70 Arc 3-2 Ch 22 - Lugalgin Alhold, Masa Kecil

Kalau ada yang mengganjal atau ada kesalahan ketik, silakan langsung comment. Kalau bagian mengganjal, selama tidak spoiler dengan story, akan Author jawab.

============================================================

Damai. Satu kata yang tidak bisa digunakan untuk mendeskripsikan hidupku.

Sejak aku mulai mengenal lingkungan sekitar, pada usia 3 tahun, hidupku sudah dipenuhi oleh kesengsaraan. Normalnya, di usia 3 tahun, seorang anak akan mulai mengendalikan material. Material pertama yang dikendalikan dianggap sebagai material utama orang tersebut.

Sayangnya, di usia 3 tahun, aku belum mengendalikan material apapun. Di kalangan keluarga Alhold yang penuh dengan orang berbakat dan spesial, serum pembangkit adalah sebuah tabu. Aku, yang menggunakan serum pembangkit, adalah hal yang tabu. Namun, sayangnya, tidak berhenti sampai di situ.

Setelah menerima serum tersebut, pengendalianku tidak juga bangkit. Aku yang resmi tidak memiliki kekuatan pengendalian diberi label inkompeten. Statusku pun naik menjadi aib. Lugalgin Alhold, usia 3 tahun, dianggap sebagai aib yang mencemari nama Alhold.

Karena ayah adalah penerus keluarga Alhold, kami sekeluarga pun diharuskan hidup satu kompleks dengan keluarga Utama. Karena hal tersebut, mau tidak mau, aku pun tumbuh dengan dikelilingi keluarga Alhold.

Aku tidak tahu kapan dan dari siapa mendengarnya. Namun, sebelum pengendalian Ninlil bangkit, aku lah yang diplot akan menjadi pemimpin keluarga Alhold. Keputusan itu tidak lepas dari tradisi keluarga Alhold dimana pemimpin keluarga haruslah keturunan pemimpin keluarga sebelumnya, yaitu ayah.

Seluruh keluarga Alhold, kecuali ayah dan ibu, semakin membenciku. Mereka tidak mampu mencerna fakta kalau di masa depan akan diperintah oleh seorang inkompeten. Hal itu berujung pada perlakuan buruk yang kuterima setiap hari.

Kami hidup di kompleks perumahan keluarga Alhold, jadi, tentu saja, tetanggaku adalah keluarga Alhold. Setiap kali aku keluar rumah, bahkan ketika pergi ke taman kanak-kanak atau grup bermain, perlakuan buruk keluarga Alhold senantiasa menanti. Perlakuan paling ringan adalah dilempar sampah atau kotoran. Perlakuan paling buruk adalah dikeroyok atau dilempar batu seukuran kepalan.

Satu-satunya tempat dimana aku bisa merasa damai adalah di rumah.... atau tidak.

Ibu yang dulu berbeda dengan ibu yang sekarang. Aku sempat lupa mengenai sifat asli ibu. Jika sekarang ibu lemah lembut, dulu ibu bisa dibilang kasar. Ya, sebenarnya, sekarang ibu masih kasar sir, tapi setidaknya sudah tidak separah dulu. Sekarang, ibu bisa lebih halus dan tenang ketika berhadapan dengan orang lain.

Kembali ke cerita masa lalu. Melihatku yang diperlakukan buruk setiap hari, hampir setiap malam ibu bertengkar dengan ayah. Ibu tidak mau aku tumbuh di lingkungan seperti itu. Di lain pihak, ayah tidak bisa menentang keputusan pemimpin keluarga yang masih berkuasa, kakek.

Aku tidak menyangkal kalau mereka menyayangiku. Setiap hari, ayah dan ibu akan meminta maaf padaku sebesar-besarnya, terutama ayah. Ayah terus berkata, "maafkan ayah karena tidak mampu menentang keputusan kakekmu,". Ayah dan ibu yang terus meminta maaf membuatku tidak mampu membenci mereka.

Setelah Ninlil lahir, tingkat stres ibu semakin tinggi. Ibu khawatir kalau Ninlil adalah seorang inkompeten juga. Sejak saat itu, tidak hanya di malam hari. Hampir setiap saat ibu bertengkar dengan ayah. Satu-satunya yang bisa menghentikan pertengkaran ayah dan ibu adalah kehadiranku atau Ninlil. Kalau kami hadir, mereka tidak akan bertengkar. Namun, sayangnya, teriakan mereka terdengar bahkan hingga kamar kami.

Karena pertengkaran ayah dan ibu sangat sering terjadi, aku pun membuat ruang rahasia di lemari. Aku menempelkan banyak baju dan kain di pintu dan dinding lemari, mencoba meredam suara pertengkaran. Di dalam lemari itu, aku bisa merasakan ketenangan. Tidak jarang juga aku membawa Ninlil ke dalam ruang rahasia, mencegahnya mendengar pertengkaran ayah dan ibu.

Pada usia 6 bulan, Ninlil sudah tidak lagi diberi Asi. Sejak saat itu, ketika tidak sekolah, aku mengurus Ninlil sepenuhnya seperti mengganti popok, memberi minum, mengantar tidur, dan yang lainnya. Saat itu, Ninlil adalah satu-satunya alasan aku mau pulang ke rumah. Kondisi tersebut bertahan hingga Ninlil berusia 3 tahun kurang, ketika aku menginjak kelas 2 SD.

Ninlil akhirnya mulai mengendalikan material dan barang-barang di rumah. Dan, seperti ayah, Ninlil adalah anak yang spesial dengan pengendalian utama aluminium. Ditambah, di usianya yang tiga tahun, jumlah benda aluminium yang bisa dikendalikan Ninlil sudah amat sangat banyak. Aku tidak ingat detailnya.

Kejadian itu pun langsung membuat pemimpin keluarga, Enlil Alhold, menyatakan pemimpin keluarga di masa depan adalah adikku, Ninlil.

Berkat bangkitnya pengendalian Ninlil, stres ibu berkurang. Frekuensi pertengkaran ayah dan ibu pun menurun. Ayah pun mendapat pujian karena dapat melahirkan bibir unggul seperti Ninlil. Ninlil pun dipuji dan disanjung-sanjung sebagai anak spesial yang akan menjadi orang penting di masa depan.

Untuk perlakuan yang kuterima? Tidak berubah. Aku tetap diperlakukan dengan buruk. Namun, yang menjadi perhatianku bukan perlakuan yang kuterima, tapi hal lain. Beberapa saat setelah pengendalian Ninlil muncul, aku pun menyadari kekuatanku sebagai inkompeten.

Pada suatu ketika, Ninlil memainkan alat-alat makan seperti biasa. Kalau hanya sendok aku tidak akan mempermasalahkannya, tapi dia juga memainkan garpu dan pisau. Aku mengambil semua garpu dan pisau melayang dan mencoba memasukkannya ke dalam rak.

Sebelum aku memasukkan garpu dan pisau ke dalam rak, Ninlil tiba-tiba menangis. Refleks, aku melepaskan garpu dan pisau, menghampiri Ninlil. Namun, tangisan Ninlil ikut berhenti. Aku yang merasa aneh pun mengambil garpu dan pisau tersebut lagi. Ninlil menangis lagi.

Aku mencoba bertanya pada Ninlil kenapa dia menangis. Namun, karena saat itu dia masih tiga tahun, dia hanya bisa memberi jawaban yang tidak jelas. Ninlil hanya mengatakan, "garpu, pisau, hilang,".

Sejak saat itu, aku mulai giat mempelajari teori dan dasar-dasar pengendalian. Pengetahuan dasar tentang pengendalian menyatakan semakin dekat material dengan tubuh maka semakin besar juga pengaruh pengendalian, begitu juga sebaliknya. Kalau ada dua orang berusaha mengendalikan satu benda yang sama, maka yang terjadi adalah perebutan.

Perumpamaan yang bisa aku buat, karena aku inkompeten, adalah dengan menggunakan tongkat. Kalau ada sebuah tongkat, orang yang memegang tongkat tersebut dianggap dekat dengan benda atau memiliki kekuatan pengendalian lebih kuat. Kalau ada orang lain berusaha mengendalikan benda yang sama, maka seperti orang lain memegang ujung tongkat yang satunya. Siapa yang memegang kendali atas tongkat akan tergantung dari jarak dan kekuatan pengendalian.

Aku juga sering melihat perumpamaan tersebut ketika Ninlil dan Ayah berebut sesuatu di rumah, misal sendok. Meskipun ayah akhirnya memegang sendok itu, aku bisa melihat tangan ayah menggenggamnya dengan sangat erat, mendapat perlawanan dari kekuatan pengendalian Ninlil.

Di lain pihak, aku sama sekali tidak pernah merasakan perlawanan ketika memegang sendok yang dikendalikan Ninlil. Ninlil bilang seolah-olah sendok yang dia kendalikan hilang. Jika menggunakan perumpamaan tongkat tadi, aku tidak lagi berebut tongkat dengan orang lain, tapi langsung mengambilnya, atau membuangnya, atau apapun itu. Intinya, orang itu tidak lagi bisa memegang atau merasakan tongkat tersebut.

Sejak saat itu, aku mencoba berbagai hal dengan Ninlil. Berdasarkan berbagai percobaan, aku mendapatkan beberapa kesimpulan mengenai kekuatanku.

Semua material tidak akan bisa dikendalikan ketika mengalami kontak dengan tubuh atau darahku. Air liur dan keringat tidak akan menghilangkan pengendalian. Material organik seperti kain dan kertas dapat mencegah kekuatanku. Material anorganik tidak bisa, justru menjadi perantara kekuatanku. Hal itu hanya disadari oleh Ninlil karena bakatnya yang luar biasa.

Ninlil berbakat dan spesial. Dia memiliki sensitivitas yang tinggi terhadap material aluminium. Kalau orang lain, mereka tidak akan menyadari kalau benda yang mereka kendalikan "hilang" ketika aku pegang. Mereka akan menganggap benda itu sudah berada di bawah kendaliku, tidak hilang. Hanya Ninlil yang mampu merasakan kalau benda itu "hilang".

Setelah mendapatkan kesimpulan itu, Ninlil memintaku untuk mengumumkannya. Dia berpendapat, kalau keluarga Alhold tahu aku sebenarnya memiliki kekuatan tersembunyi, semua perlakuan buruk yang kuterima akan hilang.

Aku ingin memercayai dan melakukan ucapan Ninlil, tapi entah kenapa, aku tidak bisa. Ada sesuatu di dalam diriku yang mengatakan, "jangan biarkan siapa pun mengetahuinya,". Dan lagi, perlakuan yang kuterima saat itu sudah sangat buruk. Aku jadi ragu dan tidak percaya kalau kekuatanku dapat membuat perlakuan mereka berubah.

Ketika Ninlil masuk taman kanak-kanak di usia 4 tahun, aku menginjak kelas 3 SD di usia 8 tahun. Taman kanak-kanak yang dihadiri Ninlil adalah taman kanak-kanak yang sama denganku. Namun, atas permintaan keluarga Alhold, Ninlil mendapat pelajaran tambahan untuk mengasah pengendaliannya. Normalnya, jenjang taman kanak-kanak tidak akan mendapatkan pelajaran mengenai pengendalian.

Aku dan Ninlil selalu berangkat dan pulang sekolah bersama. Karena Ninlil pulang lebih sore dariku, kami tidak benar-benar pulang bersamanya. Lebih kepada aku menjemputnya.

Sejak Ninlil terbukti berbakat dan spesial, tingkat stres ibu memang berkurang. Pertengkaran antara ayah dan ibu pun menurun. Namun, aku tidak mampu menahan pandangan mereka setiap kali melihatku. Aku bisa melihat mata mereka yang selalu berkaca dan bergeming ketika melihatku. Pandangan mereka yang penuh rasa bersalah masih sama seperti dulu.

Hal lain yang membuatku khawatir adalah Ninlil. Tampaknya, dia mendapatkan sifat penurut ayah. Aku tidak mau dia diam saja kalau diperlakukan buruk. Oleh karena itu, aku pun mulai berubah.

Sebelumnya, aku selalu menerima perlakuan buruk keluarga Alhold tanpa protes sedikit pun. Namun, tidak lagi. Setelah itu aku mulai sering memberi perlawanan. Jika aku dilempar sampah, aku akan melempar sampah. Jika aku dipukul, aku akan memukul balik.

Orang tua keluarga Alhold mulai terusik denganku yang melawan. Mereka mulai memberi tekanan pada guru dan pihak sekolah untuk memberiku hukuman. Guru pun terpaksa menegurku berkali-kali, yang tidak aku pedulikan. Bahkan, guru-guru itu memohon agar aku tidak melawan. Kalau aku terus melawan, maka keluarga Alhold akan menggunakan kekuatannya untuk membuat guru itu dipecat.

Sayangnya, aku sama sekali tidak memedulikan permohonan mereka. Aku tidak menghitung berapa banyak guru dipecat karena aku terus melawan perlakuan buruk yang kuterima. Terkadang ada guru yang muak denganku dan menggunakan kekerasan. Mulai saat itu, orang yang memusuhiku tidak hanya berasal dari keluar Alhold, orang lain mulai memusuhiku. Tidak jarang aku bertengkar dengan guru macam itu.

Tidak semua anak di sekolah memperlakukanku dengan buruk. Tidak sedikit juga yang memperlakukanku apa adanya. Orang tua mereka awalnya tidak terlalu peduli denganku, hanya menganggap sebagai fase anak-anak. Namun, mereka mulai terganggu ketika guru berkali-kali dipecat karena tekanan keluarga Alhold.

Para orang tua yang memperlakukanku normal merasa pendidikan anaknya bisa terganggu. Beberapa adalah bangsawan, bahkan ada yang bergelar Duke. Para bangsawan menyatakan kalau para guru terus dipecat hanya karena tekanan keluarga Alhold, mereka akan menutup sekolah karena tidak layak menjadi sarana pendidikan.

Di kemudian hari, aku mendapati keluarga Alhold sering membuat keluarga bangsawan geram. Hal itu disebabkan keluarga Alhold memiliki posisi yang setara dengan bangsawan, menyebabkan bangsawan tidak bisa memerintah mereka. Di lain pihak, Alhold berkali-kali menyalahgunakan posisi mereka. Dengan kata lain, keluarga Alhold sulit diatur. Keberadaanku semacam memberi peluang bagi bangsawan untuk melawan keluarga Alhold.

Kembali ke cerita masa lalu. Pihak sekolah pun pusing. Di satu sisi, ada keluarga Alhold yang menekan agar aku tidak melawan. Di sisi lain, perkumpulan orang tua, yang terdiri dari bangsawan, menekan agar keluarga Alhold tidak ikut campur urusan sekolah.

Akhirnya, pihak sekolah, perkumpulan orang tua, dan para orang tua keluarga Alhold pun menghasilkan sebuah kesepakatan. Semua pihak tidak akan ikut campur atas apa pun yang terjadi di lingkungan sekolah.

Di lain pihak, aku bisa menceritakan semua kisah perlawananku pada Ninlil dengan bangga, dengan kepala tegak. Dengan begini, aku memberi contoh padanya agar tidak menerima perlakuan buruk yang dia terima begitu saja. Dengan demikian, aku berharap, dia tidak akan tinggal diam jika diperlakukan buruk oleh siapa pun.

Ibu bangga ketika mendengar kejadian di sekolah. Ayah? Dia bingung.

Aku bisa melihat senyuman ayah ketika mendengar aku memberi perlawanan. Namun, perlakuanku membuat ayah berkali-kali dipanggil oleh pemimpin keluarga. Meski demikian, ayah tidak pernah menyuruhku untuk berhenti. Dia sadar kalau perlakuan buruk yang kuterima disebabkan oleh keputusannya. Kalau ayah tidak menuruti tradisi dan keluar dari kompleks perumahan Alhold, aku tidak akan mendapatkan perlakuan seburuk saat itu.

Waktu sekolah adalah waktu netral dimana orang dewasa tidak akan pernah ikut campur urusan kami anak-anak. Waktu di rumah adalah waktu yang normal karena aku bersama Ninlil. Namun, ada satu waktu dimana aku tidak tahu harus berbuat apa. Waktu itu adalah antara aku pulang sekolah hingga menjemput Ninlil.

Kalau aku pulang, aku harus berhadapan dengan keluarga Alhold ketika memasuki kompleks perumahan. Kalau aku tetap di sekolah, aku akan terus berkelahi atau bertengkar dengan anak-anak dari keluarga Alhold yang mendapatkan pelajaran tambahan. Jadi, pilihan yang lain adalah, berjalan-jalan.

Dalam waktu 4 jam menunggu Ninlil pulang, aku bisa pergi ke banyak tempat. Jalan-jalan di mal dan jajan. Atau bermain pasir di suatu taman. Atau sekedar naik bus keliling kota.

Ada momen ketika aku berpapasan dengan keluarga Alhold. Namun, di tempat umum, mereka tidak bisa memperlakukanku dengan buruk. Orang umum tidak tahu siapa aku. Kalau tiba-tiba terlihat anggota keluarga Alhold berlaku kasar padaku, wajah mereka akan masuk di koran sebagai perlakuan kasar pada anak-anak.

Suatu ketika, aku turun bus di pinggir kota. Daerah pinggir kota cukup tenang. Tidak banyak pabrik atau bangunan komersial, hanya rumah. Rumah di pinggir kota pun tidak sepadat tengah kota. Masih banyak lahan kosong antar rumah.

Di saat itu, di siang itu, aku bertemu seseorang yang akan mengubah hidupku di masa depan.

Tasha.

Bersambung

============================================================

Halo Semuanya. Wew. Karena chapter ini adalah flashback, jadi lebih kepada monolog. Di chapter selanjutnya pun masih akan monolog.

Sempet ada rencana bikin arc baru, yang fokus ke masa lalu dan waktu bersama antara Lugalgin dan Tasha. Namun, author membatalkannya. Kalo jadi Arc baru, nanti plot nya ga progres-progres. Mungkin suatu saat nanti kisah Lugalgin dan Tasha akan dbuat sebagai spin-off atau prequel. MUNGKIN. Hahaha.

Dan, seperti biasa, pada bagian akhir, author ingin melakukan endorse pada artist yang gambarnya author jadikan cover, yaitu 千夜QYS3.

Kalau kalian membaca di komputer, di bagian bawah, di bawah tombol vote, ada tombol external link yang akan mengantar kalian ke page pixiv artistnya. Author akan berterima kasih kalau kalian press like di pixiv atau bahkan love.

Kalau kalian membaca lewat app, kalian bisa ke page conversation author. pada pinned post, author akan post link pixiv artistnya. Bisa banget dibuka pixiv pagenya, lalu like gambar-gambar yang ada di galeri.

Terima kasih :)

avataravatar
Next chapter