyimpan kekayaan. Di lain pihak, rak senjata api itu hanyalah simbolis. Sisanya berada di dalam lima truk yang diparkir tidak jauh dari tempat transaksi.

Di situ, aku melihat sebuah sosok dengan topeng badut dan rambut putih. Tubuhnya dililit oleh lipan yang terbuat dari pisau. Tentu saja, bagian handel pisaunya yang menempel di tubuh. Orang ini benar-benar berusaha keras menyerupai Kinumnya Mulisu. Terlalu keras jadinya gagal. Maksudku, bahkan Mulisu tidak akan membuat lipan itu melilit tubuhnya ketika bertransaksi.

Di lain pihak, aku tidak melihat sosok yang mengaku sebagai Sarru. Atau mungkin sosok itu tidak pernah ada? Ya, lihat saja lah. Aku sengaja tidak mencari informasi karena ingin melihat perkembangan Ibla dan yang lain.

"Jadi," aku membuka pembicaraan. "Siapa yang akan memulai serangan?"

"Menurutmu, siapa?"

Hmm, sebelum aku menarik diri dari pasar gelap, Agade hanya mengenal Sarru yang selalu membawa peti mati dan Kinum yang menggunakan lipan pisau. Kalau ingin menunjukkan siapa Agade yang sebenarnya, harus Sarru atau Kinum langsung yang muncul.

Karena aku berada di sini, dan memutuskan tidak akan terlibat, hanya ada satu pilihan.

"Mulisu akan muncul sebagai Kinum?"

"Setengah tepat."

Setengah tepat ya....

Mataku kembali ke teropong, melihat ke keadaan.

Dor dor dor dor dor

Suara tembakan terdengar dari beberapa tempat. Tidak ada teriakan atau apapun yang menyertai suara tembakan itu. Dengan kata lain, tembakan itu diarahkan ke langit, semacam tembakan peringatan.

Agade palsu dan Apollo langsung siaga ketika mendengar suara tembakan. Mereka saling mengarahkan senjata, mencurigai organisasi di depan mereka lah yang akan menyerang.

Begitu, ya. Karena Ibla dan yang lain ingin mengumumkan kalau mereka adalah Agade yang asli, mereka akan menyerang dengan terang-terangan, dengan peringatan. Mereka tidak akan menyerang diam-diam.

Cting cting cting cting

Sebuah suara logam bergesek terdengar. Suaranya sangat kencang, bahkan kami yang berada beberapa ratus meter jauhnya bisa mendengarnya.

Ah, tunggu dulu, bagaimana kami bisa mendengarnya? Aku menoleh dan melihat di atas mobil ada sebuah speaker kecil.

"Ah, aku berpikir kamu ingin mendengar suara di sana. Jadi, aku menyebar beberapa transmitter di anggota kita dan di medan tempur." Ibla berbicara sebelum aku bertanya.

"Ibla, kamu memang pintar," aku memuji Ibla.

"Terima kasih."

Ah, suara ini, sudah lama sekali aku tidak mendengarnya. Tanpa bisa kukendalikan, bibirku tersenyum. Suara ini adalah salah satu alasan kenapa aku begitu menginginkan kekuatan pengendalian.

"Emir, Inanna," aku mulai berbicara.

"Ya?" Emir dan Inanna merespon bersamaan.

"Kalian beruntung karena malam ini kalian akan melihat teknik dan pengendalian Mulisu yang paling gila. Teknik ini akan memberi teror bagi siapa pun yang melihatnya. Bagi yang bertahan hidup, mereka akan mengalami ptsd yang parah, yang akan dipicu oleh sesuatu yang tajam atau panjang, seperti pisau, pedang, ular, tali, lipan, dan sebagainya."

"Ah, deskripsimu kok detail sekali?" Emir setengah mempertanyakan ucapanku.

"Apa kamu pernah melihat efeknya langsung?" Inanna bertanya.

"Ya, aku melihatnya langsung di rumah sakit jiwa ketika mencari tahu nasib orang-orang yang bertahan. Sebentar lagi, kalian akan paham."

Beberapa teriakan pun terdengar, seolah-olah mendukung deskripsiku.

"AAAAHHHHH!!!!"

"KYAAA!!!!"

"AARRGHHHH!!!!"

Teriakan itu tidak berasal dari satu tempat, tapi dari beberapa tempat. Baik dari pihak Agade palsu maupun Apollo. Kedua belah pihak sadar kalau ada pihak lain yang menyerang dan mengarahkan senjata ke luar. Mereka pun melepaskan tembakan secara membabi buta. Namun, hanya suara logam berdenting yang terdengar.

Mereka pun mengarahkan lampu sorot dari senter dan kendaraan.

Hahaha, kalian melakukan hal yang salah. Padahal, kalau kalian tidak mengarahkan lampu sorot, teror yang akan kalian rasakan hanyalah sejenak. Namun, sekarang, bersiaplah menghadapi teror.

Melalui teropong, aku melihat semua orang hanya terdiam dengan mulut menganga. Tidak seorang pun melepaskan tembakan atau mengatakan sepatah kata. Semuanya, terdiam dengan mata membelalak. Meski melalui teleskop, aku bisa melihat teror di wajah mereka yang pucat pasi.

Di depan mereka, terlihat beberapa lipan raksasa, sepanjang belasan meter. Kaki lipan raksasa itu terbuat dari puluhan pedang sementara badannya terbuat dari tombak dan logam lain. Di kepala dan ekor, terlihat sepasang gatling gun sebagai ganti antena. Pada beberapa kaki, terlihat lumuran darah. Bahkan, ada sisa tubuh manusia yang masih menancap.

Di atas satu lipan terlihat sebuah sosok, dengan jubah dan kepala serigala, berdiri.

Inilah Kinum yang sebenarnya.

Inilah Agade yang sebenarnya.

Bersambung

=========================================================================

halo semuanya. kali ini, author ingin sedikit basa-basi mengenai chapter ini. Awalnya, author berencana memulai ak di chapter ini. Tapi, tanpa author sadari, persiapannya memakan satu chapter, dan tidak terasa sudah lewat 1800 kata. Jadi, terpaksa author potong. Chapter depan sudah pasti full aksi.

Mungkin sebagian ada yang berpikir "kok senjata Mulisu aneh banget. Jadi kayak summoned beast aja, kayak hewan fantasi". Ya, pada dasarnya, cerita ini bergenre fantasi, jadi bisa dibilang lipan itu memang semacam summoned beast nya Mulisu, tapi masih dikendalikan oleh Mulisu.

Sebenarnya, sejak awal, author sudah merencanakan ini. Arc 2 chapter 7 adalah pertama kali Author memberi sedikit foreshadowing mengenai senjata Mulisu. Dan kini, akhirnya, author bisa mengeluarkannya.

Bukan hanya senjata Mulisu yang author beri foreshadowing. Sejak awal, sebenarnya, banyak foreshadow yang dimunculkan, tapi agak author samarkan.

Yah, segitu saja basa-basinya. terima kasih telah membaca I am No King hingga chapter ini. Nantikan chapter berikutnya minggu depan (^_^)

avataravatar
Next chapter