4 Ada Apa Dengan Hendra?

"Aku akan masuk ke dalamnya. Ini semakin menarik," Hendra berkata sambil melangkah ke dalam lubang persegi.

Dengan  cepat pemuda itu menghilang ke dalamnya. Meninggalkan Lusia yang mulai merasa cemas karena ditinggal sendirian.

"Hen, jangan lama-lama. Aku takut!"  Lusia berteriak dari luar.

"Aku tidak lama. Tunggu saja...!" Hendra menyahut dari dalam. Terdengar suaranya bergaung, pertanda lubang itu tampaknya seperti ruangan.

Lusia menarik nafas panjang. Ia sebenarnya ingin melarang Hendra memasuki lubang itu karena perasaannya mulai tidak enak. Namun di sisi lain ia merasa tak punya hak mengatur pemuda itu karena dirinyalah yang memaksa ikut pemuda itu ke hutan ini.

Satu menit, dua menit, tiga menit, hingga empat menit,  Lusia menunggu dengan perasaan khawatir, Hendra belum nampak batang hidungnya.

"Hendra...?" Lusia memanggil ke dalam lubang. Suaranya bergaung di dalam lorong misterius itu.

Tapi tak ada sahutan dari pemuda itu. Lusia mengerutkan alis. Kemana Hendra? Apakah pemuda itu sengaja menakut-nakuti dirinya dengan cara tidak merespon panggilannya?

Lusia tersenyum kecut. Kalau memang ya seperti itu,  berarti ada  sedikit perhatian dari pemuda itu terhadap dirinya. Aha!

Rasa cemas Lusia sedikit berkurang dengan hadirnya pikiran itu di kepalanya.

"Hendra! Uy, jangan kelamaan di situ!" Ia menjenguk ke dalam lubang.

Lagi-lagi tak ada sahutan. Hatinya mulai bimbang. Jangan-jangan Hendra tak mendengar oleh suatu sebab, bukan karena ingin mempermainkan dirinya.

Ia kebingungan sendiri. Perlahan-lahan gadis itu mundur dan duduk dengan lesu di rerumputan di samping bangunan batu. Pandangannya terlihat resah.

"Apa yang terjadi dengan Hendra?" desisnya.

Rusa jinak itu mendekatinya dan duduk di sampingnya. Menjilati lengan gadis itu, hingga gadis itu tertawa. Dan balas membelai rusa itu. "Kau lah pelipur laraku. Maukah kau menjadi sahabatku selamanya?" bisiknya sambil mengucak-ucak kepala binatang itu.

Anehnya hewan itu merebahkan kepalanya yang bertanduk panjang di pangkuan Lusia, seperti ingin bermanja.

Lusia terkesima.

"Kau ini siapa? Aku tak yakin kalau kau penghuni asli hutan ini. Kau begitu jinak tak seperti hewan liar kebanyakan," desisnya. Ia menatap ke arah mata rusa itu dengan pandangan  takjub.

Sejak awal ia memang merasa aneh dengan keberadaan rusa itu. Yang dengan sikapnya yang tak mungkin kalau hewan itu adalah hewan hutan.

Menit demi menit berlalu, membuat Lusia semakin gelisah. Berulang kali ia berjalan mendekati lubang di tengah bangunan batu dan melongokkan kepalanya ke sana. Berulang kali pula ia meneriakkan nama Hendra di sana, namun tetap tak ada respon.

"Kemana kau Hendra?! Jawab dong aku! Aku mulai takut nih!" Lusia mulai frustasi.

Ia terduduk lesu bersandar di dinding lubang tempat Hendra mencemplungkan dirinya.

Angin kencang kembali berhembus. Membawa serpihan daun-daun kering dan ranting. Petir di langit tiba-tiba menggelegar, awan terlihat mendung.

Tampaknya akan turun hujan dengan lebat.

Ia sebenarnya ingin kembali ke

tepian sungai, untuk meminta bantuan kepada Martinus, tapi ia takut berjalan sendirian di hutan.

Masuk ke kawasan itu saja karena barengan  dengan  Hendra. Gadis itu akhirnya hanya bisa terduduk pasrah, sambil ditemani oleh si rusa jinak.

avataravatar
Next chapter