24 Ancaman Kembali

Tapi banjir aneh itu telah tak mengenal kompromi.

Arusnya yang deras kini mulai menghantam pondok tempat mereka berlindung.

Pondok itu bergoyang-goyang dihempas oleh arus yang bergolak-golak yang semakin meninggi mencapai separuh dindingnya.

Lusia terus berpegangan erat pada tiang pondok sambil menjerit-jerit ketakutan.

Air bah tiba-tiba datang menghantam. Pondok itu bergoyang keras. Beberapa bagian dindingnya terlepas.

Lusia kembali menjerit panik sambil terus berpegang erat pada salah satu tiang. Salah satu tangannya yang lain memegang tanduk rusa itu yang terlihat mematung melihat banjir yang begitu dahsyat.

"Rusaaa....! Rusaaa!" Lusia terus berpegang pada tanduk rusa. Ia menangis tersedu-sedu karena ketakutan. "Tolonglah! Siapapun kau penyebab kutukan ini aku minta ampun kepadamu! Aku salah telah mentangmu! Aku minta maaf! Aku minta ma-aaaaaaf!"

Pondok tempat mereka berlindung pecah dihantam air bah.

Lusia dan rusa terlempar ke hutan kembali, dan mengapung di air deras. Lusia berenang panik di tengah hutan yang banjir. Tangannya berusaha menggapai kesana kemari. Tapi banjir bah itu menyeret tubuhnya melewati pepohonan.

Malam yang gelap, di tengah hutan yang banjir, hanya bertemankan seekor rusa menjadi teror mental bagi Lusia. Tapi ia tak bisa berbuat apa-apa selain menjerit-jerit panik sambil berusaha terus berenang mengimbangi arus yang terus-menerus deras.

Sampai suatu ketika....

Tubuhnya kini meluncur keluar dari area hutan, dan kini ia justru berada di tengah-tengah sungai!

Tubuhnya terseret arus yang deras. Rusa itu berusaha keras menghampiri dirinya.

"Rusa!" Lusia berteriak. Tubuh gadis itu timbul tenggelam berusaha menggapai rusa yang berusaha menyelamatkannya. Tapi posisinya semakin menjauh dari hewan ajaib itu.

"T-tolooooong!"

Sesuatu terasa menarik kakinya ke dalam air, seperti berusaha menenggelamkannya. "Oh! Blp

...!

Lusia membelalakkan mata di dalam air, berusaha melihat apa yang menyebabkannya tenggelam.

Sesosok bayangan hitam dari dalam air memancarkan mata bercahaya kemerahan. Tidak jelas karena di dalam air gelap, hanya terlihat dua larik sinar merah itu saja, namun dari situ Lusia sudah paham. Ada yang tidak beres di dalam air itu!

Ia berusaha keras berontak. Cengkeraman jari-jari berkuku panjang semakin keras mencengkeram kakinya.

Sosok lain yang lebih besar menyusulnya ke dalam air. Sosok dengan tanduk bercabang.

Itu rusa! Hewan itu berusaha menyelamatkannya!

Dengan sekuat tenaga ia menyepak-nyepak ke bawah, menepiskan cengkeraman tangan berkuku di kedalaman air.

Cengkeraman itu terlepas dan ia dengan sekuat tenaga pula menggapai kaki rusa yang berenang di atasnya.

Binatang itu menyeretnya ke tepian sungai. Lusia menangis sambil terus memeluk erat leher rusa itu yang berusaha keras melawan arus.

Mereka sudah sampai di tepi, Lusia bergegas meraih sebatang ranting yang menjulur di tepian sungai.

"Kau harus terus bersamaku! Kita bersama-sama berjuang melawan kesulitan ini!" teriak Lusia. Tubuhnya terlihat menggigil kedinginan, tapi ia sendiri merasa heran kenapa sampai sejauh ini dirinya masih selamat.

Dilihatnya rusa itu terduduk di rerumputan di tepi sungai kelelahan.

"Kita harus menjauhi tepian sungai!" Lusia menyeret tanduk rusa itu menuju ke daratan hutan lebat. "Aku merasa tak baik bagi kita berdua di tepian sungai. Di sini banyak buaya. Dan juga siluman air!"

Ia terengah-engah sambil terus menyeret rusa itu yang tertatih-tatih mengikutinya. Entah mengapa ada perasaan bahwa hewan itu sangat berharga dalam hidupnya saat ini. Ia mati-matian ingin rusa itu selamat dan terus bersamanya.

"Ooohhh!" Lusia terperangah saat melihat kawasan hutan itu banyak terdapat tulang belulang yang menggantung di pepohonan. Sebagian adalah tulang hewan dan sebagian lagi sepertinya tulang manusia.

Di sebagian sela-sela pepohonan juga terdapat undakan-undakan batu entah untuk keperluan apa. Di situ juga banyak terdapat simbol-simbol yang tidak dimengerti Lusia apa artinya.

Genangan air dengan cepat surut. Semburat cahaya subuh juga begitu cepat terlihat. Lusia terheran-heran, dan cepat-cepat ia mengamati arloji kecilnya. Ternyata sudah pukul empat dinihari!

Semburat matahari semakin terang, dan ia terbelalak saat memandang sungai yang airnya semakin surut, namun arusnya masih deras.

Di situ terlihat puluhan dan bahkan mungkin ratusan sosok-sosok tubuh yang mengapung dan hanyut terbawa arus. Sepertinya....

Dan Lusia semakin membelalakkan matanya!

Itu adalah puluhan jasad manusia yang mengapung di permukaan sungai!

Astaga! Apa yang terjadi?

Ia lebih memfokuskan pengamatannya.

Beberapa sosok yang mengapung di sungai terlihat tersangkut dahan pohon, dan ia lebih jelas melihat kondisinya. Tubuh-tubuh itu semuanya tanpa kepala, beberapa di antaranya tanpa lengan dan kaki, dengan perut terburai.

Lusia mundur selangkah dengan perut mual. Ia menarik nafas dalam-dalam. Cukup banyak sudah kejadian-kejadian ganjil yang ia lihat! Dan semuanya rata-rata mengerikan!

Itu adalah penduduk kampung sekitar yang dibunuh secara sadis! Entah siapa pelakunya. Lusia geleng-geleng kepala.

Apakah ini juga bagian dari kutukan?

Lama ia menatap rusa yang asik memakan daun semak di dekatnya. Apakah rusa ini juga bagian dari kutukan itu? Pikirnya.

Sembari mengerutkan alis ia mengamati lokasi di sekitarnya. Sepertinya lokasi itu adalah sebuah tempat yang digunakan untuk ritual-ritual tertentu.

Ia menatap tulang-tulang yang menggantung di pepohonan dan tertiup angin hingga bergoyang-goyang. Apakah binatang-binatang itu ditumbalkan oleh orang-orang di masa lalu?

Dan ia sedikit terkesiap saat menatap tulang-tulang manusia yang juga menggantung di pepohonan itu!

Berarti juga tumbalnya manusia!

Ia melangkah agak masuk dan semakin banyak ia temui patung-patung berbentuk tak keruan yang ada di sela pepohonan. Patung-patung itu terbuat dari kayu yang tampak lapuk dimakan usia.

Ada sebuah pohon besar yang tinggi menjulang di tengah-tengah hutan itu. Pada bagian bawah pohon itu tepatnya di bagian akarnya terdapat sebuah lubang besar menyerupai sebuah goa.

Pada kulit pohon itu terdapat sebuah tulisan dan bahasa suku Dayak setempat.

Lusia mengerutkan alis membacanya karena tulisan berupa goresan itu sudah agak kabur. Tapi ia bisa membacanya dan mengerti maksud tulisan itu.

"MASUK HUTAN INI BERARTI TAK BISA KEMBALI SELAMANYA"

Ia menghela nafas lagi. Apakah kawasan ini juga merupakan bagian dari kawasan terlarang? Pikirnya.

Ia terduduk di bawah pohon. Berusaha menenangkan dirinya. Lama ia termenung di sana sambil terus mengingat runtutan kejadian demi kejadian yang ia alami. Sehingga akhirnya ia mengambil kesimpulan bahwa dirinyalah bersama Hendra yang menyebabkan semua kutukan ini bangkit kembali.

Ia telah bersalah dan banyak korban jatuh karena ulahnya!

Ia bangkit berdiri dengan dada yang terasa sesak. "Kalau aku yang menyebabkan semua kutukan ini, berarti aku jugalah yang bisa menghentikan kutukannya...!" desisnya sendiri. Tiba-tiba kepercayaan dirinya kembali bangkit.

avataravatar
Next chapter