52 Arc 3-2 Ch 4 - Setelah Sekian Lama

"Aku Pinjam!" Teriak Emir dengan senyum di wajah.

Dia tidak meminjam apapun dari aku, dia meminjam logam yang dibawa oleh tiga orang ini, besi yang menandakan mereka siswa sekolah kesatria. Meski Emir berteriak "pinjam", dia mengambilnya dengan paksa dan tanpa izin.

Tiga logam melayang dari saku ketiga orang itu.

Dor Dor Dor Dor Dor

Suara tembakan terdengar. Bukan sekali atau dua kali, tapi berkali-kali. Kalau Emir tidak ada di sini, mungkin aku sudah menggunakan tubuh Shinar dan dua rekannya sebagai perisai. Namun, tampaknya, aku tidak perlu mengkhawatirkannya.

Tiga logam yang dipinjam oleh Emir berubah menjadi beberapa lempeng segi enam. Lempeng-lempeng itu bergerak dengan sangat cepat, menghalau dan menangkis semua peluru yang berusaha menghampiri kami.

Sementara itu, Inanna sudah berlari entah kemana.

"Uahhh!"

"AAAHHH!"

Dari beberapa tempat, terdengar suara teriakan kesakitan.

Aku berteriak, "INANNA! JANGAN BUNUH MEREKA YA!"

"YA!"

Sebuah balasan dari calon istriku terdengar.

Perlahan, suara tembakan yang memenuhi tempat ini semakin berkurang. Namun, tidak perlu waktu lama untuk mengembalikan kesunyian di tempat ini. Ya, tidak sepenuhnya sih. Suara teriakan dari beberapa orang yang tidak kukenal masih terdengar.

"Gin,"

"Ya?"

"Apa aku boleh ikut menyerang? Kelihatannya mereka tidak akan menggunakan senjata api lagi."

Aku menghela nafas. "Iya, sana, pergi."

"Terima kasih, Gin!"

Emir pun berlari dengan girang. Aku berharap mereka berdua tidak membunuh siapa pun. Sebenarnya, aku sangat ingin membunuh mereka semua. Namun, jika terlalu banyak darah ditumpahkan, mengendalikan intelijen Bana'an akan semakin sulit. Aku hanya bermurah hati untuk mengurangi masalah di masa depan.

Aku berharap mereka tidak melihat kemurahan hatiku ini sebagai kelemahan. Kalau mereka melihatnya sebagai kelemahan, pekerjaanku justru akan semakin sulit.

Blarr Blarr Blarr

Beberapa ledakan terdengar. Api dan asan pun membumbung tinggi.

"INANNA?"

"BUKAN AKU!"

"MAAF, GIN! ITU AKU!"

Tuhan. Ketika memasuki medan pertempuran, dua perempuan ini bisa dibilang sedikit berubah. Tidak. Aku koreksi. Mereka berubah. Bahkan, ketika bertarung, kepribadian mereka seperti bertukar. Aku sudah melihat keanehan ini semenjak mengetes mereka minggu lalu.

Ketika tes, Emir membutuhkan izin dan konfirmasi sebelum memulainya, sama seperti tadi. Di lain pihak, Inanna langsung bergerak semaunya sendiri, tanpa menunggu perintah atau aba-aba. Di saat bertarung, seolah-olah sifat bengal dan berontak Emir berpindah ke Inanna. Begitu juga sebaliknya, sifat penurut Inanna berpindah ke Emir.

Aku sedikit penasaran kenapa bisa demikian. Namun, aku juga tidak peduli sih. Aku anggap saja itu bagian dari sifat mereka. Menerima kelebihan, kekurangan, dan keanehan mereka adalah hak dan tugasku sebagai calon suami.

Normalnya, kejadian ini akan memancing banyak perhatian. Namun, sebelum meninggalkan kafe, aku sudah mengirim pesan pada Shu En untuk mengosongkan area di sekitar taman ini. Saat ini, seharusnya, sebuah berita mengenai kebocoran gas sudah muncul di televisi. Shu En dan agen schneider yang lain pasti sibuk mendikte polisi sekitar untuk mengevakuasi penduduk, menutup dan, mengalihkan jalan.

Agen schneider yang menyerang pasti juga melihat ini sebagai kesempatan. Makanya mereka terus mengirimkan orang. Awalnya, hanya ada lima belas orang yang mengikuti kami. Namun, jumlah mereka terus bertambah dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan berhenti.

Aku duduk di tanah, menanti Emir dan Inanna menyelesaikan tugasnya.

"Shinar."

"Y-Ya?" Shinar, yang masih berdiri, menjawab dengan terbata-bata.

"Apa kalian tahu kalau kalian sedang dimanfaatkan oleh orang-orang ini? Bahkan, mereka melepas tembakan ke arah kalian. Kau tahu kan apa artinya?"

Tidak terdengar jawaban. Shinar hanya menundukkan kepala.

Aku anggap dia sudah tahu kalau mereka bertiga tidak terlalu berguna di mata para pemberontak ini. Meskipun bangsawan, mereka hanyalah Bangsawan Terjatuh, Fallen Nobles, tidak memiliki nilai yang terlalu tinggi. Bahkan Der, yang memiliki penampilan bangsawan, tidak memiliki kehadiran yang cukup berarti.

Namun, mungkin, istilah pemberontak terlalu kasar. Mungkin mulai dari sekarang aku akan menyebut mereka oposisi. Ya, oposisi.

"Jadi, Shinar, sambil menunggu Emir dan Inanna selesai bersenang-senang, bagaimana kalau kau bercerita kenapa ingin kulatih?"

"Ah, itu," Shinar berhenti sejenak, menarik nafas dalam. "Aku ingin mendapatkan kekuatan. Aku ingin menjadi kuat."

"Lalu? Apa kau akan membalas dendam?"

"Eh?"

Shinar langsung mengarahkan pandangan padaku, dengan membelalak. Dia menatapku dalam-dalam tidak berkedip sama sekali.

"Apa kamu kira aku tidak tahu? Shinar, aku ini adalah pemimpin divisi intelijen kerajaan ini. Wajar saja kan kalau aku sudah meneliti latar belakang semua orang di divisi ini?"

Bohong. Yang kukatakan barusan hanyalah sebuah kebohongan. Nama dan foto mereka bertiga kebetulan muncul ketika aku membaca dokumen yang sebelumnya disusun Fahren. Saat menyerahkan dokumen yang aku inginkan, dokumen yang disusun Fahren, yang dia beri saat aku pergi ke istana, juga diberi.

Saat aku menelepon Fahren, dia hanya menjawab, "aku sudah repot-repot menyusun dokumen itu. Sayang juga kan kalau aku buang. Jadi, aku beri saja ke kamu sekalian.".

Dan, dokumen yang aku maksud adalah dokumen mengenai tragedi keluarga Cleinhad, termasuk anak-anak yang masih hidup. Dan, di dalam dokumen itu, mereka muncul. Setelah tragedi keluarga Cleinhad, anak-anak yang masih hidup disebar di panti asuhan atau diadopsi oleh bangsawan lain.

Anak laki-laki dengan fitur bangsawan seperti Der akan dilirik oleh para bangsawan yang tidak memiliki putra. Mereka membutuhkan penerus nama keluarga. Di lain pihak, sisanya, akan berada di panti asuhan.

Ketika di panti asuhan, jika beruntung, mereka akan diadopsi oleh keluarga lain yang tidak memiliki anak. Jika tidak beruntung, tidak akan ada orang yang mengadopsi. Setelah berusia 16 tahun, anak tersebut diharuskan keluar dari panti asuhan dan berusaha hidup sendiri.

Sebelum dikeluarkan dari panti asuhan, saat mereka berusia 14 tahun atau bahkan lebih muda, sebagian besar akan berusaha giat untuk bisa masuk ke sekolah kesatria. Sekolah kesatria tidak menetapkan biaya pendaftaran ataupun biaya sekolah. Bahkan, jika bisa masuk, kamu akan mendapat kamar di asrama, makan terjamin, bahkan uang saku per bulan.

Meski demikian, hal ini tidak serta merta tanpa kekurangan. Sekolah kesatria, meski secara nama tampak gagah, sebenarnya sekolah ini hanyalah tempat bagi bangsawan untuk mendapatkan pencapaian secara mudah. Di sekolah kesatria, tingkat diskriminasi sangat tinggi. Bukan hanya antar siswa, bahkan gurunya juga.

Shinar dan Kutha, bukanlah contoh skenario kedua. Shinar, Kutha, dan Der sudah masuk ke sekolah kesatria sebelum insiden itu terjadi, jadi efek yang mereka rasakan pada kehidupan sehari-hari tidak terlalu signifikan. Der telah dilirik oleh banyak keluarga Bangsawan. Kutha dan Shinar pun bisa mendapatkan pekerjaan melalui jaringan sekolah kesatria.

Ralat. Mereka bertiga sudah mendapatkan pekerjaan sebagai agen schneider sejak satu bulan yang lalu. Namun, untuk Shinar, ada yang sedikit berbeda dari latarnya.

Setelah membaca semua riwayat kehidupan itu, aku sempat berpikir kalau raja kerajaan ini memiliki waktu luang yang sangat banyak. Atau mungkin, dia hanya menyuruh agen schneider atau perdana menteri melakukannya. Ya, aku tidak peduli bagaimana dia melakukannya.

"Jadi, apa dugaanku benar?"

DI saat itu, sebuah senyum terkembang di wajah Shinar.

"Kalau aku yang dulu, mungkin aku akan berpikir demikian. Namun, setelah aku pikir-pikir lagi, aku rasa aku tidak benar-benar ingin membalas dendam. Maksudku, pelakunya mampu membunuh keluarga besar. Meskipun secara status aku adalah Kesatria Tingkat Empat, secara performa aku hanyalah Kesatria Tingkat Dua. Aku bisa naik hingga Tingkat Empat hanya karena latar belakang. Sayangnya, secara kemampuan, tidak.

"Dan lagi, tidak seorang pun mengetahui pelakunya, kan? Bagaimana wajahnya atau pun fitur khususnya, tidak ada yang tahu.. Dia sudah tidak bisa ditemukan. Jadi, aku sudah rela."

Tidak. Kau tidak rela. Kau hanya menyerah karena kau tidak mengetahui identitas sang pelaku. Aku berani menjamin.... tidak. Aku tidak berani menjamin apa pun. Mungkin dia benar-benar sudah mampu menekan dendamnya.

"Lalu, alasanmu menginginkan kekuatan? Kau bilang kau sudah rela, kan?"

"Itu," Shinar mengangkat tangan kanan, mengepalkannya. "Aku tidak akan bisa mengubah masa lalu. Namun, setidaknya, di masa depan, aku berharap bisa mencegah tragedi itu terjadi kembali. Jika, jika, seandainya pelaku itu datang untuk menyelesaikan pekerjaannya, membasmi kami, sisa-sisa keluarga, aku ingin menghentikannya.

"Aku tidak perlu mengalahkannya. Aku hanya ingin menghentikannya dan bertanya 'kenapa kamu melakukan semua itu?'. Aku ingin tahu, kesalahan apa yang telah diperbuat oleh keluargaku sehingga diperlakukan seperti itu."

Aku terdiam sejenak, mencoba mencerna ucapan perempuan ini. Ucapannya terlalu baik, bagai tokoh utama dalam komik-komik.

Aku menambahkan. "Jadi, kau berasumsi akan mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan pelakunya lagi?"

"Entahlah, aku tidak yakin. Maksudku, aku hanya berjaga-jaga kalau saat itu akan tiba suatu saat nanti. Hanya berjaga-jaga."

Heh, alasan yang cukup masuk akal. Kalau aku berada di posisinya, mungkin aku juga akan melakukan hal yang sama. Bedanya adalah, kalau dia bertemu dengan pelaku ingin berbicara, kalau aku akan langsung menyiksa dan membunuh sang pelaku.

"Lalu, kenapa aku?"

"Karena kau kuat!"

"Eh?"

"Di battle royale itu, kau mampu mengalahkan semua partisipan dengan HP yang tidak berkurang sama sekali. Padahal mereka semua adalah Kesatria Tingkat Lima yang diakui kehebatannya. Bahkan, kau juga mampu mengalahkan Zage dan Elliot, dua orang yang dikabarkan lima orang terhebat sepanjang battle royale."

Ayolah, mereka lemah. Dalam standar pasar gelap, mereka adalah orang normal. Agen schneider yang dulu menemuiku di pesta juga mengetahui hal ini. Masa kau tidak mengetahuinya? Tapi...

"Jadi, itu ya alasanmu. Mungkin aku akan mempertimbangkannya untuk menjadikanmu muridku."

"Benarkah?" Shinar menjawab dengan wajah yang berbinar.

"Tapi, hanya kalau kau mampu melewati tes yang akan kuberi."

"Tes?"

"Iya, tes. Tesnya mudah. Aku hanya akan menunjukkan sesuatu padamu. Lalu, setelah itu, kalau pendirianmu masih belum berubah, aku akan melatihmu secara pribadi."

"Baiklah! Aku mau!"

Dia tidak bertanya apapun ketika mendengar kata pribadi. Ya, sudahlah.

Di saat ini, aku merasakan beberapa kehadiran yang muncul, mendekat. Tampaknya mereka belum kehabisan orang. Dan, saat ini, beberapa orang muncul di dekat kami dengan membawa belati, pedang, dan senjata tajam lain. Orang-orang itu mengenakan penutup wajah, masker, dan jaket tebal, membuatku tidak bisa mengetahui identitas mereka.

"Akhirnya, kami akan berhasil membunuhmu."

Kenapa kalian tidak langsung menyerang sih. Apakah kalian memang sebodoh itu? Ah, aku lupa kalau pendidikan agen Schneider oleh keluarga Azzaha memang payah. Jadi, kurasa, ini adalah hasilnya? Ya, tidak mengejutkan.

Aku berteriak, "EMIR! INANNA! KALIAN FOKUS SAJA! YANG DI SINI BIAR AKU YANG MENGATASI!"

""BAIK!!"" Emir dan Inanna menjawab bersamaan, dari kejauhan.

Meskipun aku tidak bisa melihatnya langsung dari mulut orang-orang dari oposisi, tapi aku bisa melihatnya dari mata mereka. Mata mereka tersenyum, bahagia, seolah halangan terbesar sudah dilewati.

Mereka pasti berpikir aku tidak perli diwaspadai. Orang yang perlu diwaspadai adalah Emir dan Inanna, dua calon istriku. Ya, aku paham sih dengan cara pandang mereka. Maksudku, saat ini mereka berhadapan dengan inkompeten. Walaupun aku sudah menang battle royale, mereka pasti berpikir bisa menang kalau mengeroyokku.

"MATI KAU!"

Beberapa orang berlari dan beberapa lagi mengeluarkan senjata api. Mata mereka semua tampak begitu haus darah.

Aku berdiri, "Shinar, hal ini lah yang akan kutunjukkan padamu."

Aku menarik nafas sejenak. Di saat itu, aku kembali mengingat sebagian kejadian itu, perlakuan buruk yang pernah mereka lakukan, hal-hal yang mereka perbuat padanya. Aku mengumpulkan sebagian kebencian dan momen terburukku.

Sesaat kemudian, aku memancarkan sebuah aura haus darah dan niat membunuh yang sangat kental.

Orang-orang yang berlari dan mengepungku terjatuh. Mereka semua tidak sadarkan diri dengan mulut berbuih dan mata hanya menunjukkan bagian putih. Bukan hanya orang-orang yang menyerangku, Der, Kutha, dan orang-orang yang dihadapi Inanna dan Emir pasti juga mengalami hal yang sama, tidak sadarkan diri dengan mulut berbuih.

Untuk orang yang pertama kali mendapat aura haus darah dan niat membunuh ini, normal bagi mereka untuk langsung pingsan. Emir dan Inanna tidak akan pingsan karena aku sudah memaparkan mereka pada aura dan niat membunuh semacam ini ketika tes, meskipun sekarang beberapa kali lebih kental.

Namun, aura haus darah dan niat membunuh yang kukeluarkan belum penuh. Aku belum mengeluarkan semua kebencian dan emosi negatif yang kumiliki. Aura haus darah dan niat membunuh yang kini kukeluarkan kusamakan dengan yang kupancarkan dua setengah tahun yang lalu, ketika aku menyerang satu cabang keluarga Cleinhad.

Aku berbalik dan melihat sosok yang menjadi alasan semua ini.

Shinar masih sadarkan diri, tapi dia tidak mampu berkata apa pun. Dia tidak lagi berdiri, tapi terjatuh di atas pantatnya di tanah. Matanya terbuka begitu lebar, seolah-olah akan keluar. Keringat pun mengalir begitu deras. Mulutnya terbuka dan tertutup, mengeluarkan sedikit carian, dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun.

"Ka, ka, ka, ka."

Shinar kehilangan kemampuannya untuk berkata-kata.

Shinar berasal dari salah satu cabang keluarga Cleinhad. Dia adalah satu dari sedikit anak yang kebetulan berada di dekat orang tua dan keluarga yang dewasa, saat kubunuh. Aku bisa bilang nasibnya tidak cukup baik. Aku melancarkan serangan ketika dia mengambil waktu libur tahunannya.

Meskipun mungkin saat itu dia tidak sadarkan diri dan tidak mampu mengingat kejadian tersebut dengan jelas, dia, tidak. Tubuhnya pasti mengingat sensasi yang kini kupancarkan. Di saat ini, semua ingatan mengenai malam itu pasti kembali muncul ke benak Shinar.

"Ya, benar, aku adalah orang yang membunuh keluarga Cleinhad. Aku lah yang membunuh kedua orang tua dan kakakmu di malam itu. Aku lah yang melakukannya." Aku membungkukkan badan, menyamakan tinggi pandanganku dengan Shinar, memandangnya dalam-dalam. "Jadi, apa kau masih mau bicara baik-baik denganku?"

"Ah... ah.... AAAAAAHHHHHHHHH!!!!!!!!"

Bersambung

avataravatar
Next chapter