webnovel

2. Halte Bus

"Sini baring dekat bubun" ketiga anak kembarnya mendekat dan berbaring ditengah-tengah ia dan sang istri. Bara, bayi itu tidak peduli dengan sekitarnya ketika ia sedang menghisap air asi sumber kehidupannya selama menjadi bayi menggemaskan. Amanda mengelus pelan punggung anak bungsunya agar cepat tertidur, sesekali ia melontarkan shalawat nabi untuk anaknya.

"Ayah, ayo cerita" rengek raffa yang sangat penasaran dengan cerita dibalik foto bunda nya yang bermain hujan. Ade yang berada ditengah-tengah kedua abangnya, menikmati pembicaraan ayah dan anak dengan botol susu yang sudah berada di mulut mungilnya.

"Ayah kalau gak cerita, aku marah" ahmad memeluk guling kecil adiknya. Fatih menggeleng pelan dengan kelakuan anak-anaknya yang terlalu penasaran dengan foto bunda mereka.

"Iya, jadi dulu itu-"

Flashback

Fatih berlari menghindari hujan yang turun di sore hari menjelang maghrib, menunggu bus yang lewat di lebatnya hujan. Berharap ada taksi atau ojek yang lewat, dengan memeluk tas nya yang penuh dengan kertas skripsi yang belum di acc dosennya. Ah, sepertinya semesta juga turut merasakan sedih yang dia pendam. Menghela nafas dalam, memperhatikan kertas-kertas skripsi nya dan membaca secara teliti apa ada yang salah atau tidak. Saking sibuknya fatih, ia tidak menyadari perempuan berjilbab navi disebelahnya.

"Permisi" fatih mengalihkan atensi nya ke arah perempuan tadi, sempat terkesima dengan wajah perempuan berjilbab navi itu. Fatih tersentak saat bunyi jari-jari yang bertabrakan.

"Mas, gak kesurupan?"

"Eh? Ada apa mbak?"

"Ini, boleh pinjam handphone mas nya? Hp saya ketinggalan dirumah"

"Boleh, sebentar mbak"

Fatih menatap intens perempuan yang terlihat menarik dimatanya, tidak terlalu cantik namun matanya terpikat dengan pahatan wajah perempuan yang belum ia tahu namanya.

"Assalamualaikum mi"

"..."

"Iya, maaf mi. Manda suka lupa"

"..."

"Manda lagi di halte bus, didepan kampus samping butiknya mbak nad"

"..."

"Hehe, gak deh mi"

"..."

"Iya mi, manda tunggu ya love you umi"

"..."

"Wa'alaikumsalam umi cantik" manda, perempuan berjilbab navi dengan segala kesederhanaannya itu menjadi kesayangan keluarganya karena sifat sederhananya. Berbeda dengan kakaknya, yang harus terlihat glamor dan sederhana diwaktu yang bersamaan. Amanda Dwi Mutiara, nama yang cantik sesuai dengan wajahnya yang ayu.

"Ini mas, makasih ya" fatih gelagapan, lalu menetralkan jantungnya yang berpacu cepat saat melihat senyum manis manda. Dengan cepat fatih mengambil handphone nya yang berada ditangan manda tanpa menyentuh kulit lawan jenisnya.

"Sama-sama" setelah mengucapkan kata-kata itu, tidak ada percakapan berarti diantara mereka. Saling diam dan memeluk tubuh diri sendiri kala angin menerpa kulit mereka. Manda berdiri kala mobil mbaknya sudah berada didepan nya, lalu dengan cepat mengemas barang-barangnya. Sama halnya dengan fatih yang begitu cepat menekan ikon kamera lalu memotret manda yang berdiri ditengah hujan karena posisinya ia memutari badan mobil.

Tit tit

"Wa'alaikumsalam" fatih tersenyum manis menatap hasil jepretannya, apalagi difoto itu manda terlihat manis dengan pakaian serba navi nya ditambah senyum manisnya.

"Manda, nama yang manis" fatih berharap mereka bisa bertemu kembali, entah mengapa hatinya menghangat melihat senyum manis manda perempuan sederhana itu.

Kita lihat suasana mobil yang didalamnya ada dua kepala yang memakai jilbab navi dan hitam. Manda merutuki sifat kakaknya yang sangat cerewet, lagi pula dia meminta supir bunda nya yang menjemput bukan kakak kedua nya ini.

"Mbak cerewet" ratna menatap bengis adik bungsunya yang sayangnya dia sayang. Menghela nafas pelan, adiknya ini sangat keras kepala, susah diatur, dan paling cerewet.

"Tadi siapa?" manda memiringkan kepalanya, bingung dengan pertanyaan yang menyerempet ke pernyataan itu. Ratna merutuki sifat bolot adiknya itu, yah selain tiga sifat diatas, yang paling ratna benci kebolotan adiknya.

"Itu loh yang di halte itu dek" manda membulatkan bibirnya lalu bertepuk tangan saat mobil yang ditumpanginya masuk ke perkarangan rumah umi dan abi nya.

"ASSALAMUALAIKUM UMI, ABI, ABANG, TETEH, DEDEK PULANG" andre -abi manda- memegang dada nya yang terkejut mendengar teriakan anak bungsunya, yang cetar membahana itu. "Dek, kalau masuk jangan teriak" manda cengengesan menatap umi nya yang berkacak pinggang dengan apron dibadannya.

"Kamu ini dek, udah tau si umi galak. E-eh, iya umi maaf ampun" manda tertawa kencang saat melihat abangnya di aniaya oleh umi nya. Reno mengusap lengannya yang menjadi sasaran empuk umi cantiknya itu. "Umi nih, galak kali. Mbak rat, liat deh tangan aku biru" Ratna yang baru turun dari kamarnya mendekat dengan balita usia satu setengah tahun ditangannya.

"Alay kamu no"

"Alay apanya mbak? Ga liat ini tangan reno biru dicubit umi?" sahut reno galak, lalu dilihatnya keponakannya yang sedang memainkan jilbab ibunya "Amar sayang, nanti kalau mama galakin lari ya"  amar, si kecil itu menatap om nya sebentar lalu menepis jari-jari yang menusuk pahanya.

"Om ada biskuit loh, karena amar ga mau dengerin om, biskuitnya buat kela" mendengar kata biskuit, amar mengangkat kedua tangannya tanda minta digendong oleh om nya. Reno mendecih pelan, keponakannya ini memang luar biasa "Disogok dulu ya mar ya baru mau" amar tersenyum senang lalu mengangguk, seakan-akan balita itu mengerti apa yang diucap oleh om nya.

"Heran mbak, ini yang bungsu kamu apa reno?" ucapnya sambil berjalan kerah sang ibu, membantu membuat makan malam. Manda menggelengkan kepalanya sambil tersenyum maklum, abangnya itu kan bungsu tidak jadi. Dulu, manda pernah diceritakan oleh umi tentang reno yang tidak mau menyapanya saat masih bayi. Anak itu tidak mau mempunyai adik, setelah berbulan-bulan reno berubah fikiran. Disaat teman-temannya mempunyai adik dan memamerkannya ke reno, yah sebegitu tidak jelasnya jalan fikiran abangnya itu.

"Ma" manda menatap ponakan kecilnya yang sedang menghindari ciuman-ciuman yang dilayangkan om nya ke wajah tembamnya. "Ulululu, sini sayang sama tante" dengan mata berbinar amar mengangkat kedua tangannya seraya meloncat kecil dipangkuan reno.

"Amar, sabar ya allah. Sakit paha aing"

"Minta maaf sama om sayang" bukannya menuruti, si kecil malah menjulurkan lidahnya dan menatap galak om nya itu. Bukannya seram, anak itu justru terlihat menggemaskan dengan cepat reno membuka kamera hp nya lalu memotret si kecil dan mengirimkan potretnya ke abang iparnya.

Dilain tempat, fatih masih tersenyum memikirkan perempuan tadi. Sampai suara teriakan yang membuatnya tersadar, fatih beristighfar beberapa kali. Hari makin gelap, fatih memutuskan untuk pulang kerumah. Lagi pula, ia tadi hanya ingin menemani perempuan tadi, yang kalau tidak salah, bernama manda. Ini bukan modus, hanya saja, halte ini sering dilewati lelaki-lelaki mabuk dan itu sangat berbahaya.

"Hah, fokus fatih. Ya, lo harus fokus"

Next chapter