9 Arc 1 Ch 9 - Negosiasi

"Aahhh... bagaimana ini? Aku, menang..."

Aku tiduran di sofa di ruang tunggu yang aku gunakan sebelum pertandingan. Senjataku aku letakkan di ujung ruangan dan aku tutupi dengan kain, lagi. Aku berhasil meyakinkan ayah, ibu, dan Ninlil kalau aku baik-baik saja, hanya kecapekan, dan membuat mereka kembali ke pesta utama tanpaku. Dengan alasan yang sama, aku berhasil kabur dari wawancara setelah pertandingan. Oleh karena itu, Emir lah yang mengambil alih urusan wawancara dan jumpa pers. Aku berharap dia tidak mengatakan apapun yang tidak perlu

"Yay, kamu menang. Aku menang. Selamat untuk kita berdua."

Dan tuan putri cerewet ini pun datang, memperjelas masalah. Aku bangkit dari sofa dan melihat dia masuk seorang diri tanpa pengawal atau apapun. Dia berjalan dengan bahagianya seolah-olah dia melayang di atas tanah hingga akhirnya dia duduk di sampingku.

"Belum lagi, kamu membuat sejarah sebagai orang pertama yang menang battle royale dengan HP utuh, tak berku—uehuehueh"

"Bisa diam tidak nih mulut, heh?"

Aku yang sudah kehabisan kesabaranku menarik kedua pipinya, membuatnya tidak bisa menyelesaikan kalimatnya. Aku tidak peduli meskipun dia meronta-ronta mencoba melepaskan tanganku dari pipinya, aku akan terus menarik pipinya kalau perlu sampai putus.

"Ahaha, tampaknya kalian benar-benar akrab."

Eh? Suara ini, jangan bilang.

Aku menoleh ke arah pintu dan melihat Tuan Putri Yurika mengenakan gaun putih dengan selendang dan garis ungu. Dia mempersilahkan dirinya masuk dan aku reflek langsung melepaskan tanganku dari pipi Emir, berlutut memberikan hormat padanya.

"Berdiri."

Tidak lama, Tuan Putri Yurika pun memberikan ijin untukku bangkit. Jujur, selama dua tahun berhubungan dengan Tuan Putri Yurika, aku tidak pernah bisa merasakan kehadirannya sama sekali, seolah-olah Tuan Putri Yurika tidak memiliki kehadiran atau aura sama sekali. Aku selalu menyadari kehadirannya kalau dia sudah benar-benar di depan mataku atau dia mengucapkan sesuatu.

Ngomong-ngomong, kali ini dia menggunakan gaya rambut twin tailnya. Padahal kalau bukan acara kerajaan, dia membiarkan rambut panjangnya terburai dan dikepang di samping lehernya. Aku selalu menemuinya dalam keadaan seperti itu. Jujur, aku lebih suka pada penampilan yang biasanya. Tapi gaya rambut twin tailnya tidak terlalu buruk.

"Uh, gak adil. Kalau ke kakak kamu sopan dan baik banget. Kok ke aku jahat banget."

Guh. Aku bisa merasakan darah mulai mengumpul di keningku, tapi aku tidak bisa menunjukkan perlakuan kasar karena ada orang lain, Tuan Putri Yurika. Meskipun aku memiliki sedikit perasaan kalau dia akan mengijinkanku berlaku kasar ketika di depannya, tapi aku masih ingin menjaga citraku di depannya.

Berbeda dengan Emir yang tomboi dan tidak mengeluarkan aura tuan putri sama sekali, Tuan Putri Yurika memberikan aura tenang dan elegan, benar-benar sebuah aura yang pantas dimiliki oleh Tuan Putri. Tidak, daripada menjaga citrakuku di depan Tuan Putri, aku lebih peduli untuk menjaga citraku di depan perempuan yang bernama Yurika ini.

Tampaknya Tuan Putri Yurika menyadari kalau aku mulai naik pitam dan mempersilahkanku untuk duduk. Kami pun duduk dengan posisi aku diantara Emir dan Tuan Putri Yurika.

"Jadi, apa kamu benar-benar tidak ingin menjadi bangsawan? Dengan hadiah battle royale, kamu bisa meninggalkan nama Alhold dan menjadi bangsawan di negeri ini."

"Sayangnya saya harus menolaknya."

Tuan Putri Yurika selalu membawa topik yang sama. Dan tentu saja, aku selalu menolaknya.

Seketika itu juga, aku bisa merasakan kehadiran lain datang ke ruangan ini.

"Woh, ini dia sang juara. Kamu benar-benar hebat nak."

Zage akhirnya muncul di depan pintu yang terbuka. Dia terlihat sehat, tidak ada luka sama sekali di tubuhnya. Amulet itu benar-benar hebat. Di lain pihak, aku sedikit penasaran. Kalau benar amulet itu membuat sebuah lapisan pelindung di sekitar tubuh penggunanya, bagaimana tanganku bisa mencapai Ufia dan membuatnya kehilangan kendali? Jujur aku ingin membongkarnya dan mengetahui cara kerjanya, tapi kalau itu menggunakan prinsip pengendalian, dan pastinya, aku pun tidak akan bisa terlalu mengotak-atiknya.

"Terima kasih Pak Zage. Itu tadi hanya keberuntungan saja."

"Kalau itu memang keberuntungan, maka kamu memiliki keberuntungan yang sangat tinggi untuk dapat keluar sebagai pemenang tanpa kehilangan HP sedikitpun."

Ya, aku sadar mengatakannya sebagai sebuah keberuntungan akan menyakiti perasaan orang yang kalah. Namun, aku juga tidak mau menarik perhatian dengan mengucapkan 'ya, itu karena aku berlatih selama bertahun-tahun demi momen ini'. Hell, bahkan aku tidak pernah merencanakan momen ini, bertarung di battle royale, dalam hidupku.

"Sudahlah, terima saja kalau kamu sudah menang."

Emir mengatakannya sambil melingkarkan tangannya ke leherku dari belakang.

Perempuan ini membuatku semakin naik pitam. Kalau keadaan normal, aku akan terdiam dan menikmati kelembutan yang kurasakan di punggungku ini. Tapi saat ini darahku sudah benar-benar diambang mendidih. Aku bisa meledak kapan saja.

Zage yang melihat kelakuan Emir langsung menutup dan berdiri di dekat pintu, memastikan tidak ada seorangpun yang lewat dan melihat kelakukan Emir. Tampaknya Zage sudah mengenal Emir dengan baik. Dia masih berusaha menjaga citra Emir sebagai Tuan Putri.

"Jadi, Lugalgin, apa yang sudah kamu lakukan pada adik kesayanganku, Emir?"

Tiba-tiba saja Tuan Putri Yurika mengeluarkan pertanyaan dengan senyumannya. Senyumannya, entahlah, aku tidak tahu senyuman macam apa itu. Perasaanku bercampur ketika melihat senyumannya. Yang jelas adalah, aku merasa terancam.

"Tidak ada. Saya tidak melakukan—"

"Apa? Kamu mau bilang kamu gak melakukan apapun? Kamu sudah--ungghhh."

Emir langsung menyela ucapanku.

Aku langsung berbalik dan menutup mulutnya. Aku tidak tahu apa yang mau dikatakannya, tapi aku tidak mau mengambil resiko dia membocorkan masalah kemampuanku.

"Jangan bilang apapun soal kemampuanku, mengerti?"

Aku berbisik pada Emir. Meski normalnya Emir tidak menurut, tapi tampaknya dia bisa melihat keputusasaanku, atau amarahku, dan memberikan anggukan sebagai konfirmasi.

"Hahaha, Tuan Putri Emir benar-benar akrab dengan laki-laki ini."

"Kamu benar Zage, mereka benar-benar akrab. Aku tidak menyangka akan ada hari dimana Emir bisa seakrab ini dengan orang selain kita dan keluarganya."

Kelihatannya, Tuan Putri Yurika dan Zage BENAR-BENAR sudah paham dengan kelakuan Emir. Dan tampaknya, aku tidak perlu menahan diriku di depan mereka lagi.

"Sederhananya," Aku mencoba memberikan cerita sebelum ada kesalahpahaman terjadi. "Dia mendatangiku, aku mengiranya sebagai peniru tuan putri, lalu aku mengalahkannya dalam pertarungan."

Aku akhirnya melepaskan tanganku dari mulut Emir. Dia yang mendengar cerita singkatku pun mengonfirmasinya.

"Ya, singkat cerita seperti itu," Emir mengonfirmasi ceritaku.

"Entah kenapa, aku merasa kalian menyembunyikan sesuatu."

"Tidak. Kami tidak menyembunyikan apapun."

"Y, ya, benar. Kami ti, tidak menyembunyikan apapun."

Berbeda denganku yang membanggakan poker face dan kemampuan berbohongku, aku bisa melihat Emir tidak bisa berbohong. Dia mengalihkan pandangannya dari Tuan Putri Yurika sementara aku mempertahankan kontak mata.

"Lugalgin, bisa tolong kamu ceritakan dengan detail bagaimana kalian bertemu yang berujung pada dirimu mengalahkannya."

"Uahh, jangan, jangan. Tolong jangan kak."

Kali ini bukan aku yang protes, tapi Emir.

Emir panik dan langsung meraih kakaknya. Dia benar-benar putus asa. Aku pun sedikit mundur untuk memberikan tempat bagi Emir. Kini posisinya berpindah dimana Emir duduk diantara aku dan Tuan Putri Yurika.

Tampaknya Emir lebih panik kalau kakaknya mengetahui dia mengompol daripada aku panik kemampuanku diketahui orang lain.

Aku merasa aneh. Melihat kelakuan Tuan Putri Yurika dan Zage, apa ini berarti mereka tidak sadar dengan serangan terhadap Emir semalam? Atau mungkin mereka tidak mau aku mengetahuinya karena ini berhubungan dengan rahasia kerajaan? Aku tidak yakin yang mana. Kalau saja seandainya Tuan Putri Yurika atau Zage seperti Emir yang tidak pandai berbohong, ini akan jauh lebih mudah. Aku tidak bisa mengetahui apa motif mereka yang sebenarnya.

"Baiklah, aku akan kesampingkan pertemuan untuk saat ini." Tuan Putri Yurika menghentikan Emir, masih dengan senyumannya. "Ngomong-ngomong, aku sudah tahu kalau kamu tidak mau menjadi Regal Knight ataupun bangsawan. Lalu, keinginan apa yang akan kamu ajukan pada ayah?"

Ah, kebetulan. Aku ingin memastikannya.

"Kalau saya boleh tahu, 10 ribu zenith per bulan itu berapa persen pemasukan kerajaan?"

"Sepuluh ribu zenith?" Tuan Putri Yurika agak terkejut ketika mendengar pertanyaanku. "Jumlah itu bahkan tidak masuk persen. Bahkan tidak ada sepermilyar pemasukan kerajaan. Bahkan jauh lebih kecil dari sepermilyar sehingga aku tidak bisa menghitung seberapa kecil angka itu jika dibandingkan pemasukan kerajaan."

Uahh, ternyata kecil sekali.

"Jangan bilang kamu hanya akan meminta uang 10 ribu zenith belum termasuk inflasi untuk seumur hidupmu? Tidak! Aku tidak mengijinkannya! Terlalu kecil! Bahkan jumlah itu jauh lebih kecil dari uang saku yang aku terima tiap bulannya."

Tuan Putri Yurika berhasil menebak jalan pikiranku. Dan meskipun dia bukan Tuan Putri yang aku layani, seperti Emir, entah mengapa justru dia yang tidak mengijinkannya. Di lain pihak, aku jadi penasaran berapa uang sakunya per bulan.

"Tapi," aku coba memberikan pembelaan, "jumlah itu sudah cukup untuk keluarga sederhana dengan dua anak. Mungkin dari pandangan bangsawan dan keluarga kerajaan angka itu tidak berarti, tapi bagi rakyat jelata sepertiku, mendapatkan uang segitu setiap bulannya tanpa perlu melakukan apapun adalah sebuah kelebihan. Bahkan, bagiku, adalah sebuah impian."

"Hah..."

Tuan Putri Yurika tidak bisa memberikan respon apapun terhadap pembelaanku. Yang menyangkal pembelaanku justru Zage, Regal Knightnya.

"Nak, mungkin jumlah itu memang cukup besar, tapi kalau kamu meminta jumlah itu ketika inagurasi kemenangan nanti, yang ada malah kamu menodai citra prestisius battle royale. Itu akan memberikan citra kalau kerajaan ini miskin karena warganya hanya meminta uang sejumlah itu."

Kalau aku bilang, jumlah itu cukup besar. Bukan jumlah per bulannya, tapi jumlah totalnya. Sekarang usiaku 18 tahun. Anggap aku hidup sampai usiaku 70 tahun. Masih ada 52 tahun lagi, 624 bulan. Jadi total, aku meminta uang sebesar 6.240.000 Zenith. Jumlah itu cukup besar, hanya saja tidak terlihat karena dibayarkan per bulan.

Tapi, karena Zage mengatakannya, memang benar juga. Aku tidak menyadarinya karena aku tidak terlalu memedulikan apa kata orang dan semacamnya kalau aku sudah membuat keputusan. Namun kalau itu akan memberikan citra buruk pada kerajaan, maka itu akan memberikan citra buruk juga padaku. Kalau itu terjadi, maka perlakuan orang padaku akan semakin buruk, dan aku pun akan lebih sulit untuk mendapatkan uang secara legal. Yah, meskipun penghasilan utamaku ilegal sih.

"Lalu, apakah Tuan Putri Yurika memiliki saran. Jujur saya sudah tidak memiliki impian yang muluk-muluk lagi. Saya lebih memikirkan untuk hidup stabil setiap bulannya."

"Uhh, aku paham kamu putus asa karena tidak memiliki pengendalian, tapi untuk putus asa sejauh ini, aku tidak pernah membayangkannya."

Tuan Putri membuka kipasnya dan menutupi mulutnya yang berbicara sendiri. Dia pun mengalihkan pandangannya.

"Hey, gin."

"Ya?"

Akhirnya Emir masuk ke pembicaraan juga.

"Apa kamu tidak memiliki keinginan lain yang lebih tinggi lain? Seperti ingin menjadi pemilik sebuah perusahaan, atau menjadi penguasa suatu wilayah, atau ingin dimasukkan ke universitas tertentu begitu? Atau mungkin menikahi anggota kerajaan atau putri bangsawan?"

"Tidak. Aku tidak mau." Aku perlu menambahkan penjelasan. "Aku tidak mau menjadi pemilik sebuah perusahaan atau menjadi penguasa wilayah karena dua hal itu hampir sama sepeti bangsawan. Ada kewajiban dan etika khusus yang harus kupenuhi. Itu merepotkan. Sedangkan tujuan orang masuk universitas kan agar bisa diterima kerja dengan posisi dan gaji yang lebih tinggi, tapi kalau aku sudah mendapatkan uang pasti tiap bulannya, maka aku tidak perlu kuliah atau kerja lagi. Bahkan hanya dengan tidur, aku sudah mendapatkan uang."

Aku sengaja tidak menjawab pertanyaan terakhir karena aku mendapatkan perasaan tidak enak.

"Tapi--"

"Begini," aku menyela Emir, "anggap aku hidup sampai 70 tahun. Dalam waktu 52 tahun sejak sekarang, anggap tidak ada inflasi, maka total uang yang kuterima lebih dari enam juta zenith. Jumlahnya banyak kan?"

"Hmm, kalau dilihat totalnya iya juga ya."

Emir mulai setuju dengan pandanganku.

"Tapi dalam waktu 52 tahun itu juga, pendapatan Kerajaan juga akan terus bertambah. Kalau diakumulasi, permintaanmu tetap terlalu kecil." Tuan Putri Yurika masuk ke tengah perbincangan kami. "Kalau kamu tetap bersikeras dengan uang rutin per bulan, maka aku hanya akan mengijinkannya kalau kamu minta minimal 0,01 persen dari penghasilan kerajaan tiap bulan."

Ahh, aku terdiam sejenak. Aku butuh waktu sebentar untuk menghitungnya. Anggap hadiah 10 ribu zenith yang kuminta adalah sepermilyar dari penghasilan kerajaan tiap bulan, 0,01 persen adalah sepersepuluh ribu penghasilan kerajaan. Satu milyar dibagi sepuluh ribu, seratus juta. Seratus juta dikalikan 10 ribu zenith, berarti minimal aku akan mendapatkan satu milyar zenith per bulannya.

"Tidak, tidak. Itu terlalu banyak untuk saya." Aku berusaha menolaknya. "Saya tidak mungkin menghabiskan uang sebanyak itu setiap bulannya. Dan harta saya akan menumpuk. Kalau itu terjadi, akan ada orang yang akan mencoba untuk menyerang saya dan mendapatkan hartanya. Bahkan, bisa-bisa, anak cucu saya lah yang akan melakukannya."

"Benarkah? Padahal seingatku penghasilan ayah dan ibumu mencapai sepuluh persen penghasilan kerajaan."

Aku tidak bisa menggunakan ayah dan ibu sebagai contoh kasus. Ayah dan ibu terlalu abnormal. Yang membuatku sadar diri sampai sekarang hanyalah fakta kalau aku adalah seorang inkompeten, tanpa pengendalian. Kalau aku memiliki kekuatan pengendalian, aku yakin aku sudah sombong dan berusaha mengambil alih harta mereka berdua.

"Seratus ribu zenith per bulan." Aku akhirnya terpaksa menaikkan standarku. "Kalau lebih dari itu, saya tidak mampu melakukannya."

Kalau dia terus mendesakku, aku terpaksa akan mengiyakannya dulu untuk sekarang dan mengatakan hal lain untuk inagurasi nanti.

"Kak, bisa tolong biarkan Lugalgin lolos dengan seratus ribu zenith per bulan?"

Eh?

"Tapi Emir, bahkan seratus ribu zenith per bulan tidak ada setengah dari uang saku kita. Dan dia adalah pemenang battle royale pertama yang menang tanpa kehilangan HP sedikitpun. Nama baik battle royale dipertaruhkan."

"Tapi kak," Emir menambahkan, "kalau dia didesak terus, aku khawatir dia akan meminta pindah kependudukan ke kerajaan atau negara lain dengan dalih tempat tersebut memiliki perlakuan terhadap orang tanpa pengendalian lebih baik. Apa kakak mau kehilangan orang sehebat Lugalgin?"

Tampaknya Emir teringat pada ancamanku tadi siang. Mendengar ucapan Emir, Tuan Putri Yurika pun terdiam sejenak. Setelah berpikir sejenak, akhirnya Tuan Putri Yurika memberikan jawabannya.

"Baiklah, meskipun ini akan cukup menodai citra battle royale, aku terpaksa menyetujui angka seratus ribu zenith per bulan." Tuan Putri Yurika menyetujui angka yang kuberikan. "Tapi, dengan ini kamu berhutang padaku, mengerti?"

Aku merasakan ancaman dari kata-katanya, terutama kata hutang.

Bersambung

avataravatar
Next chapter