webnovel

DUA

Kirana sibuk menyiapkan beberapa pakaian ganti yang harus dikenakan Dylan dan Alva saat syuting. Dan hari ini adalah kali pertama ia melihat syuting sungguhan−yang sudah berlangsung setengah hari. Ia juga memperhatikan sutradara yang terlihat puas dengan akting Alva yang begitu mengagumkan, tanpa salah.

Kirana, kamu lihat Dylan nggak?" Manajer Koh terlihat sedikit panik. Saat berangkat Dylan tidak ikut, karena ada urusan mendadak. Bahkan sebagai manajer, laki-laki itu tidak tahu apa yang dilakukan artisnya. Karena tidak semua hal harus diketahui terlebih menyangkut masalah pribadi si artis.

"CUT!" teriak sutradara. Sambil duduk matanya tidak berhenti melihat sekeliling lokasi syuitng yang dilakukan di sekitar kampus. "Kemana si Dylan?" wajahnya yang tadinya sumringah langsung berubah kesal. Banyak kru yang mengeluhkan Dylan belakangan ini. Ia sering datang terlambat ke lokasi syuting.

"Ya gue disini!" jawab Dylan. "Maaf telat," ia membuka kacamata hitam serta jaket kulitnya−melemparkannya begitu saja pada Kirana yang tepat berdiri di belakangnya. Dengan cekatan Kirana merapikan jaket kulit tersebut, lalu berlari mengikuti Dylan untuk menyerahkan pakaian yang harus dikenakan.

"Dylan, ini ganti pakaian kamu dengan kemeja biru!" Kirana mengikuti langkah Dylan yang begitu cepat ke tempat sutradara. Wajahnya sedikit panik, karena suasananya sangat ricuh. Sutradara yang uring-uringan, belum lagi para mahasiswi yang menonton adegan syuting tersebut. Membuat Kirana menjadi canggung.

"Jangan panik. Santai aja, nanti juga biasa." Alva tersenyum−mengambil kemeja untuk Dylan lalu tangannya melambai pada mahasiswi yang memperhatikannya dan selalu meneriaki nama mereka. Saat ia melambaikan tangan, spontan semua para wanita itu berteriak. Kirana tersenyum menang pada dirinya sendiri, seandainya ia tidak menjadi asisten pasti ia sudah menjadi salah satu bagian dari mereka. Hanya bisa berteriak hingga tenggorokan kering, tanpa bisa mendekati Alva.

Tanpa disadari, Kirana mendesis pelan. Matanya melirik ke arah Dylan yang berdiri cukup jauh jaraknya.

"Kenapa?"

Kirana menggeleng cepat. "Semangat!" ia tersenyum lebar pada Alva. Dengan sedikit berlari, ia menjauh dari tempat pengambilan gambar. Dan mencari tempat untuk duduk menonton Alva dan Dylan saling beradu akting dalam pembuatan video klip, tentu saja dengan seorang model wanita yang cantik. Kirana menunggu dengan penuh semangat hingga syuting selesai.

Dentuman musik dalam ruangan kedap suara dan lampu disko yang terus berputar membuat suasana lebih ramai dan seru. Manajer Koh sangat ekspresif dalam bernyanyi. Dengan tubuhnya yang cukup gemuk ia bisa bergoyang mengikuti irama lagu yang ia nyanyikan semua kru menyorakinya, termasuk Alva. Mereka semua melepas lelah setelah menjalani syuting beberapa hari. Dan Kirana terus memandangi Alva saat bernyanyi dari sudut sofa. Ia memilih duduk di sudut, karena tidak terlalu menikmat suasana saat itu. Meski penyanyi Alva tidak sombong saat bernyanyi dengan para kru yang suaranya fals.

"Manajer Koh, Dylan kemana?" tanya Kirana yang tidak melihatnya sama sekali sedari awal pesta karaoke dimulai.

Manajer Koh mengangkat kedua bahunya. "Mungkin di toilet," Kirana menganggukkan kepalanya pelan. Ia segera beranjak dari tempat duduknya. "Kamu mau kemana?" Manajer Koh menarik ujung baju Kirana hingga membuatnya sedikit kusut.

"Toilet!" seru Kirana, suaranya tenggelam karena pengeras suara. Ia sendiri tidak nyaman karaoke seperti ini, karena ia tidak mengenal mereka semua dengan baik.

Ia berjalan disepanjang koridor yang kiri dan kanannya terdapat ruang-ruang karaoke lain. Sesekali matanya memandang langit-langit yang terdapat lampu berwarna−terlihat mewah dengan cahaya keunguan. Sampai ia melewati sofa tunggu untuk pengunjung. Kirana melihat Dylan sedang duduk termangu seorang diri. Sesekali laki-laki itu menyesap minuman dari kaleng soda yang ada ditangannya, wajahnya terlihat sedih. Tanpa peduli, Kirana terus berjalan menuju toilet. Ia merapikan rambut serta poninya, lalu keluar dan masih melihat laki-laki itu duduk termangu tidak merubah posisinya sama sekali. Baru kali ini ia melihat raut wajah Dylan berbeda dari biasanya. Bukan urusan gue. Ia melangkah tidak peduli, tapi langkahnya terhenti, ia berdecak sebal pada dirinya sendiri.

Kirana berdiri tepat di sebelah laki-laki itu, tapi ia tetap tidak menyadari keberadaan dirinya itu. "Hei?" sapanya. Tapi Dylan tetap diam tidak bergeming. Ia masih melamun, tatapannya kosong. "Hei!" panggil Kirana sekali lagi.

Dylan mengerjapkan mata dan mengusap wajahnya dengan kasar. "Apa sih?"

"Kamu nggak gabung sama yang lain?"

"Nggak," Dylan menenggak sisa minumannya.

"Kamu nggak apa-apa?"

Dylan menoleh pada gadis mungil yang ada di sampingnya−mengernyitkan alisnya. "Bukan urusan lo," mendengar jawaban Dylan membuatnya kesal. Ia mendesis pelan. Ia menyesal telah peduli pada laki-laki seperti itu.

"Oke, kamu ini orang paling menyebalkan yang pernah aku temui. Ternyata Dylan asli itu nggak seperti yang orang bayangkan di televisi."

"Oh ya?"

Kirana pergi meninggalkan Dylan yang masih tidak bergeser sedikitpun dari tempat duduknya. Untuk sesaat Kirana sempat menoleh pada laki-laki itu dan berkerut samar.

Sebenarnya kirana masih ingin lebih lama menikmati kebersamaannya dengan Alva, tapi mata dan tubuhnya sudah tidak sanggup lagi karena lelah. Ia melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Ia tidak pernah tidur selarut ini sebelumnya.

"Mau kuantar pulang?" Tanya Alva yang menyadari sedari tadi Kirana selalu melihat jam tangannya.

"Ah, nggak perlu. Aku bisa pulang sendiri," Kirana beranjak dari tempat duduknya dan menyapa semuanya, lalu bergegas keluar dari ruang karaoke. Saat tiba di ruang tunggu, matanya langsung menyapu ruangan tersebut dan ia sudah tidak melihat Dylan berada di sana. Kirana bergumam pelan pada dirinya sendiri karena mencari keberadaan laki-laki itu.

"Hei kelinci!" Dylan menepuk bahu Kirana pelan. "Nyariin gue ya?"

"Nggak," jawab Kirana yang tidak ingin mengobrol lebih lama lagi dengan laki-laki yang berada di sebelahnya itu.

"Mau pulang?"

"Mm,"

"Kirana, aku anterin pulang aja ya?" tiba-tiba Alva muncul menghampiri mereka berdua.

"Manajer Koh?"

"Dia menumpang mobil salah satu kru kenalannya," jelas Alva, lalu melemparkan padangannya pada Dylan yang berdiri mematung di sebelah Kirana dengan tatapan tidak peduli. "Lo juga mau pulang?"

"Nanti."

"Ya sudah, kita pulang duluan." Alva berjalan lebih dulu dan tangannya mengisyaratkan Kirana agar mengikutinya.

Dengan penuh semangat Kirana mengikutinya sambil berlari kecil, tapi Dylan menarik lengan jaketnya dan berbisik, "Jangan terlalu banyak berharap sama dia."

Kirana membuka mulut hendak membantah perkataan Dylan, tapi laki-laki itu sudah berjalan meninggalkannya. "Sok tahu,"gumannya kesal.

Next chapter