6 Arc 1 Ch 6 - Sebelum Pertandingan

"Wah, kakak benar-benar berpartisipasi sebagai Regal Knight tuan putri Emir."

"Ibu tidak menyangka kamu mengenal tuan putri Emir, gin."

"Wah, putra ayah diam-diam ternyata hebat juga ya."

Ninlil, ibu, dan ayah datang ke ruang tunggu yang disediakan untuk para Regal Knight. Ruangan ini cukup mewah. Sebuah sofa panjang, proyeksi tv yang cukup besar di ujung ruangan, mesin pembuat kopi, teh, dan minuman lainnya.

Ninlil Alhold, adikku, adalah perempuan yang lebih mudah empat tahun dariku. Berbeda denganku yang memiliki rambut coklat seperti ibu, dia menuruni rambut hitam berkilau ayah. Rambut panjangnya dikuncir dengan sebuah pita biru muda yang senada dengan gaun pestanya. Warna matanya juga menuruni ayah, hijau kebiruan. Dari matanya yang bulat dan lebar, kamu bisa melihat sebuah pandangan yang polos dan kagum. Dan seperti ayah, dia adalah spesial, memiliki pengendalian utama aluminium.

Ibu, Yueni Alhold, memiliki rambut panjang coklat yang dikepang panjang di belakang punggungnya. Ibu mengenakan gaun berwarna ungu cerah. Sepertiku, ibu memiliki mata berwarna biru gelap. Tapi jangan salah. Pandangannya tampak sangat tajam, tidak seperti ayah dan Ninlil yang carefree. Ibu memiliki pengendalian utama berupa kuarsa, sebuah pengendalian yang generik. Tapi itu tidak menghentikan ibu untuk menjadi salah satu orang paling berpengaruh di dunia ini melalui perusahaan-perusahaannya.

Ayah, Barun Alhold, memilki rambut pendek hitam rapi. Dia mengenakan tuksedo berwarna putih dengan jubah abu-abu cerah. Ayah adalah seorang dokter dan memiliki rumah sakit di beberapa kota. Sebenarnya banyak yang bisa kukatakan tentang ayah, tapi kelemahan utama ayah adalah sifat dan pandangannya yang carefree. Meskipun Ninlil cukup carefree, tapi dia masih memiliki sense dalam berpakaian, tidak seperti ayah.

Bukannya aku protes, tapi ayah sebagai kepala keluarga dan berasal dari keluarga utama Alhold, dia seharusnya sedikit sadar akan posisinya. Tapi kalau aku dengar dari ibu, ayah sejak kecil memang seperti itu. Alasan aku tidak protes adalah, tampaknya sifatnya yang satu itu menurun padaku.

Berbeda dengan yang lain, aku mengenakan pakaian igni abu-abu yang dilapisi kaos putih dan celana kargo abu-abu. Di bahu, dada, siku, dan lutut terpasang pelindung yang terbuat dari kulit tebal, sebuah pelindung kulit. Di atas pelindung kulit itu, masih terpasang zirah besi sebagai pelindung tambahan. Senjataku berada di ujung ruangan, terbungkus rapi dalam kain besar. Tentu saja, ayah dan ibu menganggap semua armor dan senjataku disediakan oleh Emir.

"Selamat sore bapak Barun Alhold, Ibu Yueni Alhold, dan Ninlil Alhold. Terima kasih karena telah mengizinkan Lugalgin untuk berpartisipasi."

Emir tiba-tiba masuk ke dalam ruangan ketika kami sedang berbincang-bincang. Kami berempat langsung berdiri dari sofa. Aku dan ayah langsung merendahkan tubuh kami, satu lutut menyentuh lantai, kepala menghadap ke bawah. Ibu dan Ninlil melakukan hal yang sama, tapi mereka mengangkat sedikit rok gaun mereka dahulu sebelum merendahkahan tubuh mereka, jadi rok mereka tidak ada yang dibawah kaki mereka.

Tidak lama setelah kami merendahkan tubuh kami. Emir mengatakan "Berdiri", menyatakan kami diperbolehkan untuk berdiri kembali.

"Sungguh suatu kehormatan bagi kami ketika kami mengetahui Tuan Putri Emir telah menunjuk putra kami, Lugalgin, untuk menjadi Regal Knight Tuan Putri."

"Tidak. Kemampuan putra bapak lah yang membawanya sampai sini. Meskipun keluarga Alhold tidak memiliki status bangsawan resmi, tapi keluarga Alhold telah diakui setara dengan bangsawan. Melihat hal ini, rasanya cukup normal untuk Lugalgin menjadi Regal Knightku."

Ah, di saat acara formal seperti ini dia benar-benar berbeda. Benar-benar berbeda dari image tomboi yang terkenal karena dia suka bela diri dan latih tanding dengan tentara kerajaan.

Seperti yang dikatakan oleh Emir, seharusnya keluarga Alhold sudah menjadi keluarga bangsawan melihat pencapaian mereka dari masa ke masa. Namun entah kenapa, pendiri keluarga Alhold pertama menyatakan dia tidak menginginkan status bangsawan dan hanya ingin hidup sebagai warga biasa. Padahal pendiri keluarga Alhold adalah teman dekat pendiri kerajaan ini. Di lain pihak, berkat keputusan kakek moyangku ini, aku yang tidak memiliki kekuatan pengendalian tidak terbebani dengan kewajiban bangsawan. Mungkin dia juga tidak menyukai kewajiban bangsawan, noblesse oblige.

"Ngomong-ngomong, tadi saya mendengar Count Miserati mencari bapak dan ibu."

"Terima kasih atas kepedulian Tuan Putri. Kami akan segera menemui mereka."

Ayah dan ibu yang mendengar ucapan Emir pun sedikit membungkukkan tubuh mereka dan lalu berjalan keluar. Setelah mereka keluar, aku pun kembali duduk di kursi.

"Kakak, kakak tidak sopan. Duduk sebelum tuan putri memberi izin."

Percakapan dengan Tuan Putri selalu dibalas oleh ayah. Sudah tradisi kalau kepala keluarga atau minimal laki-laki lah yang harus menjawab bangsawan atau keluarga kerajaan. Perempuan hanya boleh berbicara kalau menyatakan keberatan dengan ucapan Tuan Putri atau laki-laki yang bersangkutan, seperti yang baru saja dilakukan oleh Ninlil.

"Tidak apa, Ninlil. Kamu juga silahkan duduk."

"Ma, maafkan atas kelancangan kakak saya, tuan putri."

Apa yang dilakukan Ninlil adalah sebuah etika yang normal ketika berhadapan dengan keluarga kerajaan atau dengan bangsawan yang memiliki status lebih tinggi, akulah yang tidak normal. Yah, normalnya aku juga akan melakukan hal yang sama, tapi Emir membencinya kalau aku melakukan itu jadi aku akan menurutinya. Dan lagi, pandanganku terhadapnya sudah tidak terlalu baik lagi.

"Jadi, Lugalgin, apa rencanamu?"

"Rencanaku? Aku tidak bisa mengembangkan rencana sekarang. Nanti aku akan membuat rencana ketika sudah di arena."

"Apa kamu yakin?"

"Ya. Meskipun aku sudah membaca semua dokumen dan keahlian masing-masing peserta di layar tv itu, tapi aku masih belum mengetahui sehebat apa mereka di arena. Membuat rencana setelah melihat mereka secara langsung akan lebih baik."

"Hmm, begitu ya. Jadi, apa kamu akan bertarung seperti kemarin?"

"Hah? Tentu saja tidak. Aku tidak mau kemampuanku diketahui orang lain. Ada alasan aku membawa senjata pribadiku."

"Ah, ngomong-ngomong, aku masih belum menjelaskan kemampuanku padamu ya."

"Aku sudah bisa menebaknya. Kemungkinan benda yang kamu sentuh atau terkena darahmu tidak akan bisa dikendalikan. Dan kalau kamu menyentuh seseorang, maka orang itu tidak akan bisa menggunakan pengendaliannya."

Tajam juga intuisi perempuan ini.

"Umm, maaf." Ninlil menyela perbincangan kami.

Aku dan EMir mengalihkan pandanganku pada Ninlil. Tampaknya dia ragu harus melihat kemana, apakah ke aku atau Emir.

"Jangan terlalu kaku, aku dan kakakmu sudah lama kenal dan kami cukup akrab. Kami normalnya ngobrol seperti ini."

"Ya, benar. Kalau didepan ayah dan ibu aku tidak mungkin menunjukkannya sih. Tapi kalau di depanmu rasanya tidak masalah."

Ninlil yang mendengarku hanya terdiam. Mulutnya terbuka lebar atas jawabanku dan Emir.

"Ka, kalau begitu," Ninlil mencoba menngubah intonasinya. "Apa benar kalau Tuan Putri Emir sudah tahu kekuatan kakak?

"Kamu sudah mendengarnya kan?"

"Ah, begitu ya. Pantas kakak dipilih sebagai Regal Knight."

Ninlil mengatakannya seolah-olah itu adalah hal yang normal. Aku yang mendengarnya pun menjentikkan jariku ke dahinya.

"Aduh, sakit kak."

"Sepertinya kamu berpikir aku tidak masalah kalau kekuatanku diketahui publik," aku mematahkan sesuatu yang mungkin ada di pikirannya. "Aku tidak ada niatan menambah orang yang tahu tentang kemampuanku. Jadi, aku tidak akan bertanding sungguh-sungguh nanti. Anggap Tuan Putri Emir kasus khusus."

"Tapi kalau kakak serius, pertandingan nanti pasti dapat kakak menangkan dengan mudah. Dengan begitu keluarga besar tidak akan mengejek dan menginjak-injak kakak lagi."

Aku mengusap rambut Ninlil ketika melihat reaksinya. Aku paham kenapa dia berlaku seperti itu. Dia tidak egois. Yang dia inginkan hanyalah hidupku menjadi lebih ringan dan tidak dipandang sebelah mata oleh orang lain. Melihatku dihina dan diinjak-injak oleh keluarga besar Alhold pasti membuatnya sakit hati.

Aku tidak menghitung sudah berapa kali Ninlil mencoba meyakinkanku untuk membeberkan kemampuanku. Dan tentu saja, aku selalu menolaknya. Meskipun alasan yang aku jelaskan adalah aku tidak peduli dan aku puas dengan kehidupanku, tapi tampaknya Ninlil masih sulit menerimanya.

"Maafkan kakak ya, tapi setidaknya biarkan kakak egois untuk hal ini."

"Ung, baiklah," Ninlil mengalah. "Tapi, apa yang membuat kakak mau menjadi Regal Knight tuan putri Emir? Ini kakak. Kakak pasti akan menolak dan berkata 'menjadi Regal Knight tuan putri sama saja menjadi bodyguardnya, dekat dengan kematian. Aku tidak mau mati muda'. Iya kan?"

Tepat sekali. Kamu memang benar-benar adik kesayanganku.

"Wah, kamu kenal baik kakakmu ya. Dia sebelumnya juga mengatakan hal itu lho."

"La, lalu?"

Meski mencoba santai, Ninlil masih agak kaku ketika berhadapan dengan Emir.

"Aku mau bertanding dengan tiga syarat."

"Hah? Tiga syarat?"

Wow, kelakuannya benar-benar berubah ketika menghadapiku.

"Iya, tiga syarat. Pertama, dia akan mengumumkan kalau aku hanyalah kandidat Regal Knightnya."

"Hanya kandidat? Kakak tidak akan menjadi Regal Knight?"

"Tidak. Aku tidak mau," Aku memberikan konfirmasi. "Syarat kedua, sebagai ganti aku mau berpartisipasi dalam pertandingan ini, aku ingin mendapatkan surat perkenalan dan surat rekomendasi dari tuan putri Emir agar aku bisa membeli rumah dengan harga lebih murah dari harga pasar. Dan syarat ketiga, aku tidak mau digunakan sebagai alat negosiasi dalam politik bangsawan, kerajaan, dan apapun yang berhubungan dengan noblesse oblige atau semacamnya."

Ninlil yang mendengar penjelasanku hanya terdiam. Dia melihatku dengan mata setengah terbuka seolah-olah tidak mampu mempercayai apa ucapanku. Dia pun mengalihkan pandangannya pada Emir dan menunduk.

"Ma, maafkan kelancangan kakak saya tuan putri Emir. Saya bersedia menerima hukuman atas kelancangan kakak saya."

"Tidak apa. Meski sebenarnya aku juga menyayangkan dia tidak mau menjadi Regal Knightku, setidaknya aku bisa mendapatkan hadiah dari battle royale ini kalau dia menang."

Ya, benar. Emir sudah cerita kalau dia sudah lama menginginkan hadiah dari battle royale. Hadiah itu adalah satu permintaannya, apapun itu, akan dikabulkan oleh ayahnya, Yang Mulia Paduka Raja Fahren Fach Exequoer. Normalnya, tanpa perlu memenangkan Battle Royale, Yang Mulia Paduka Raja akan mengabulkan hampir semua permintaan Emir karena dia adalah putrinya, tapi tentu saja ada batasannya.

Misal jika saja Emir ingin mengangkat seseorang menjadi bangsawan tapi orang itu tidak memiliki pencapaian yang dianggap cukup, maka orang itu tidak akan bisa menjadi bangsawan meskipun Emir menginginkannya. Kalau aku berhasil menang, maka semua peraturan-peraturan dan prosedur yang ada tidak berlaku lagi. Jadi, dia benar-benar memiliki keinginan yang absolut.

Hanya satu permintaan yang tidak akan dikabulkan, yaitu jika dia ingin menjadi raja atau ratu. Tentu saja, ini juga adalah pertarungan berdarah. Dalam sejarah, tidak jarang sang pemenang meminta agar satu selir atau permaisuri beserta anak-anaknya dieksekusi atau dikucilkan dari kerajaan.

Hal ini lah yang membuat keturunan permaisuri harus memiliki Regal Knight yang kuat. Kalau Regal Knight keluarga permaisuri kalah, hampir bisa dipastikan permaisuri dan keturunannya akan menjadi selir, atau dikucilkan dari keluarga kerajaan, atau bahkan dieksekusi. Dari sejarah kerajaan yang aku tahu, ibu Emir sebelumnya bukanlah permaisuri, melainkan hanya seorang selir. Namun ketika Regal Knight tuan putri Yurika menang, tuan putri Yurika meminta agar ibunya, ibu mereka, dijadikan permaisuri.

Setelah itu, permaisuri yang sebelumnya, Juliana Exequoer, menjadi selir biasa dan namanya kembali menjadi Juliana Sabarbian. Sebagai gantinya, ibu Emir, Rahayu Falch Fafniari, naik menjadi permasuri dan namanya berganti menjadi Rahayu Falch Exequoer.

Selain keluarga kerajaan, kesatria yang berpartisipasi pun juga diberikan kesempatan untuk meminta sesuatu dari paduka Raja. Normalnya, Regal Knight berasal dari keluarga bangsawan juga, hanya sedikit yang berasal dari keluarga bukan bangsawan sepertiku. Untuk orang-orang dari keluarga bangsawan, normalnya mereka meminta kenaikan status bangsawan keluarga mereka atau tambahan wilayah. Kalau keluaga non bangsawan, biasanya mereka meminta agar keluarga mereka menjadi bangsawan atau meminta sejumlah harta.

Permintaan yang dikabulkan absolut, begitu juga dengan konsekuensinya. Dari informasi yang beredar, setelah ibu Emir menjadi permaisuri, percobaan pembunuhan terhadapnya langsung meningkat drastis. Dan kalau |Regal Knight| yang berpartisipasi meminta sesuatu yang terlalu berlebihan, bisa jadi keluarganya lah yang akan menjadi korban. Oleh karena itu, sang pemenang pun harus memikirkan permintaannya baik-baik agar dia tidak menjadi target pembunuhan.

Apa permintaanku? Hmm, aku sendiri juga masih memikirkannya. Mungkin aku hanya akan meminta uang sebanyak 10.000 zenith per bulan untuk seumur hidupku. Jumlah itu adalah jumlah yang kecil, tapi setidaknya jumlah itu cukup untuk keluarga dengan dua anak. Dengan uang sekecil itu, aku yakin tidak ada seorangpun yang akan mengarahkan pandangan mereka padaku. Setidaknya kalau aku berhasil mengamankan penghasilan tetap tiap bulannya, maka aku tidak perlu terlalu pusing dengan pemasukan.

Tentu saja permintaanku bisa dianulir oleh pemenang battle royale selanjutnya pada tiga tahun yang akan datang. Namun, aku tidak yakin ada orang sebodoh itu. Kalau menurut standar mereka, justru akulah yang bodoh karena hanya meminta uang segitu.

Sebelum menerimanya, tentu saja aku memastikan kalau Emir tidak ingin mengeksekusi salah satu keluarga selir. Aku tidak peduli permintaannya apa, yang penting tidak berhubungan dengan eksekusi atau dikucilkannya keluarga selir lain. Kalau dia ingin mengeksekusi keluarga selir lain, secara tidak langsung aku dan keluargaku juga akan menjadi target karena akulah penyebab keluarga selir itu meninggal.

Tok tok.

Tanpa izin, seorang penjaga berzirah besi membuka pintu.

"Permisi, peserta dimohon menuju ke arena."

"Ya, terima kasih atas pemberitahuannya."

Emir menjawab penjaga yang mengenakan baju zirah yang baru saja masuk. Penjaga itu pun keluar dan kembali menutup pintu.

"Baiklah, sudah waktunya bagiku beraksi."

"Kalaupun kamu tidak bisa menang, pastikan kamu membantu Regal Knight keluargaku ya."

"Iya, aku pasti akan membantu mereka kalau aku tidak bisa menang."

Aku menjawab Emir sambil berjalan ke ujung ruangan. Di ujung ruangan, aku membuka kain besar yang menutupi senjataku. Terlihat sebuah toya dan dua pasang perisai terletak dibalik kain itu. Toya ini hanyalah sebuah tombak silinder dengan diameter dua inch dan panjang dua meter, tanpa mata pisau.

Kedua perisainya tidak terlalu besar, masing-masing perisai memiliki lebar 15 cm dan panjang 25 cm. Cukup untuk menutupi bahu hingga sikuku. Tapi perisai ini cukup tebal karena didalamnya merupakan sebuah senjata api. Di bagian ujungnya terdapat lubang untuk menembakkan peluru. Perisai kanan memiliki amunisi peluru ledakan dan perisai kiri memiliki amunisi peluru penetrasi.

Aku mengenakan kedua perisaiku dan membawa toyaku.

"Aku berangkat."

Bersambung

avataravatar
Next chapter