59 Arc 3-2 Ch 11 - Perubahan Rencana

<Dugaanmu benar, Ukin datang dengan mengenakan topeng kepala serigala, menyamar menjadi anggota kita.>

Aku tersenyum simpul setelah membaca pesan Ibla.

Saat ini, aku sedang duduk di balkon hotel. Meskipun tante Filial adalah selir, dia sudah tidak memiliki harta lagi. Tempat tinggalnya sebagai kedutaan pun tidak terlalu besar. Maksimal, dia bisa menampungku, Emir, dan Inanna. Namun, kalau dengan ayah, ibu, dan Ninlil, tidak cukup.

Jadi, keputusan akhirnya, Ninlil menginap di rumah tante Filial karena dia masih ingin bermain dengan Ninshubur. Kami, sisanya, menginap di hotel. Ibu dengan Emir sedangkan aku dengan ayah.

Kembali ke Ukin. Aku belum tahu pasti motif Ukin mencempungkan Illuvia ke pasar gelap. Daripada Ukin, aku berpikir ada orang lain di belakangnya. Ukin adalah tipe yang tidak suka berpikir. Dulu, dia hanya bergantung pada insting atau perintah Lacuna. Namun, hanya dengan instingnya saja dia sudah bisa menjadi ancaman terbesar bagi kami.

Kalau sampai Ukin repot-repot menyamar menjadi anggota Agade, ada kemungkinan suatu hari nanti dia akan menyebut namaku sebagai pembunuh Illuvia Nerras, menghancurkan image dan kredibilitasku.

Pertanyaan lain yang muncul di kepalaku adalah kenapa baru sekarang dia muncul? Kenapa tidak dari dulu? Dan kenapa melalui Illuvia? Dan kenapa menggunakan identitas Sarru? Begitu banyak pertanyaan tapi belum ada jawaban.

Kalaupun Ukin mengetahui aku adalah Sarru dan pendiri Agade, dia seharusnya tidak tahu kalau Illuvia memiliki hubungan denganku. Dengan kata lain, otak di belakang Ukin adalah orang yang mengetahui atau mengenalku dengan baik.... atau tidak.

Sejak aku menang battle royale, Emir datang, pergi ke Mariander, dan Inanna datang, informasi mengenai kehidupanku pasti sudah tersebar. Wartawan bahkan sempat mempublikasikan rekam jejak pendidikan dan mewawancarai teman-temanku, mulai dari SD hingga SMA.

Kalau orang itu dan Ukin bekerja sama, hanya tinggal masalah waktu hingga identitasku sebagai Sarru terbeber. Kalau semua itu terbeber, termasuk semua yang telah kulakukan di pasar gelap, aku penasaran bagaimana hidupku nanti.

Ya, kalau benar terjadi, aku hanya tinggal menjalaninya. Tidak ada gunanya dipikirkan sekarang.

"Gin."

"Ya?"

Aku merespon panggilan ayah yang muncul ke beranda. Dia duduk di sampingku. Kami hanya dipisahkan oleh sebuah meja bundar kecil. Ayah meletakkan dua kaleng bir di atas meja.

"Ayah yakin memberi bir padaku? Ibu nanti marah loh."

"Hahaha, tidak apa. Tinggal besok pagi sikat gigi saja dan makan permen mint yang banyak."

Aku menerima tawaran ayah dan menenggak satu kaleng bir.

"Gin, aku ingin berbicara denganmu, serius."

"....ya?"

***

"Halo, Ukin, lama tidak berjumpa."

"Halo juga, Mulisu. Aku kira kau sudah pensiun, seperti Lugalgin."

"Tidak juga. Aku hanya bergerak di bawah radar. Dan lagi, Lugalgin sudah kembali."

Saat ini, kami berdua berhadapan di depan kamar tempat Illuvia dirawat. Jarak yang memisahkan kami hanyalah beberapa langkah. Pakaian kami pun mirip, jubah hitam dengan garis merah. Hanya bagian topeng yang berbeda. Ukin mengenakan topeng kepala anjing sedangkan aku mengenakan topeng rubah.

Saat ini, Lugalgin menjadikan Illuvia sebagai umpan. Ketika aku bilang sebagai Umpan, keamanan Illuvia benar-benar tidak dijaga. Kalau Lugalgin benar-benar peduli pada Illuvia, dia akan memindahkannya ke suatu tempat yang tersembunyi, atau bahkan memberinya selter di markas Agade. Tapi tidak. Lugalgin khawatir kalau Illuvia dipindahkan, Ukin tidak akan menyerang.

Sebagai gantinya, Lugalgin menyuruhku menghadapi Ukin. Dengan mudahnya, bahkan melalui telepon, dia bilang "aku ingin kamu menghadapi Ukin, gali informasi sebanyak mungkin darinya. Aku ingin tahu dia bekerja dengan siapa". Tambahan lain, dia mengatakan "Kalau sudah berhadapan denganmu, aku ragu Ukin masih ingin membunuh Illuvia. Ya, mungkin sih. Haha,".

Sebagai persiapan, aku meletakkan satu lipan di dalam kamar Illuvia dan menunggu di kamar samping. Meski Ukin tidak memancarkan niat membunuh atau aura haus darah, aku bisa mengetahui kalau dia dekat, sama seperti jika Lugalgin sudah dekat.

Kami bertiga dilatih oleh Lacuna dan telah bersama-sama melewati puluhan pekerjaan. Tentu saja kami mampu mengenali keberadaan satu sama lain.

"Jadi, apa kita akan bertarung di sini?"

"Aku tidak keberatan."

"Hehe, hahahaha," Ukin tertawa terbahak-bahak.

Normalnya, kalau kamu tertawa keras di rumah sakit, di tengah malam, akan ada perawat atau keluarga pasien yang muncul, memintamu untuk diam. Namun, hal itu tidak akan terjadi pada Ukin. Tanpa perlu memancarkan niat membunuh atau aura haus darah, keberadaannya saja sudah membuat bulu kuduk orang normal merinding. Berbeda denganku dimana orang hanya akan merasa setengah tidak nyaman atau dengan Lugalgin yang sama sekali tidak memancarkan ancaman. Aku benci mengakuinya, tapi sekuat itu lah kekuatan pengendalian Ukin.

Kalau pengendalian utama Ukin hanyalah pengendalian besi yang generik, seperti Ur, aku tidak akan memiliki masalah. Pengendalian utama Ukin adalah dua macam besi yaitu ferum dan aluminium. Pengendalian dua besi ini lah yang membuat Lugalgin mengatakan kalau Ukin berbakat.

Di masa lalu, Ukin terlalu sombong dan hanya bersedia mengendalikan ferum atau aluminium murni, tanpa apa pun, membuat pengendaliannya tidak terlalu mengancam.

Masih di masa lalu, walaupun pengendaliannya sederhana, magnitudo pengendaliannya bukanlah sesuatu yang bisa dipandang sebelah mata. Kalau dia mau, dia bisa mengangkat gedung dengan menggunakan pengendaliannya pada tiang-tiang besi yang menjadi rangka.

Namun, kali ini, aku tidak yakin Ukin masih sama seperti yang dulu.

"Aku kira kamu akan meminta agar kita bertarung di tempat lain. Maksudku, kamu kan yang meyakinkan Lugalgin agar mendirikan Agade untuk orang-orang itu. Kalau tidak, dia tidak akan pernah memandang orang-orang itu. Kamu sendiri tahu kan kalau dia jauh lebih licik, keji, dan berdarah dingin dariku."

Ya, Lugalgin yang dulu memiliki semua sifat ini. Bahkan, terkadang, aku masih penasaran apakah Lugalgin yang mampu menunjukkan kasih sayang pada Emir dan Inanna adalah Lugalgin yang sama dengan Lugalgin yang dulu. Namun, aku harus yakin.

"Tidak! Lugalgin sudah berubah. Dia tidak sama seperti dulu."

"Apakah itu benar? Lalu, kenapa perempuan itu masih ada di dalam kamar ini?"

Aku tidak mampu membalas ucapan Ukin.

Seperti yang diucapkan Ukin, Lugalgin tidak segan-segan menggunakan Illuvia sebagai umpan. Dan, Ukin pun mengenal baik sifat Lugalgin yang itu. Dan, meskipun aku juga mengenalnya dengan baik, aku tidak ingin mengakui kalau dia masih seperti Lugalgin yang dulu.

Aku berharap, setelah mengenal Agade dan melancarkan balas dendamnya, Lugalgin akan menjadi lebih lembut dan pengertian. Sederhananya, lebih memiliki perasaan.

"Lalu, kalau aku boleh tanya, dengan siapa kamu bekerja sama."

"Hihihihi, sudah kuduga. Kalian pasti akan langsung mengetahuinya."

"Tentu saja. Membuat perempuan ini menjadi Sarru palsu, menjalankan Agade palsu, dan memancing Lugalgin muncul. Aku yakin kamu bukanlah orang yang datang dengan rencana itu. Maksudku, kamu tidak suka dengan hal-hal berbau strategi dan kelicikan, kan?"

"Hahahaha, benar sekali. Kamu benar. Kalau kamu benar-benar ingin mengetahuinya, coba paksa aku."

Ting

Tanpa penjelasan atau ucapan apapun, sebuah pedang talwar sudah bersilang di hadapan kami. Ternyata, pilihan pedang kami sama.

Ting ting ting ting

Kami berkali-kali saling bertukar tebasan menggunakan talwar. Namun, tidak satu pun serangan mampu mendarat, baik di tubuhku maupun tubuh Ukin. Akhirnya, kami berdua sama-sama menarik sebuah assault rifle dari balik jubah.

Dor dor dor dor dor

Kami sama-sama melepaskan tembakan, dan sama-sama menghindar. Tembakan kami pun meleset, bersarang di dinding dan memecahkan kaca.

Kami terus bertarung sambil menebaskan talwar dan melepas tembakan. Bahkan tidak jarang kami menggunakan assault rifle sebagai senjata tumpul atau untuk menahan tebasan talwar.

"Kamu belum mau serius?"

"Kamu sendiri juga sama. Dimana lipanmu itu, hah?"

"Tepat di sampingmu."

"Huh?"

Dor dor dor dor dor

Ukin melompat ke atas ke bawah, sambil perlahan mundur, menghindari semua tembakan yang kulepaskan dari balik dinding. Aku tidak meletakkan lipan itu di dalam kamar Illuvia hanya untuk menjaganya. Aku juga membutuhkannya untuk melancarkan sergapan.

Aku tidak diam begitu saja. Aku menarik dan mengaktifkan lipan yang ada di lantai atas. Dengan tiba-tiba, langit-langit koridor jebol, menunjukkan sosok lipan sepanjang lima meter dengan puluhan kaki pedang. Aku tidak meletakkan senjata api di mulutnya karena aku memiliki tujuan lain untuk lipan ini.

Dengan pengendalianku, aku membuat lipan itu melayang dan menerjang Ukin. Ukin berhasil menghindar. Namun, aku tidak membiarkannya begitu saja. Aku membuat agar lipan itu melilit Ukin. Kalau orang normal, dia akan tewas, tercabik-cabik dan tersayat oleh puluhan kaki pedang. Namun, Ukin bukanlah orang Normal.

Ukin melempar talwar yang dia gunakan ke Udara lalu menarik tangannya ke bawah. Dengan gerakan tangan, dia membuat talwar itu meluncur dengan cepat ke bawah, menusuk dan membuat lipanku tertancap di lantai.

Normalnya, pedang atau pisau apapun yang diarahkan ke lipanku akan terpental. Hal ini disebabkan oleh berat lipan itu yang tersusun atas puluhan besi dan pedang. Hanya Ukin yang mampu mengabaikan itu semua dan menusuknya.

"Kamu tidak lupa dengan pengendalianku, kan?"

Ukin membuka jubahnya. Dari balik jubah, terlihat belasan pisau dan pedang. Semua pisau dan pedang itu melayang, meluncur ke arahku. Aku melompat ke samping, ke jendela yang sudah pecah. Dari lantai bawah, sebuah lipan sudah melayang, menangkapku di udara.

Kalau aku yang dulu, aku sudah mencoba untuk menyatukan besi yang dikirim oleh Ukin dengan tubuh lipan yang terbuat dari tembaga, membuat Ukin tidak mampu mengendalikannya lagi karena telah menjadi baja.

Namun, sayangnya, cara itu tidak lagi ampuh. Aku sudah mencoba meleburkan lipan yang ditusuk dengan talwar yang dia gunakan. Namun, entah kenapa, aku tidak bisa melakukannya. Seolah-olah besi talwar yang dia gunakan menolak untuk dilebur dengan tembaga.

"Kamu menghindar. Jadi, tampaknya, kamu sudah menyadari kalau besi yang kukendalikan tidak bisa kamu leburkan lagi seperti dulu. Haha, kamu kira aku tidak akan belajar dari pengalaman?"

Sial! Padahal, keras kepala dan kesombongan Ukin, yang membuat dia tidak mau belajar selain dari Lacuna, adalah kelemahan yang paling ingin aku eksploitasi. Namun, sekarang, kelemahan itu sudah tidak ada lagi. Sial, akan sulit untuk memaksanya mundur.

Aku kembali melompat ke koridor. Pedang talwar yang kugunakan bukanlah talwar biasa. Aku telah memodifikasinya sehingga pedang ini bisa berubah bentuk menjadi pedang ular. Dengan kata lain, saat ini, senjataku adalah pedang setengah cambuk.

Beberapa pedang kembali menerjang dan aku menghindar. Satu pedang berhenti dan mendarat di tangan Ukin. Aku mengayunkan pedangku, mencoba melukai Ukin dari jarak jauh. Namun, Ukin mampu menangkis dan menghalau semua seranganku.

Tanpa perlu aku menoleh, aku bisa merasakan beberapa proyektil mendekat dari belakang. Lipan yang ada di dalam kamar Illuvia pun keluar mendobrak dinding, dan menggeliat di udara.

Kalau aku mencoba menahan proyektil Ukin, hasilnya adalah lipanku akan tertusuk. Bahkan, ada kemungkinan proyektil Ukin akan menembus lipan dan menancap di tubuhku. Dengan menggeliat, lipan itu akan menghantam pisau dan proyektil dari samping, membelokkan jalur.

Di saat ini, sebuah ucapan Lugalgin terngiang di telingaku, yaitu, "kalau kamu merasa tidak ada informasi yang bisa dikorek, kamu boleh langsung pergi. Kamu tidak perlu meladeninya atau bahkan memaksa Ukin mundur,".

Lugalgin, aku bingung. Apakah kamu sudah berubah? Atau belum? Meski kamu mengatakan kemungkinan Ukin akan membunuh Illuvia adalah kecil, tapi kemungkinan itu masih ada. Apa kamu benar-benar tidak keberatan meninggalkan perempuan ini begitu saja?

Tidak! Aku tidak akan meninggalkan Illuvia. Kalau aku meninggalkan Illuvia dan dia tewas, maka ada kemungkinan Lugalgin akan meraih sosoknya di masa lalu. Aku sudah berjanji. Aku sudah memaksamu mendirikan Agade. Adalah suatu kebahagiaan ketika aku mengetahui kamu sudah berubah ketika kita mengobrol di kamar mandi saat itu. Aku tidak mau semua ini sia-sia.

Di saat itu, tiba-tiba Ukin melakukan sebuah gestur yang cukup asing. Dia tiba-tiba menggerakkan tangannya seperti melempar sesuatu. Namun, aku tidak melihat apa pun. Meski demikian, instingku berteriak, mengatakan yang sebaliknya. Aku mengangkat tangan kiri, menutupi tubuhku dengan assault rifle.

Apa ini? Terlihat beberapa benda tajam menembus assault rifle. Benda tajam kecil ini adalah jarum. Terlihat beberapa jarum sepanjang beberapa belas centimeter menembus assault rifle. Untungnya, semua jarum ini dihentikan oleh assault rifle. Kalau tidak, semua jarum ini mungkin sudah mendarat di tubuh dan kepalaku, membunuhku. Namun, hal ini membuatku tidak bisa menggunakan assault rifle lagi.

Ahh! Karena aku terlalu fokus pada jarum yang menancap di assault rifle, aku tidak menyadari kalau beberapa jarum juga mendarat di tangan kiri. Ketika aku lengah, Ukin sudah berdiri di depanku. Dia menebaskan pedangnya dengan cepat.

Aku melingkarkan pedang ular di depan. Bersama dengan assault rifle, aku mencoba menahan tebasan Ukin.

Blarr

Tubuhku terpental, menembus dinding dan mendarat di dalam kamar Illuvia.

Aku mengecek kondisi senjata. Pedang ularku masih bisa kugunakan, tapi assault rifle sudah bengkok karena menerima tebasan Ukin. Kalau tadi aku tidak mengatur kemiringan pedang Ukin, pasti assault rifle beserta tubuhku sudah terpotong. Selain itu, topengku juga rusak karena dihantam oleh assault rifle.

Aku pun melepaskan topeng ini daripada mengganggu pandangan.

"Hei, kau tidak apa-apa?"

Perempuan dengan fitur generik, Nerva, berteriak padaku. Dia dan Illuvia berada di ujung ruangan. Dia tampak begitu panik dan terkejut. Apa setelah mengetahui kalau aku perempuan, dia jadi khawatir?

Di lain pihak, karena anggota Agade menuruti ucapan Lugalgin, mereka berpikir aku akan mundur dan membiarkan Ukin membunuh Illuvia begitu saja. Oleh karena itu, saat ini, belum ada satu pun anggota yang membantuku. Mereka hanya akan bergerak kalau ada perintah. Dan, untungnya, mereka masih menuruti perintahku.

Aku menekan sebuah tombol di dekat leher, mengirim pesan pada Ibla.

"Ibla, aku membawa perempuan ini. Jalankan rencananya."

Bersambung

avataravatar
Next chapter