50 Arc 3-2 Ch 2 - Sesuatu yang Patut Ditertawakan

"Wah, kamu benar, Mulisu. Mereka lemah sekali."

Sebuah suara cuek yang sangat familier terdengar.

"Ya kan?"

"Mereka semua berani menentang Lugalgin padahal selemah ini? Mereka bercanda, kan? Aku yang hebat ini saja sama sekali tidak punya nyali untuk menentang Lugalgin."

Suara balasan Mulisu dan Ur pun terdengar.

Mereka belum memasuki ruangan, tapi masih berjalan menuju ke sini. Aku bisa mendengar karena mereka berbicara dengan keras, seolah ingin didengar oleh semua orang.

"Kalian bisa pergi," aku membubarkan agen-agen yang berlutut di ruangan ini. "Shu En, Jeanne, aku ingin kalian tetap di sini."

"Baik,"

Semua orang menjawab bersamaan. Setelah mengatakan itu, mereka pun keluar dari ruangan, menyisakan Jeanne, Shu En, dan aku.

"Shu En, orang-orang yang baru masuk memang kebetulan sedang bertugas di kota ini atau sedang cuti?"

"Ya, sebagian sedang cuti dan kota ini adalah tempat tinggal mereka. Sebagian lagi kebetulan bertugas di sini," Jawab ibu-ibu berambut pirang panjang ini.

"Kalau kamu?"

"Aku kebetulan sedang bertugas di sini. Belum ada dua bulan sejak aku pindah tugas."

Sistem kerja intelijen Bana'an ini adalah satu dari sedikit hal yang tidak berubah. Setiap anggota akan ditugaskan di suatu tempat selama beberapa waktu untuk misi tertentu, lalu setelah itu diberi cuti beberapa minggu untuk pulang ke kota asal.

Setelah itu, kembali bertugas di tempat lain. Waktu bertugas mereka tidak tentu, terkadang beberapa minggu, bulan, atau bahkan tahun, tergantung tugasnya.

"Dan tugasmu adalah..."

"Hanya mengumpulkan informasi dan mengawasi keadaan kota ini, melaporkan kondisi pasar gelap di kota ini dan apa pun yang di luar kebiasaan. Tidak lebih. Tugasku tidak spesifik seperti Jeanne." Shu melirik ke kirinya, ke arah Jeanne.

Lirikan Shu membuatku ikut melirik ke Jeanne.

"Ah, hahahaha," Jeanne mengalihkan pandangan sejenak. "Aku ditugaskan di kota ini sejak beberapa bulan yang lalu, sejak aku memintamu menjadi pengawalku."

"Hah, sudah kuduga."

Kami berhenti ketika orang-orang berisik itu tiba. Mereka mengenakan pakaian kasual. Semua mengenakan celana, hanya Mari yang mengenakan rok pendek berkibar.

Orang yang kupilih untuk membantu mengorganisir Intelijen Kerajaan ini adalah Mulisu, Ur, Mari, Simurrum, dan Uru'a. Emir dan Inanna juga di sini karena mereka belum bisa aku lepas ke pasar gelap. Masih terlalu berbahaya untuk mereka.

"Inanna, kamu cepat belajar ya," Simurrum memuji Inanna.

"Benarkah?"

"Ya, benar," Simurrum mengonfirmasi. "Meskipun kamu tidak memilik bakat dan insting dalam bertarung yang hebat, seperti Emir, kamu mengimbanginya dengan kemampuan belajar yang tinggi."

"Hehe, terima kasih." Inanna mengusap-usap rambutnya.

"Di lain pihak, Emir," Uru'a berbicara pada Emir. "Kemampuan belajarmu benar-benar payah. Padahal kami sudah menjelaskan berkali-kali, tapi kamu tidak mengerti juga. Bahkan, aku tidak bisa merasakan sedikit pun aura haus darah atau niat membunuh darimu."

"Ma-maaf."

Di lain pihak, Emir malah menunduk.

Aku tersenyum melihat mereka yang tampaknya sudah akrab.

"Halo, bu. Kita ketemu lagi."

"Halo juga."

Mulisu dan Shu En saling melempar sapa.

"Jadi, apa yang baru saja kalian lakukan?"

Aku memecah perbincangan yang mengalir. Mereka semua pun melihat ke arahku, sebagian dengan senyum, sebagian membuang muka, sebagian lagi menghela nafas.

Reaksi mereka beragam juga.

Sebelum berbicara, Shu En menggunakan pengendalian pada sofa di ujung ruangan dan memindahkannya ke depan mejaku. Mereka semua duduk di sofa. Shu En, Mulisu, Mari, dan Ur berada di sisi kananku. Simurrum, Inanna, Uru'a, dan Emir di sisi kiriku. Jeanne masih duduk di kursi di depan meja.

"Jadi, saat perjalan, Gin," Mulisu memulai jawaban. "Aku mengatakan pada mereka kalau anggota yang menentangmu, sebagian besar, adalah anggota baru yang kelewat lemah, bahkan menahan aura haus darah dan membunuh saja tidak kuat."

"Dan," Ur menyambung, setelah menghela nafas. "Awalnya, aku kira dia hanya bercanda. Kamu tidak tahu betapa terkejutnya aku ketika menemukan ucapan Mulisu adalah benar. Maksudku, aku hanya memancarkan, mungkin setengah dari yang biasa kugunakan, dan mereka sudah tidak mampu bergerak. Bahkan ada beberapa yang roboh. Ya, setidaknya mereka belum pingsan."

Mari, yang membuang muka, menunjukkan kekecewaannya menambahkan, "Padahal mereka selemah itu tapi berani menentang Ka–Lugalgin. Mereka pikir mereka siapa?"

Mari, kamu hampir mengatakan Kak, kan?

"Dan, maaf ya, bu," Mulisu masuk kembali. "Kami meminta agen yang kebetulan papasan untuk menyadarkan dan membawa mereka. Padahal, baru hari pertama kami di sini, tapi sudah merepotkan."

"Hahaha, tidak apa kok." Shu En menanggapi. "Justru aku berterima kasih karena kalian sudah melakukannya. Supaya mereka sedikit sadar betapa buruknya manajemen keluarga Azzaha."

Perbincangan mengalir tanpa perlu aku menimbrung. Namun, ada beberapa orang yang masih belum berbicara.

"Simurrum, Uru'a, bisa tolong kalian beritahu aku apa yang kalian ajarkan ke Emir dan Inanna?"

"Ah, tentu saja," Uru'a merespon. "Mereka bilang ingin tahu cara memancarkan aura haus darah dan niat membunuh."

Aku terdiam sejenak. "Emir minta diajari, aku paham karena memang dia belum pernah dipaparkan. Namun, Inanna, kamu tidak bisa melakukannya?"

"Maaf, Gin," Inanna sedikit membuang muka. "Ketika dilatih menjadi Agen Gugalanna, kami hanya diajari untuk menahan aura haus darah dan niat membunuh. Untuk mendapat pelatihan memancarkannya, pangkatku belum cukup tinggi.

Ah, begitu. Pantas. Tapi,

"Kamu tidak perlu meminta maaf." Aku menambahkan.

Sifat lunak perempuan ini masih belum bisa hilang.

"Lalu, hasilnya?"

Kali ini, Simurrum yang menjawab, "Untuk Inanna, dia sudah bisa melakukannya. Namun hanya pada level orang normal. Dia tidak bisa mencapai level kami, apalagi kamu."

"Maaf, Gin."

"Sudah aku bilang, kamu tidak perlu meminta maaf."

"Ma-maaf."

Ah, Inanna, kamu ini.

"Inanna," Simurrum masuk. "Justru kamu harus bersyukur. Mampu memancarkan aura haus darah dan niat membunuh sebesar kami, apalagi Lugalgin, bukanlah sesuatu yang bisa dibanggakan. Hal ini justru menunjukkan tingkat dendam, kebencian, kemarahan, dan semua emosi negatif yang kami simpan."

Inanna langsung melihat ke arahku setelah mendengar ucapan Simurrum. Mulutnya setengah terbuka dan matanya menatapku dalam-dalam.

"Jangan bilang maaf, kamu tidak salah apapun," aku buka mulut sebelum Inanna mengatakan apapun. Lalu, aku mengganti target, "Untuk Emir, bagaimana?"

"Untuk Emir...." Uru'a menghela nafas panjang sambil menyandarkan punggung.

Di lain pihak, Emir hanya tertawa sambil mengusap-usap rambutnya. "Maaf, Gin, aku belum bisa melakukannya."

Kenapa dua calon istriku ini meminta maaf terus?

"Emir, kamu tidak perlu meminta maaf. Aku juga yang lupa belum mengatakan ini pada kalian semua."

Semua orang melihat ke arahku, menanti penjelasan yang muncul dari mulut ini.

"Aku lupa bilang. Tampaknya, Emir abnormal." Aku menoleh ke Jeanne. "Jeanne, kamu ingat saat kita melatih Ufia dan Emir di pangkalan militer beberapa bulan yang lalu?"

"Ya, aku ingat. Ke–" Jeanne terhenti sejenak, mencoba mengingat sesuatu. "Sekarang setelah kamu mengatakannya, aku jadi teringat. Iya, benar. Di saat itu, tidak peduli bagaimanapun dia tersudut, atau bagaimanapun buruknya serangan kita terhadapnya..."

Aku menyambung. "Dia tidak pernah sekalipun memancarkan aura haus darah atau pun niat membunuh. Padahal Ufia sudah berkali-kali melakukannya saat itu. Bahkan, saat dia dan Inanna kuminta membombardir gunung di belakang panti asuhan itu, yang menewaskan puluhan pemberontak, tidak ada sedikit pun yang muncul dari Emir.

"Padahal, saat itu, Inanna memancarkan aura haus darah dan niat membunuh yang cukup besar. Maksudku, mengingat True One sudah membunuh beberapa orang, wajar untuk haus darah dan niat membunuh muncul. Namun, sekali lagi aku tegaskan, Emir tidak memancarkannya sama sekali."

"Eh," Mulisu tiba-tiba berdiri, mendekat ke meja. "Maksudmu, serangan di gunung yang masuk berita itu?"

"Ya, benar," aku membenarkan.

"Kalau begitu...."

Kami bertiga, tidak. Bukan hanya kami bertiga, semua orang di ruangan ini mengarahkan pandangan pada Emir.

Di lain pihak, Emir hanya tersenyum masam sambil menunjuk wajahnya sendiri.

Aku membuka mulut, "menurutku, Emir adalah satu dari sedikit orang yang tidak akan pernah bisa memancarkan aura haus darah atau niat membunuh."

"Aha...hahahaha"

Tiba-tiba saja, sebuah tawa meledak di ruangan ini. Semua anggota Agade tertawa kencang seolah-olah tawa ini adalah tawa terakhir mereka.

Di lain pihak, aku hanya bisa menutup wajah dengan tangan.

Setelah aku biarkan beberapa saat, akhirnya mereka menghentikan tawanya. Bahkan, Ur memegangi perutnya, yang mungkin kram.

"Sudah puas tertawanya?"

Mulisu merespon, "belum, tapi, perutku sudah mulai sakit, jadi aku mau berhenti dulu."

"Ah, Gin," Jeanne, yang kebetulan berada di dekatku, bertanya, "Kenapa mereka tertawa?"

"Ya, aku juga penasaran," Shu En juga berbicara.

"Pada dasarnya," Aku mulai menjawab. "Mereka menertawakan komposisi keluargaku. Pertama, aku, sang suami dan kepala keluarga, adalah seorang inkompeten, tidak punya pengendalian dan lebih mengandalkan strategi.

"Kedua, calon istri pertamaku, Inanna, adalah orang yang lunak dan terlalu penurut, tapi cepat belajar. Ketiga, calon istri keduaku, Emir, adalah orang yang seharusnya memiliki IQ tinggi, tapi berbakat dalam bertarung, tapi di lain pihak juga tidak akan memancarkan aura haus darah dan niat membunuh. Menurutmu, bagaimana?"

"Ah...."

Jeanne dan Shu En terdiam. Mereka saling melihat.

"Sederhananya," aku memberi penjelasan tambahan. "Komposisi keluargaku berantakan. Sifat kami, secara personal, tidak berhubungan satu sama lain, berantakan. Tidak ada satu pun dari kami yang normal. Kamu tahu lah maksudku. Dan, aku mulai berpikir bagaimana kami bisa hidup satu atap dalam beberapa bulan ini."

"Justru Gin, menurutku." Mulisu kembali duduk. "Karena kalian semua aneh lah, kalian bisa cocok satu sama lain. Seperti pepatah bilang, "birds of a feather flock together". Karena kalian bertiga aneh, kalian saling menarik satu sama lain."

Aku tidak bisa menyangkal pepatah yang digunakan oleh Mulisu.

"Ya, sudahlah," aku menghentikan diskusi kecil kami. "Masuk ke bahasan yang lebih penting."

Setelah aku mengatakannya, ekspresi bercanda mereka langsung hilang. Pandangan serius pun muncul.

Di lain pihak, Emir, Inanna, Shu En, dan Jeanne terkejut dengan perubahan mood yang drastis ini.

"Kalian berlima akan menjadi instruktur di tempat ini, bersama agen-agen lama yang menurutku layak menjadi instruktur. Dan seperti biasa, perintah hanya datang dariku. Aku tidak mengizinkan kalian menerima perintah selain dariku, walaupun yang memberi perintah adalah keluarga Kerajaan atau bahkan Raja sekalipun."

Mereka semua mengangguk.

"Gin," Shu En masuk, "Kamu mengatakannya seolah-olah kamu belum memercayai kami. Apa kamu berpikir kami akan mengkhianatimu?"

"Kemungkinan itu ada," aku mengonfirmasi. "Jumlah kalian ribuan. Meski kalian menandatangani dokumen itu, bisa saja beberapa orang tidak berniat hanya berpura-pura sambil menjadi mata-mata Fahren."

Saat itu, Jeanne dan Shu En sedikit tersentak. Tampaknya mereka terkejut ketika aku memanggil Fahren tanpa penghormatan atau gelar.

"Tapi, kalau memang demikian, aku tidak mempermasalahkannya. Ketika hal itu terjadi, justru aku bisa melakukan pembersihan pada keluarga yang menentang. Dan, sesuai dengan perjanjian yang kalian tulis, keluarga pengkhianat tersebut juga akan kubersihkan. Jeanne,"

"Ya?" Jeanne sedikit terperanjat ketika aku memanggil namanya.

"Hanya karena ayahmu adalah Fahren, Raja, jangan pikir aku tidak akan membersihkan keluargamu kalau kamu berkhianat. Justru sebaliknya, kalau kamu berkhianat, aku akan dengan senang hati membersihkan keluarga kerajaan saat itu juga. Dan, kamu tahu kan apa yang akan terjadi setelah itu?"

"I-iya aku paham," Jeanne merespon lemas.

Kalau aku sampai membersihkan keluarga kerajaan sedangkan Raja baru belum dinobatkan, perang sipil akan meletus, mencari Raja yang baru. Tentu saja, perang sipil ini pasti didukung oleh keluarga bangsawan yang ingin menjadi Raja. Kalau sampai perang sipil terjadi, intervensi luar negeri dan kerajaan lain tidak akan terhindarkan. Dengan kata lain, Bana'an akan hancur.

"Gin, perjanjian apa yang kamu maksud?" Mulisu bertanya.

"Tangkap!" Aku melempar dokumen di tangan.

"Hoi," Mulisu menangkap dokumen itu dengan mudah.

"Banyak hal yang menguntungkan, tapi cukup lihat halaman enam, paragraf dan poin paling bawah."

Mulisu membuka dokumen ke halaman yang aku maksud. Di samping kanan dan kirinya, Ur dan Mari juga melihat.

"Jadi, Emir, ini juga peringatan untukmu," aku menoleh ke Emir. "Seperti yang kuucapkan pada pertemuan kita dengan ayah dan ibumu, aku tidak ragu untuk menjadikan mereka musuh. Dan, kalau kamu tidak mau melihat keluargamu kubersihkan, maka kamu harus meyakinkan Jeanne, dan semua keluarga Kerajaan lain yang menjadi agen schneider, untuk tidak mengkhianatiku."

"Baik!"

Berbeda dengan Jeanne yang merespon lemas, Emir justru merespon dengan sigap dan cepat. Emir sadar keberlangsungan dan keamanan keluarganya bertumpu pada pundaknya.

"Gin, aku ingin ketawa lagi, tapi perutku sudah sakit."

Mulisu tiba-tiba saja memecahkan atmosfer serius Emir. Sesuai ucapannya, dia benar-benar menutup mulutnya, menahan agar tidak tertawa. Bukan hanya Mulisu, Ur dan Mari juga melakukan hal yang sama.

Tanpa mengatakan apapun, Mulisu mengoper dokumen itu ke seberang, ke Simurrum dan Uru'a. Karena halaman yang dimaksud sudah terbuka, Simurrum dan Uru'a pun langsung membacanya. Di samping mereka, Emir dan Inanna juga membaca.

Sesaat kemudian, Simurrum dan Uru'a memberikan respon yang sama seperti Mulisu. Meski tidak sampai berusaha menahan tawa, Inanna terlihat sedikit menaikkan ujung bibir, menahan senyum.

Di lain pihak, Emir membelalakkan mata. Dia pasti tidak memercayai pada apa sudah dibacanya.

Emir melihat ke arah Jeanne, "Jeanne, ini serius?"

"Eh? Iya, serius. Kenapa?"

"Tuhan..."

Emir menyandarkan punggung ke sofa sambil menutupi wajah.

"Kenapa? Ada apa? Kenapa kalian semua tampak, entahlah, senang?"

Shu En kembali kebingungan seperti ketika mereka tertawa sebelumnya. Namun, jika tawa mereka yang sebelumnya adalah hal yang lucu, kali ini, tawa mereka adalah hal yang... bagaimana ya. Bagi kami, ini lucu dan konyol. Namun, bagi Shu En dan semua orang di daftar tersebut, ini adalah sebuah bencana. Ya, begitulah.

"Gin," Inanna memanggilku. "Maaf, aku hanya ingin memastikan. Kamu tidak akan mengungkap identitasmu di pasar gelap, kan? Kamu akan membiarkan mereka berpikir kalau kamu hanyalah seorang inkompeten yang diangkat karena pencapaian dan kecerdikanmu, kan?"

"Yap, tepat sekali. Tidak salah kamu jadi calon istriku. Love you, Inanna."

Wajah Inanna merona. Dia pun memalingkan wajah. Tampaknya, dia tidak menduga akan mendapat serangan fajar dariku.

Hahaha, moodku sedang berada di langit ketujuh karena perjanjian itu. Jadi, sesekali, aku ingin sedikit menggoda Inanna. Dan, reaksinya benar-benar lucu. Aku suka.

"Jeanne," Emir berbicara. "Saat ini, aku tidak peduli dengan keluarga lain atau siapa pun juga. Aku tidak mau kamu, atau siapa pun dari keluarga besar kita, mengkhianati Lugalgin."

"Tentu–"

"Aku serius!" Emir mencondongkan badan, menatap Jeanne dalam-dalam. "Kita berasal dari keluarga kerajaan. Entah satu atau dua, pasti ada yang masih merasa lebih superior dari Lugalgin. Kenapa? Pertama, Lugalgin adalah rakyat jelata. Kedua, Lugalgin adalah inkompeten. Dan ketiga, rekam jejak Lugalgin hanya menunjukkan dia pedagang.

"Dibandingkan keluarga kita, keluarga kerajaan, ketiga hal ini akan menjadi alasan mereka untuk mengkhianati Lugalgin. Pasti ada yang berpikir akan mudah membungkam Lugalgin jika dia mulai melakukan hal yang tidak mereka semua. Namun, aku perlu bilang padamu, Lugalgin bukanlah orang yang selemah itu. Kamu, tidak, aku koreksi. Kalian, tidak mengetahui siapa Lugalgin yang sebenarnya."

Suasana di dalam ruangan ini sangat kontras. Ketika beberapa orang ekstasi, sebagian lagi justru tertekan.

Mulisu menambahkan, "Aku bisa melihat dengan jelas jalan pikir orang yang membuat perjanjian ini. Dia pasti berpikir 'seorang inkompeten tidak akan bisa berbuat banyak. Lugalgin hanyalah boneka. Kalau pun dia ingin menjatuhkan hukuman, yaitu pembersihan, dia akan membutuhkan bantuan kami, agen schneider. Ketika saat itu tiba, kami hanya tinggal menolak'."

"Sayangnya," Inanna masuk. "Lugalgin tidak perlu bantuan agen schneider. Dan aku tidak membicarakan soal agen gugalanna."

Memang, kalau orang mendengar Inanna yang mengatakannya, yang mana dia adalah tuan putri dan juga agen gugalanna, mereka akan berpikir aku akan mendapat bantuan dari kerajaan sebelah.

Inanna memperjelas, "Yang aku maksud adalah, dia tidak membutuhkan bantuan siapa pun untuk melakukan pembersihan. Lugalgin tidak berniat mengatakan apapun mengenai identitasnya. Ditambah dengan alasan yang diucapkan oleh Emir, kemungkinan pengkhianatan pun juga sangat tinggi."

"Kalau," Emir masuk kembali. "Seandainya ada satu orang yang berkhianat, bukan hanya keluarga penentang yang akan dibersihkan oleh Lugalgin, tapi keluarga pengkhianat ini juga akan dibersihkan. Dia bisa melakukannya seorang diri. Saat ini, kalian sama saja memberi Lugalgin izin untuk melakukan genosida, yang adalah keluarga kalian sendiri."

Di saat itu, mereka, Shu En dan Jeanne, perlahan-lahan, mengarahkan pandangan padaku. Mata mereka terbuka lebar.

Aku hanya tersenyum, diam, tidak memberi jawaban.

Bersambung

avataravatar
Next chapter