1 Prolog

"Mamah, Aii berangkat dulu yaa" pamitku seraya mencium hormat punggung tangannya. Nadien, selaku Mamahku tersenyum seraya melambaikan tangan. Aku yang terlalu bersemangat segera mengayuh sepeda kuat-kuat.

Selama perjalanan menuju sekolah, aku sempat mengunjungi rumah tua di sudut kota. Tempat itu menjadi syurga untuk orang-orang Introvert. Ya, karena di tempat tersebut orang-orang seperti itu dapat bebas berekspresi tanpa ada seorang pun yang melihatnya. Dan, tujuanku ke tempat tersebut karena hanya ingin memberi makan burung merpati yang ada di setiap dahan pohon cemara.

Saat aku ingin mengayuh sepeda kembali, aku melihat seorang laki-laki memakai seragam yang sama sepertiku, seragam SMA Azharian.

Laki-laki itu tengah mengemas barang-barangnya kedalam totte bag. Dan sepertinya barang-barang tersebut adalah perlengkapan melukis.

Tak kuhiraukan, dengan segera aku mengayuh sepeda sebelum terlambat. Lampu merah mengharuskanku untuk menunggu sebentar, dan di saat itulah, aku bertemu laki-laki yang tadi tengah mengemasi barang-barangnya.

Wajah Laki-laki itu tidak begitu asing di mataku, dan sepertinya aku sering melihatnya di sekolah.

Lampu merah kini berganti hijau, tanpa jeda panjang aku segera meluncur secara kilat.

Sesampainya di kelas, aku bertemu kedua sahabatku yang sudah datang lebih dulu. Mereka adalah Rara dan Sherly, kedua anak yang begitu ambis di mataku. Dan, sudah bisa ditebak bukan apa yang tengah mereka lakukan sekarang? Ya, tengah sibuk belajar untuk mata pelajaran yang pertama.

"Assalamualaikum, " salamku seraya tersenyum. Rara pun menjawab salamku, dan Sherly hanya tersenyum menyambut kehadiranku. "Gimana mentalmu pagi ini? cukup baik buat ngejar UGM kah?" tanya Rara seraya menaikkan kedua alisnya. Aku dan Sherly pun tertawa. "Cukup baik, gimana dengan yang nanya?" tanyaku kembali. "Sangat baik!" jawab Rara lantang. Sherly langsung membawakan tasku, dan ia taruh di samping kursinya. "Silahkan duduk tuan putri," ledek Sherly seraya tertawa kecil. "Makasih Sher, " ucapku seraya memeluk hangat tubuh Sherly. "Aku nggak diajak?" tanya Rara seraya memanyunkan bibirnya. Tanpa basa-basi, segera kurangkul bahu Rara.

"Petang ini, kalian mau baca buku apa?" tanya Sherly dengan ceria. Sherly memang anak yang paling ceria diantara kami bertiga, ia kadang suka berteriak, melompat-lompat kecil, dan ia adalah orang paling mudah mengembalikan mood seseorang dengan hanya mengeluarkan tingkah konyolnya.

"Hmm. Mungkin buku yang menyangkut biologis," jawab Rara. Sudah terlihat anak IPA banget bukan? Rara memang sangat ahli dalam bidang tersebut, seringkali diikut sertakan dalam OSN MIPA oleh guru di sekolah ini.

"Wah. Keren Raa, kalau Aii mau baca buku apa??" tanya Sherly. Aku tersenyum, lalu menjawab pertanyaannya. "Kayaknya, aku enggak baca buku deh nanti di perpus, cuma mau numpang cairin ide buat nulis," jawabku seraya tertawa kecil. "Wah. Ide bagus Aii," ucap Sherly mengapresiasi. "Kalau Sherly sendiri mau baca buku apa?" tanyaku. Sherly sedikit berdekhem, "Soshum, mau tau kenapa?" tanya Sherly. "Karena, aku 'kan masuk jurusan IPA sedangkan tujuan masa depan aku nanti diharusin IPS. Jadi, aku mau ngejar dari sekarang," ucapku dengan Rara berbarengan. Sherly sedikit tertegun mendengar pelafalan kalimat yang sering ia ucapkan. "Wahh, hebat!" ucap Sherly seraya bertepuk tangan dengan wajah datar. "impresif" ledek Rara seraya tertawa. Dan, kami pun segera menuju perpustakaan sekolah.

Setelah beberapa waktu menemani Rara dan Sherly memilih buku, aku hanya berkeliling perpustakan mencari sebuah ide. Saat itu aku tengah sibuk memperhatikan Geng Sosialita yang tengah berkumpul di salah satu lorong rak buku bertuliskan Novel.

Saat itu pula, aku melihat seorang Siswa yang tengah kesulitan membawa setumpuk buku di tangannya. Aku pun menghampirinya berniat untuk meringankan beban yang ia pegang.

"Petang, Kak. Mau saya bantu?" tanyaku.

"nggak," jawab laki-laki tersebut.

Alisku terangkat. "Aneh,"

avataravatar
Next chapter