12 Arc 1 Ch 12 - Lamaran pt 1

Ahh, pagi ini benar-benar indah. Setelah menang battle royale, aku pun mendapatkan uang seratus ribu zenith pertamaku. Dengan uang seratus ribu zenith per bulan, aku bisa mulai mencicil rumah.

Bahkan setelah uang itu dikurangi untuk mencicil rumah dan kebutuhan, hidup, aku masih sangat kaya. Bahkan kalau aku mau, aku bisa saja mencicil mobil, tapi karena aku tidak bisa menggunakan mobil dengan tenaga rotasi, percuma saja. Itu tidak penting.

Rencana hari ini adalah, bersama ayah, ibu, dan Ninlil, kami akan keluar untuk mencari rumah yang dijual. Sebenarnya aku bisa saja pergi sendiri, tapi ibu dan Ninlil khawatir dengan pilihanku. Mereka menganggap pilihanku terkadang tidak memikirkan orang lain, hanya memikirkan diriku sendiri.

Oleh karena itu, Ibu dan Ninlil ikut untuk memastikan pilihanku tidak salah. Ayah? Ayah ikut karena dia tidak mau di rumah sendirian. Sesederhana itu.

Setidaknya, itulah yang kurencanakan, bukan perselisihan dan perdebatan yang memanas antara ibu dan yang mulia paduka raja seperti ini.

Setelah inaugurasi battle royale selesai, kami pulang tanpa ada prasangka apapun. Mungkin lebih tepatnya ayah, ibu, dan Ninlil yang tidak memiliki prasangka. Aku memiliki prasangka buruk karena permintaan Emir dan juga kata-kata hutang yang dikatakan oleh Tuan Putri Yurika.

Setelah inaugurasi selesai, tidak ada kontak sama sekali dari Emir atau Tuan Putri Yurika. Bahkan Emir sama sekali tidak menanyakan pakaiannya. Di saat itu, aku mengira kalau Emir yang telah menjadi warga biasa akan diberi rumah atau suatu akomodasi oleh ayah dan ibunya di suatu tempat.

Beberapa hari kemudian di suatu hari minggu, lebih tepatnya pagi ini, tiba-tiba saja bel pintu rumah berbunyi. Normalnya, di hari minggu, ayah dan ibu tidak akan menemui siapa pun tanpa janji. Dan seingatku, ayah dan ibu mengatakan kalau mereka tidak ada janji hari ini. Karena itulah, kami telah berencana berkeliling mencari rumah baru.

Namun, ternyata, yang datang adalah orang yang tidak perlu membuat janji. Yang muncul di depan rumah adalah Yang Mulia Paduka Raja, Permaisuri Rahayu Falch Exequeror, dan kelima anak mereka. Dan yang lebih mengejutkan lagi, mereka semua mengenakan pakaian kasual.

Permaisuri Rahayu Falch Exequeror adalah seorang wanita dengan rambut merah panjang yang dibiarkan terburai. Rambut merahnya adalah rambut merah muda lembut seperti Tuan Putri Yurika, dengan mata yang lembut juga. Pandangan matanya tidak terlihat tajam, terlihat baik dan lembut, tidak seperti Emir yang ganas atau tuan Putri Yurika yang penuh dengan determinasi.

Fitur yang mencolok dari Permaisuri Rahayu adalah dagu yang lancip. Selain itu, kamu tidak akan bisa menemukan kerut di wajahnya tidak peduli selama apapun kamu berusaha. Wajahnya menunjukkan seolah-olah dia masih belum mencapai angka 30 tahun, padahal usianya sudah kepala lima. Benar-benar perawatan kerajaan yang menakutkan. Hari ini dia mengenakan pakaian one piece panjang berwarna krim, menutup hingga bawah lutut, dengan kardigan berwarna abu-abu.

Anak kedua, putra pertama, adalah Maxwell Falchion Exequeror, sang putra mahkota. Dia memiliki pandangan mata yang ganas dan rambut pendek berdiri yang merah membara. Kalau aku bilang, dia adalah Emir versi laki-laki. Meskipun begitu, dari info yang kudapat, dia belum mampu mengalahkan Emir. Bahkan, dia belum mampu mengalahkan Zage yang lebih lemah dari Emir. Pakaian yang dia kenakan tidak jauh berbeda denganku kalau aku jalan-jalan, sebuah celana jeans hitam dengan kaos putih dan jaket kulit abu-abu. Dia lebih tua setahun dari Emir.

Anak keempat, putra kedua, adalah Lexicon Falchion Exequeror. Dia memiliki pandangan mata yang tegas dan berwibawa, menunjukkan karisma yang berbeda dibandingkan kedua kakaknya. Kalau aku bilang, dia menuruni wibawa dan karisma ayahnya. Bahkan mata hitam dan rambut hitamnya, yang dipotong rapi pendek, adalah fitur dari ayahnya. Dia mengenakan celana jeans biru, kaos abu-abu cerah, dan blazer biru gelap. Dia lebih muda dua tahun dari Emir, lebih muda setahun dariku.

Anak sekaligus putra terakhir adalah Bemmel Falchion Exequeror. Dia adalah anak termuda yang usianya baru sebelas tahun. Dia menuruni fitur ibunya yang memiliki rambut merah muda dan pandangan mata yang lembut. Rambutnya dibiarkan agak sedikit panjang hingga menutupi telinga.

Fitur wajah Bemmel lembut tanpa garis tegas. Kalau seandainya dia mengenakan rok dan pakaian perempuan, aku pasti percaya kalau dia perempuan. Namun, untungnya dia tidak melakukannya. Dia datang ke rumah kami dengan menggunakan celana tiga perempat berwarna biru cerah dan kaos merah dengan garis putih.

Yang Mulia Paduka Raja mengenakan kemeja biru cerah dan celana kain rapi. Tuan Putri Yurika mengenakan rok hitam pendek, flared skirt, dengan kaos ungu lengan panjang berkerah. Sementara itu, Emir mengenakan rok A-line di bawah lutut berwarna putih dan kaos lengan panjang dengan kerah besar berwarna biru langit.

Maxwell, Yurika, Emir, Lexicon, dan Bemmel. Kalau aku boleh bertanya, aku ingin menanyakan motif kenapa nama perempuan dan laki-laki nya begitu berbeda. Anak laki-laki menunjukkan kesan penamaan dari timur sedangkan anak perempuan menunjukkan kesan penamaan dari barat. Yah, aku tidak akan pernah menanyakannya sih.

Ngomong-ngomong, Tuan Putri Yurika mengenakan model rambut favoritku, dibiarkan terburai dengan sedikit rambut di bagian kiri dikepang, side pony tail. Tuan Putri Yurika yang menyadari kalau aku senang ketika melihat model rambutnya pun melempar senyum kecil. Seketika itu juga, semua adik laki-lakinya melemparkan pandangan dingin padaku.

Tampaknya sebelum mereka datang kesini mereka sudah membenciku, meskipun aku tidak tahu kenapa. Apa mereka masih kesal karena aku menang battle royale tanpa memegang teguh kode etik kesatria?

Namun, rasanya bukan. Rasanya ada sesuatu yang lain. Kalau mereka kesal karena hal itu, mereka akan melemparkan pandangan merendahkan. Namun, kali ini pandangan mereka dingin karena sesuatu yang lain. Entahlah, mungkin marah? Tapi aku tidak tahu apa yang membuat mereka marah.

Dan, tidak lama kemudian, aku mengetahui alasan kemarahan mereka. Ketika kami menjamu keluarga kerajaan di ruang tamu, Yang Mulia Paduka Raja menjatuhkan sebuah bom. Dan penyebab jatuhnya bom ini, tidak lain dan tidak bukan, adalah Emir.

Mereka datang bukan sebagai keluarga kerajaan. Mereka datang sebagai keluarga Emir Falch Exesias. Dan tujuan mereka datang adalah agar aku mengambil Emir sebagai istriku.

Ini adalah berita paling mengejutkan ketiga yang pernah aku dengar seumur hidup. Dan di luar dugaanku, ibu yang biasanya lemah lembut dan pengertian, berubah menjadi sangat ganas dan keras, seolah-olah dia adalah reinkarnasi iblis. Sudah lama sekali sejak aku melihat sosok ibu yang seperti ini.

Yang Mulia Paduka Raja yang tidak mau kalah pun terbawa suasana dan akhirnya turun berdebat melawan ibu.

"Ibu, apa ibu sadar kalau ibu mendapatkan permintaan langsung dari Raja Kerajaan ini. Ini adalah sebuah kehormatan yang sangat jarang."

"Ah, benarkah itu? Tapi saat ini posisimu bukan sebagai Raja kerajaan ini, tapi sebagai ayah dari perempuan bernama Emir ini. Dan aku tidak pernah melihat putraku bersama perempuan ini sebelum beberapa hari yang lalu. Jadi tentu saja aku menolaknya."

"Hoo, benarkah demikian? Apa itu berarti saya harus menggunakan posisiku sebagai Raja untuk memerintahkan ibu?"

"Antara keluarga Raja dan keluarga Alhold ada sebuah perjanjian tak tertulis dimana Raja tidak diperkenankan menggunakan posisinya untuk memaksa keluarga Alhold. Apakah ini berarti anda akan menjadi orang pertama di garis keturunan anda yang mengingkari perjanjian tak tertulis ini?"

Bukan hanya ibu, bahkan Yang Mulia Paduka Raja yang sebelumnya aku lihat adalah sosok penuh wibawa dan karisma juga berubah. Kini, dia hanyalah sosok seorang ayah yang tidak terima karena putrinya telah ditolak oleh ibuku.

Apa yang ayah lakukan? Seperti tradisi, jika ada penolakan, hanya sang perempuan yang berhak berbicara. Ayah tidak berhak untuk mengeluarkan pendapat di saat ini. Dia hanya diam sambil meminum teh yang tadi sudah disiapkan oleh Ninlil.

Di lain pihak, permaisuri Rahayu hanya tersenyum. Dia melihat ini semua seolah-olah hanya sebuah pertengkaran kecil yang umum terjadi antar sahabat. Ketiga putranya juga terkejut dengan kelakuan ayahnya yang seperti itu. Tuan Putri Yurika hanya melihat ke arahku dengan senyuman seolah-olah ini semua hanyalah permainan.

Bagaimana dengan Emir? Dia hanya terdiam dan menundukkan kepala. Aku tidak bisa melihat matanya karena terhalang poni rambut. Namun yang jelas, aku bisa sedikit melihat kalau wajahnya memerah. Tampaknya dia benar-benar merasa malu.

Aku penasaran apakah dia malu karena menggunakan pakaian kasual feminin itu? Atau malu dengan kelakuan ayahnya? Atau malu karena mengutarakan keinginannya untuk menjadi istriku? Atau semuanya?

Di lain pihak, aku benar-benar terkejut dengan alasan dia ingin menjadi istriku. Pada dasarnya dia berjanji pada dirinya sendiri kalau dia akan menikahi laki-laki pertama yang mampu mengalahkannya, dan aku adalah laki-laki itu.

Dan dia bilang, dia sudah memiliki perasaan yang berbeda padaku sejak kami bertemu satu setengah tahun yang lalu. Oh, Tuhan, pikirannya benar-benar sederhana dan polos. Aku tidak tahu bagaimana harus bereaksi.

Ketika ayah mencoba menuang teh lagi, ternyata tehnya sudah habis.

"Biar aku buat lagi."

Aku menawarkan diri. Melihatku yang mencoba kabur dari situasi ini, Ninlil terlihat sedikit kesal karena dia tidak memiliki alasan untuk kabur. Ketika aku sudah berdiri, sebuah hal yang tidak aku duga terjadi.

"Biar aku bantu."

Tuan Putri Yurika menawarkan dirinya untuk membantuku. Oh yeah. Di tengah-tengah perdebatan yang panas di ruang utama, setidaknya aku bisa meluangkan sedikit waktu hanya berdua dengan Tuan Putri Yurika. Aku bisa melihat ke wajahnya yang indah itu.

Kami pergi ke dapur untuk membuat teh baru. Aku menyalakan kompor dan mulai memasak air.

"Wow, hampir semua barang di rumah ini adalah barang antik ya."

"Ya, ini dibuat supaya saya—"

Tuan Putri Yurika meletakkan telunjuknya di bibirku, menghentikan kata-kataku.

"Tolong. Saat ini aku di sini hanya sebagai kakak Emir yang adalah rakyat jelata. Aku harap kamu bisa berhenti menggunakan bahasa hormat dan sopan ya."

"Baiklah," aku menyanggupi permintaannya. "Ayah dan ibu membuatnya agar aku bisa menggunakan perabotan dengan mudah."

Tuan Putri Yurika yang juga memiliki minat pada barang antik memberikan sebuah pendapat. Meskipun dia tidak sefanatik Emir dalam hal barang antik, tapi pengetahuannya tentang barang antik tidak bisa diremehkan. Ada alasan kenapa dia menjadi salah satu klien tetapku.

Kami pun mulai mengobrol sementara menunggu air mendidih.

"Jadi, bagaimana menurutmu?"

Akhirnya Tuan Putri Yurika menanyakannya.

"Tentang pernikahan ini?" Aku mencoba memastikan.

"Ya iyalah, memang apa lagi?"

"Entahlah. Ini semua terlalu mendadak. Aku tidak bisa menjawabnya."

Ya, benar, progresnya terlalu cepat. Aku belum mampu mencernanya. Bahkan progres ini jauh lebih aneh dan cepat daripada dongeng-dongeng yang pernah kudengar.

"Kamu tahu, mungkin kamu tidak menyadarinya, tapi dia sering membicarakanmu ketika dia berdua denganku."

"Ahh....."

"Tidak, tidak. Dia tidak menyebut namamu secara langsung. Aku tahu kalau dia dan aku pasti satu dari sedikit orang yang kamu beri tahu nama aslimu."

Tuan Putri Yurika menyadari pikiranku. Normalnya Emir dan Tuan Putri Yurika sudah berjanji kalau mereka tidak akan menyebutkan namaku kepada orang lain.

"Dia hanya mengatakan dia mengagumi seorang laki-laki yang lebih muda. Dia bilang kalian tidak bertemu terlalu sering tapi dia merasa kamu adalah sosok yang berbeda. Sementara orang lain memandangnya sebagai Tuan Putri, sebuah perempuan yang diinginkan, alat mencapai kekuasaan, dan trofi, kamu melihatnya dengan mata yang berbeda. Kamu melihatnya seolah-olah dia memang adalah perempuan normal. Orang normal."

"Itu karena," aku memberikan jawaban. "Sama seperti ketika aku bertemu denganmu dan klien lain, aku melihat kalian melalui mata seorang pedagang. Aku akan memberikan hormat yang cukup tapi tidak berlebihan. Aku akan mengabulkan pemintaan kalian selama hal itu masih sejalan dengan usahaku. Dan aku pun akan menolak kalau memang permintaan kalian merugikanku, tidak lebih. Justru sebaliknya, aku justru memperlakukan kalian seolah-olah kalian bukan keluarga kerajaan."

Tuan Putri Yurika tersenyum kecil setelah mendengar jawabanku.

"Dan itu adalah sebab utama kenapa Emir jatuh hati padamu. Bahkan dari informasi yang aku dapatkan, banyak anak perempuan dari bangsawan, yang adalah klienmu, sudah jatuh hati padamu?"

Uhh? Apa?

"Pada dasarnya, kami, para anak kerajaan dan anak bangsawan, terbiasa diperlakukan istimewa sejak lahir. Ketika kamu melihat kami dengan pandangan yang berbeda, maka kami tidak bisa lepas dari pesonamu. Itulah yang menyebabkan kami jatuh hati padamu."

Uhh, kami? Apa aku tidak salah dengar? Apa itu artinya Tuan Putri Yurika juga jatuh hati padaku?

"Meskipun begitu, kami yang mengetahui kamu berasal dari keluarga Alhold memilih untuk menyerah. Seperti yang kamu ketahui, kerajaan telah mengabulkan permintaan leluhur keluarga Alhold untuk tidak akan pernah menjadi bangsawan, dan kalau mereka mau bersama denganmu, maka mereka harus meninggalkan status bangsawan mereka. Dan sayangnya, mereka tidak mampu melakukannya."

"Apa itu berarti Emir mencoba melepaskan status anak keluarga kerajaan hanya karena ingin bersamaku?"

"Tidak juga," Tuan Putri Yurika tidak sepenuhnya menolak pertanyaanku. "Berbeda dengan kami semua, sedari kecil Emir suka melakukan banyak hal. Dia suka bermain, berlatih tanding, bertarung, dan hal lain yang umumnya hanya dilakukan oleh anak-anak keluarga rakyat jelata. Waktu kecil, aku tidak bisa menghitung berapa kali dia menangis saat dilarang bermain karena harus menjaga citra keluarga kerajaan. Di saat itu, kami, kakaknya harus menenangkannya dengan mengajaknya bermain selama mungkin."

Aku tidak bisa membayangkan Emir kecil yang tomboi itu menangis dan ditenangkan oleh kakak-kakaknya. Namun, kalau aku coba bayangkan, Emir, dalam bentuk tubuh kecil, menangis, lalu Tuan Putri Yurika menenangkannya. Haha, lucu juga pemandangan itu.

"Akhirnya ketika dia berumur enam tahun, dia memilih untuk terjun di dunia militer. Dia minta diajari tentara, pasukan, dan semua regal knight yang ada di istana. Sejak saat itulah, dia menjadi semakin liar dan tomboi. Hingga akhirnya dia menjadi orang terkuat di istana di usianya yang baru 14 tahun. Dan setelah itulah, dia mendeklarasikan kepada semua pelamar bangsawan kalau dia hanya akan menikahi orang yang mampu mengalahkannya."

Dan lalu, lima tahun kemudian, aku menjadi laki-laki pertama yang mengalahkannya.

Aku terus mendengarkan cerita Tuan Putri Yurika sambil menuang air yang baru saja mendidih ke dalam teko dan mulai membuat teh.

"Sejak Emir kecil, kami semua sadar kalau dia tidak cocok hidup di lingkungan istana dan kerajaan. Emir juga sering mengeluh, lebih ingin menjadi rakyat jelata. Tentu saja ayah tidak mengabulkannya. Satu-satunya cara untuk ayah mengabulkannya adalah—"

"Dengan menjadi pemenang battle royale," aku melengkapi cerita Tuan Putri Yurika.

"Ya, benar sekali. Tapi sayangnya dia memiliki standar yang terlalu tinggi untuk regal knightnya. Ketika dia meminta agar diperbolehkan berpartisipasi dalam battle royale secara langsung, ayah melarangnya. Dia bilang itu berbahaya untuk Emir."

Hahaha, alasan sebenarnya bukan itu, tapi, biarlah, kalau memang alasan itu yang beredar.

"Jadi, kesimpulannya," aku mencoba menyederhanakan ceritanya. "Emir tidak cocok di lingkungan istana. Dan aku secara ajaib menjadi regal knightnya dan membuatnya juara, yang secara langsung mengabulkan permintaannya."

"Ya, benar," Tuan Putri Yurika membenarkanku.

Kalau memang begitu, aku memiliki beberapa pertanyaan. Sementara aku memindahkan teko dan cangkir khusus gula, aku mengajukan pertanyaan itu.

"Lalu kenapa kamu dan Emir ingin agar aku menjadi regal knight atau bangsawan atau mengajukan pertanyaan apakah aku ingin menikahi putri bangsawan?"

Tuan Putri Yurika tersenyum kecil. "Aku ingin kamu menjadi bangsawan karena aku merasa kamu berkompeten. Emir ingin kamu menjadi regal knightnya karena dia berpikir kamu baru akan menang pada battle royale selanjutnya. Meski dia tidak berpikir kamu akan kalah, tapi dia tidak bisa sepenuhnya yakin kalau kamu akan menang. Dan yang terakhir, tentang pertanyaan Emir, dia ingin memastikan apakah kamu tegas dengan pendirianmu seperti yang dia duga."

Akhirnya tehnya sudah siap. Aku meletakkan teko dan cangkir dengan gula di atas nampan dan bersiap untuk membawanya.

"Oleh karena itu, aku berterima kasih karena kamu telah mengabulkan permintaannya. Dan tolong jaga adikku ya."

Tuan Putri Yurika melihat ke arahku dengan sebuah senyuman. Dia menunjukkan sebuah senyuman bahagia dan lega. Aku mendapatkan perasaan kalaupun aku menolaknya, dia pasti akan mengungkit soal hutang dimana aku dibiarkan lolos dengan uang seratus ribu Zenith per bulan. Dia tahu aku memikirkannya.

"Aku belum bisa berjanji karena saat ini, aku sendiri tidak memiliki perasaan terhadap Emir."

"Jangan khawatir, kamu pasti akan jatuh hati padanya cepat atau lambat."

Aku meragukannya. Bahkan saat ini aku tidak memiliki pandangan yang cukup tinggi soal Emir.

"Dan lagi..." aku menggumam pelan.

Bersambung

avataravatar
Next chapter