14 14

"Kalau sampai itu terjadi, maka akan membangkitkan kutukan yang telah dijaga semua orang selama kurun waktu ratusan tahun..." si nenek kembali merebahkan kepalanya setelah sempat beberapa saat mengawang di atas bantalnya.

Paru-paru si nenek tampak kembang-kempis, pertanda kesal, membuat bulu kuduk pemuda itu merinding.

Lusia tak terlihat lagi di ambang pintu. Entah ia pergi kemana. Mungkin ia tidak tahan melihat pemandangan yang mengerikan itu.

"Aku tidak paham, kenapa itu sampai terjadi," Hendra terus memancing jawaban si nenek karena rasa penasaran.

Si nenek tampak menarik nafas panjang. Paru-parunya yang berlendir tampak kembang kempis mengikuti irama nafasnya. "Kau pikir aku tahu semua itu?" si nenek tertawa. Terdengar agak sinis. "Baik, kalau kau ingin tahu sedikit sejarahnya. Tapi cerita ini kudengar dari kakekku juga, kalau kau ingin tahu umurku ini hampir mencapai dua ratus tahun... jadi kurasa sejarah tanah terkutuk itu sudah lama sekali terdengarnya, tapi aku tak berani memastikan kebenarannya, " kepala lengkap dengan jeroannya itu kembali terbatuk-batuk.

Kepalanya kembali bergeser ke arah Hendra. "Kata kakekku hutan itu menyimpan jasad seseorang yang diyakini adalah sosok dewa yang dipuja-puja penduduk pada masa lampau..."

Lusia terlihat melangkah masuk kembali ke dalam gubuk. Ia sepertinya menguping pembicaraan sejak tadi, namun karena tertarik ia kembali masuk.

Tapi ia tak berani memandang ke arah si nenek yang tampaknya mulai asik bercerita meski harus menahan sakit.

"Dulu ada sosok perempuan yang konon kabarnya ia turun dari langit melalui perantaraan pelangi. Yang oleh penduduk kemudian dianggap sebagai dewa karena kedatangannya yang dianggap ajaib. Ia lalu dipuja-puja. Selain memiliki kekuatan mistis yang tinggi, ia juga memiliki kecantikan yang luar biasa tiada tara. Yang berakibat siapapun yang memandangnya akan jatuh cinta setengah mati sampai tergila-gila. Bahkan rela melakukan apa saja demi mendapatkan cintanya..." sampai di situ kepala berjeroan itu tertawa mengikik, seakan-akan mengejek ceritanya sendiri.

"Tahu tidak? Ini benar-benar konyol aku rasa! Seseorang yang dianggap dewa tapi sekaligus dicintai dan ingin dimiliki?" Paru-paru si nenek kembali kembang-kempis. "Dadaku terasa sakit... aku lama sekali tidak bertemu tubuhku..." rintihnya.

Hendra menarik nafas panjang. Terpaku mendengar cerita si nenek yang nyaris tidak masuk di akal.

"Kau tidak bosan mendengar ceritaku?" si nenek kembali menaikkan kepalanya ke arah Hendra. Pemuda itu sedikit meringis, tapi ia memaksakan diri untuk tersenyum. "Ya, ya. Bagus! Agar kau tidak penasaran lagi. Nah, kembali kuteruskan....

Nenek itu kembali menceritakan bahwa wanita cantik yang dianggap dewa itu selama beberapa tahun terus menebarkan pengaruhnya di kalangan penduduk. Sedikit demi sedikit pengikutnya terus bertambah. Dan para penduduk setempat bukan hanya menyembahnya sebagai dewa, tapi juga mengikuti ajarannya terhadap kesaktian, berbagai hal. Namun ajarannya itu tidak gratis, melainkan menuntut tumbal!

Tumbal untuk kesaktian dan kemakmuran yang mereka miliki.

Penduduk yang telah menjadi pengikutnya diharuskan untuk menyerahkan tumbal berupa seorang anak kecil yang nantinya akan dipenggal di hadapan sang dewi, untuk diminum darahnya dan dimakan jantungnya. Dan keharusan itu tak boleh dilanggar oleh mereka. Jika mereka nekad melanggarnya maka nyawa mereka sendirilah yang harus diserahkan yang nantinya sang dewi sendiri yang menjemput nyawa mereka.

"Kewajiban menyerahkan tumbal itu telah menimbulkan kekisruhan di antara pengikutnya! Mereka saling menculik anak penduduk lainnya karena tak sudi menyerahkan anaknya sendiri, yang akhirnya berujung pada pertikaian dan saling membunuh di antara mereka!" si nenek kembali paru-parunya kembang kempis. Tampak emosi ia ketika menceritakan itu.

avataravatar
Next chapter