1 Naura

Plak....

Naura menyentuh pipinya yang kini sudah memerah karena tamparan keras dari Adi- papa Naura. Wajah Naura sudah basah dengan air mata yang terus keluar, dia tidak menyangka jika papanya akan melakukan hal seperti ini padanya hanya karena wanita yang kini sudah menjadi ibu tirinya.

"Kamu selalu buat masalah. Bisa ngak sih kamu hormatin sedikit mama baru kamu? Kamu bukan anak kecil lagi Naura." Ucap Adi sambil terus menatap tajam Naura, lalu memeluk wanita yang tadi disebut sebagai mama baru Naura itu.

"Naura ngak nyangka papa bakal ngelakuin ini sama Naura cuman karena cewek gatel...."

Plak....

Sekali lagi wajah Naura harus mendapat tamparan dari papanya. Wajah Naura semakin panas dan juga merah.

"Kamu udah kelewatan Naura. Dia ini mama kamu, kenapa kamu ngomong seperti itu hah?" Bentak Adi lagi sambil mengusap punggung perempuan yang ada di pelukannya.

"Maafin Naura ya sayang. Ucapan dia ngak usah kamu masukin kedalam hati kamu." Ucap Adi yang di balas anggukan manja wanita di pelukannya.

"Hahahahahahahah, hebat, luar biasa." Ucap Naura sambil bertepuk tangan.

"Hebat pa, hebat. Sampai hati papa tampar Naura cuman karena dia? Naura yang udah nangis sesenggukan, Naura yang udah papa tampar berapa kali, ada ngak papa tenangin kayak gitu? Ada ngak usaha papa buat minta maaf ke Naura karena udah bikin Naura sakit hati? Sedangkan dia? Dia ngak kenapa-napa pa, dia baik- baik aja. Kenapa papa malah nenangin dia dan minta maaf sama dia? Kenapa bukan Naura yang papa tenangin? Kenapa bukan Naura yang papa peluk? Naura ngak habis pikir sama papa." Jeda Naura sambil menarik nafas sesak.

"Dan mungkin untuk kesekian kalinya Naura bilang sama papa, dia bukan mama Naura, walaupun mama Naura udah meninggal, tapi mama Naura cuman ada satu ngak ada yang lain." Ucap Naura melanjutkan ucapannya.

"NAURA!!!" Teriak Adi membentak Naura.

"Dan Naura tau, Naura ini bukan siapa siapa lagi di hidup papa. Papa udah ngak kenal sama Naura lagi, dan itu semua karena cewek ini."

"Naura!! Kamu benar- benar sudah kelewatan. Mulai hari ini kamu bukan anak papa lagi, dan mulai hari ini kamu keluar dari rumah papa." Bentak Adi.

"Ya... Ini yang Naura tunggu tunggu pa. Sejak mama meninggal karena ulah kalian berdua, Naura emang udah ngak ada alasan lagi untuk tinggal di sini , apalagi sama orang orang yang ngak punya hati kayak kalian." Ucap Naura sambil berjalan menuju kamarnya.

Hati Naura benar benar sakit. Papanya benar benar sudah tidak mengharapkan dia lagi, papa Naura yang sekarang sudah berbeda, dan itu semua karena wanita itu.

Ma.. Naura mau ikut mama aja, Naura udah ngak sanggup sama semua ini.Naura capek ma, capek...- Batin Naura sambil memasukkan baju bajunya kedalam koper miliknya.

Naura menuruni tangga rumahnya dengan penuh air mata. Dia berjalan melewaati papanya yang sedang berdiri tepat di bawah tangga.

"Mau kemana kamu Naura?"

"Loh, papa kenapa masih nanya Naura? Bukannya tadi papa sendiri yang ngusir Naura? Dan Naura juga udah bilang sama papa, semenjak mama meninggal, Naura udah ngak punya alasan lagi untuk tinggal di rumah ini." Ucap Naura berjalan sambil menyeret kopernya.

"Hahahahaha, kamu terlalu percaya diri untuk keluar dari rumah ini Naura. Papa akan liat, sampai berapa lama kamu bisa bertahan di luar sana tanpa uang papa."

Naura langsung menghentikan langkahnya saat mendengar ucapan papanya. Naura langsung membalikkan badannya menghadap papanya.

"Papa liat aja nanti. Naura ngak akan pernah kembali ke rumah ini, Naura bakal buktiin ke papa kalau Naura bisa hidup tanpa uang papa. Dan Naura cuman mau bilang, semoga keluarga papa sama istri baru papa itu langgeng langgeng aja. Tapi Naura mau ingetin sama papa, papa hati hati sama semua harta papa, karena Naura tau, di rumah ini ada orang yang diem diem udah ngincer harta papa dari dulu." Ucap Naura sambil menatap wanita di samping papanya itu dengan tatapan merendahkan.

"Heh, maksud kamu apa ngomong tentang saya kayak gitu?" Ucap wanita itu yang sejak tadi hanya diam menyaksikan pertengkaran Naura dengan papanya.

"Perasaan tadi gue ngak ada nyebut nama deh, kok lo bisa bilang yang gue maksud itu lo sih? Lo sadar diri ya? Bagus deh kalo gitu."

"Diam kamu Naura. Lebih baik kamu pergi sekarang. Papa sudah tidak mau melihat wajah kamu lagi, kelakuan kamu sudah seperti anak yang tidak pernah dapat didikan sama sekali."

"Naura selalu dapat didikan dari mama, papa yang ngak pernah ngasih didikan sama Naura sedikitpun. Harusnya papa sadar kalau selama ini papa selalu sibuk sama urusan papa sendiri, apalagi semenjak ada dia." Ucap Naura mengarahkan jari telunjuknya pada wanita yang sejak tadi hanya menempel dengan papanya.

"NAURA CUKUP!!!! SEKARANG JUGA KAMU KELUAR DARI RUMAH INI!!!" Bentak Adi dengan suara tingginya.

Tanpa mengucapkan sepatah katapun, Naura langsung menyeret kembali kopernya dan pergi meninggalkan rumah itu. Saat Naura sudah berada di gerbang rumahnya, Naura memandang rumahnya sejenak, sebersit kenangan kenangan yang pernah dia lalui bersama mama papanya sebelum kehadiran wanita jalang itu terbayang di pikiran Naura.

Tanpa Naura sadari, air matanya kembali mengalir di pipi chuby gadis itu. "Ma, Naura pamit ya. Naura mau nunjukin ke papa kalau Naura itu ngak butuh duit dia. Naura mau nunjukin ke papa, kalau pilihan papa itu salah."

Naura mengambil ponsel yang ada di saku jaketnya lalu mencoba menghubungi sebuah kontak yang ada di sana.

"Halo?? Kenapa Ra? Tumben kamu nelfon kakak." Terdengar sebuah suara dari dalam telepon Naura.

"Ka Ervin, hiksss."

"Naura? Kamu nangis? Kamu kenapa? KAMU KENAPA? JAWAB KAKAK ,KAMU KENAPA NAURA!!" Orang yang berbicara dengan Naura itu terdengar sangat panik saat mendengar Naura yang sedang menangis.

"Kak Ervin, Naura mau ikut sama kakak aja. Naura ngak mau lagi tinggal sama papa. Naura mohon kak, hikssss.." Ucap Naura sesenggukan.

"Maksud kamu apa? Kamu mau tinggal di Jakarta?"

"Iya kak, Naura mohon."

"Tapi kalau Naura pindah ke Jakarta, sekolah Naura gimana nanti?"

"Naura lanjut sekolahnya di Jakarta aja. Naura janji, Naura ngak akan ngerepotin ka Ervin kok disana."

"Kakak ngak pernah merasa di repotin sama kamu Naura. Ya udah, kalau gitu kamu kapan berangkat ke Jakarta?"

"Secepatnya kak. Kalau bisa hari ini juga, tapi kalau emang ngak bisa Naura bisa nginep di hotel untuk beberapa hari." Ucap Naura.

"Kakak akan pesan tiket kamu sekarang, lebih baik kamu langsung ke Bandara aja. Kakak akan usahain dapat tiket yang paling cepat."

"Ya udah. Makasih ya ka Ervin. Naura bakal jalan sekarang."

"Ya udah, hati hati di jalan. Dan kamu jangan sedih lagi, ada kakak yang bakal bantu kamu, oke?"

"Iya kak. Makasih ya."

"Sama sama." Naura langsung mematikan sambungan teleponnya dan bergegas berangkat menuju bandara.

Sepanjang perjalanan menuju bandara, Naura hanya melamun. Naura sama sekali tidak berniat berbicara walaupun supir taksi yang dia pesan mengajaknya untuk bicara.

Hati Naura benar benar sakit saat tahu bahwa papanya sendiri lebih memilih wanita yang menjadi dalang di balik hancurnya keluarga Naura yang awalnya sangat harmoni.

Yang semakin membuat hati Naura hancur adalah saat bayangan bayangan ketika mamanya harus meregang nyawa saat tahu kelakuan suaminya dan wanita jalang itu.

Naura tidak habis pikir kalau papanya sampai tega mengusirnya hanya karena wanita itu. Sakit... itulah yang dirasakan Naura saat ini. Naura ingin sekali membenci papanya, tapi entah kenapa, Naura masih memiliki rasa sayang dengan papanya.

Mungkin inilah yang namanya ikatan darah, sebesar apapun kesalahan yang sudah papanya lakukan, dan sebesar apapun usaha Naura untuk membenci papanya semua itu tidak akan berhasil, Naura tetap saja masih memiliki rasa sayang di dalam hatinya.

avataravatar
Next chapter