webnovel

[Keluar Rumah Sakit]

"Kenapa harus aku ...," gumamnya yang terdengar seperti lelah dengan apa yang selama ini terjadi padanya.

Dari balik tangan kanan yang masih menutup wajah tampannya itu, terlihat setitik keringat yang keluar dari pipinya. Riley yang tidak mendengar perkataan Noah, memintanya untuk mengulang ucapan barusan.

"Apa yang kau katakan, kak?"

Namun, Noah yang disibukkan dengan dirinya tidak mengindahkan perkataan gadis bermanik mata royal brown tersebut. Mata besarnya tidak pernah lepas dari wajah Noah.

'Tidak. Aku tidak boleh mengeluh.'

Dia menjauhkan tangan kanannya yang tadinya sempat menutup wajah tampannya. Menampakkan sorot mata tajam yang maniknya berwarna midnight express. Untuk kesekian kalinya, untung saja jalan rumah sakit sedang sepi karena semenjak keberadaan [False], orang-orang tidak berani untuk berkeliaran.

Noah mengangkat wajahnya. Menengadah untuk menatap langit biru. Mencari keberadaan portal hitam nan besar yang membentuk pusar di atas langit. Sungguh mengerikan saat malam itu.

'Mungkin ini bentuk [System] memperkuat diriku,' pikirnya sebelum dia menyadari bahwa [System] pernah mempermainkan dirinya. 'Yah, aku harap begitu.'

Tidak ada percakapan yang berlanjut dengan Riley. Dan Riley yang menyadari bahwa kakak sepupunya itu terlihat seperti sedang mengalami banyak masalah itu memilih untuk membungkam mulutnya. Riley mengunci rapat suaranya agar tidak mengganggu pesona Noah disaat dia sedang serius.

Mereka berdiri dalam diam di tengah jalan rumah sakit. Tepat menuju gerbang rumah sakit nan besar itu. Masih dalam diam yang menghantui mereka dan kini Riley mulai merasa tidak nyaman.

"Anu ...."

Belum sempat gadis sekolahan itu memanggil kakak sepupunya, seorang pria dengan rambut yang berwarna marigold dan bola mata yang berwarna royal brown, bersamaan dengan seorang wanita yang rambut strong orange yang dikuncir kudakan dengan bola mata yang berwarna chartreuse berjalan mendekati mereka -Noah dan Riley- berdiri.

"Apa itu Altair Noah Ortiz?" Wanita yang berjalan di sampingnya bersuara. Dia menutup mulutnya dan membelalakkan matanya dari balik kacamata bulatnya.

Pria yang bersamanya juga melakukan hal yang sama. Menatap tidak percaya dengan apa yang berada di hadapannya.

"Ah, kau benar. Bukannya dia masih dirawat dengan intens?"

Wanita itu tidak mengindahkan pertanyaannya dan memilih untuk berjalan mendekati Noah dengan gerakan kaki yang lebih cepat dari sebelumnya. Entah mengapa pria yang berjalan bersamanya juga ikutan melangkah lebih cepat untuk menyamakan langkah kaki wanita tersebut.

"Permisi, apa kau Altair Noah Ortiz?"

Pria yang namanya disebut itu menoleh setelah lamanya dia menengadah. Memiringkan kepalanya setelah melihat warna rambut strong orange milik wanita tersebut.

Ya. Tentu saja pria yang dipanggil itu Altair Noah Ortiz. Pemilik manik mata yang berwarna midnight express, warna mata yang cukup mendeskripsikan sebagai 'kegelapan'.

Namun, dengan polos- Mungkin bisa dibilang bodoh, Noah menjawab pertanyaan barusan dengan formal. Menatap manik mata wanita itu yang berwarna chartreuse yang sama dengan namanya wanita itu.

"Ya. Saya disini."

Pria yang baru saja berhasil mendekati mereka dengan langkah kaki tergesa-gesa itu terengah-engah. Sedikit menekukkan lututnya karena tenaganya yang tiba-tiba dikuras oleh wanita itu. Lalu, dia naik pitam begitu mendengar ucapan Noah yang baginya sangat menyebalkan.

"Dasar bodoh! Kau lupa dia?!"

Masih dengan napas yang tersengal, pria yang memiliki warna rambut yang marigold itu terlonjak kaget dengan napas yang menggebu seperti banteng yang sedang melihat kain berwarna merah.

Noah yang mendengar suara tidak asing baginya menoleh ke belakang gadis berwarna rambut strong orange itu. matanya mengerjap kaget meskipun tetap saja wajah dinginnya tidak pernah hilang.

"Alan Woods? Sedang apa kau ke sini?" tanya Noah yang dirinya sendiri tidak tahu bahwa dia sedang dibezuk.

"Kau pikir siapa orang yang paling parah terkena serangan keras dari [False] itu?" Alan membalikkan pertanyaannya.

Memang benar, Altair Noah Ortiz lah yang paling parah terkena serangan dari [False].

Noah mengangguk anggukkan kepalanya seolah dia mengerti apa yang dikatakan oleh Alan sebelum dia mengetahui apa yang sebenarnya.

"Tunggu. Aku yang paling parah? Apa ada orang lain yang terkena serangannya?" tanya Noah.

Alan, pria [Elemen Kayu] yang memiliki rambut lembut berwarna marigold itu menggelengkan kepalanya. Sorot mata yang lembut berwarna royal brown itu menjawabnya dengan polos.

"Tidak ada. Hanya kau yang terkena serangan itu."

Mendengar ucapan dari temannya itu sudah mampu membuat Noah malu. Pria berambut hitam itu mengacak-acak rambutnya dan menggerutu tidak jelas.

'Bahkan ini bisa dibilang terlemah dari yang terlemah,' pikirnya yang sarkas.

Wanita berkacamata bulat yang hampir menyamarkan warna mata chartreuse miliknya itu akhirnya bersuara. Sebelumnya wanita itu terkekeh dengan pembicaraan yang sangat singkat dengan Noah.

Ah, mungkin saja wanita itu juga salah satu penggemarnya.

"Bicara soal membezuk, kenapa kau berada di luar?" tanyanya.

Noah mengerjapkan matanya. Tiba-tiba mulutnya bungkam ketika melihat wajah yang penuh dengan ambisi dari wanita tersebut. Pikirannya masih mencari data tentang wanita tersebut.

'Apa dia Evelyn yang pernah dibicarakan Alan?'

Alan pernah membicarakan tentang wanita yang satu kampus dengan mereka. Memiliki warna rambut strong orange dan mata chartreuse yang membuatnya terlihat mencolok.

'Bukannya dia wanita yang disukai pria itu?'

Sorot mata Noah tertuju pada Alan yang sedang menggaruk kepalanya. Lalu tiba-tiba dia menguap tanpa menutup mulutnya yang sedang menganga dengan sebelah tangannya. Pria itu; Alan tersedak ketika sesuatu masuk ke dalam mulutnya.

Noah yang sedang menyaksikannya ingin sekali memberi tahu wanita yang bernama Evelyn itu untuk ikut melihat orang yang sedang menyukainya. Namun, Noah hanya bisa menatap Alan dengan datar dan penuh tatapan kasihan.

'Sungguh tidak etis.' Tiga kata itu yang hanya dipikirkan Noah tentang diri Alan.

"Um ... Altair Noah?"

Evelyn yang merasa diabaikan itu mencoba untuk mengembalikan fokus Noah kepadanya. Dia melambai-lambaikan tangannya ke depan Noah yang sedang menatap ke arah lain -tepatnya Alan- dengan tatapan kasihan.

Merasa dipanggil, Noah segera menoleh ke arah sumber suara. Evelyn yang memanggilnya kini cemberut.

"Oh, maafkan aku, tadi aku melihat serangga lewat dengan tidak etisnya," jawab Noah sarkas.

Setelah mengatakan itu, Noah menangkap wajah Alan yang sedang melakukan sesuatu pada hidungnya. Mengupil. Melihat itu, entah kenapa pria yang memiliki sepasang mata midnight express itu merasa kesal.

'Dia benar-benar tidak etis.'

"Apa yang kau tanyakan barusan?"

'Sebaiknya aku tidak melihat dia.' Noah mengalihkan pandangannya dari Alan. Pria berambut marigold itu sedang asik dengan dirinya sendiri.

"Ah itu, kenapa kau berada di luar? Bukannya rumah sakit melarang pasien yang terluka parah untuk tidak berkeliaran di luar?"

Evelyn memiringkan kepalanya. Tampak dari wajahnya sangat penasaran dengan diri Noah. Ya. Noah merasakan rasa ambisi yang tinggi dari Evelyn.

"Aku sudah diperbolehkan untuk pulang," jawab Noah.

Next chapter