1 1. Fatih family

Pagi ini, keluarga kecil fatih tengah berkumpul ditaman belakang rumah mereka. Selain karena pekerjaan fatih yang menyita waktu dalam beberapa hari ini, fatih juga rindu suasana ini.

Dilihatnya sang istri tengah memberikan asi  untuk sibungsu yang baru beberapa bulan ini hadir diantara mereka. Fatih bersyukur ternyata pilihannya tidak salah dan bersyukur pula karena mendapatkan istri yang mampu merawat anak-anaknya dan juga fatih sendiri.

Saking fokusnya menatap sang istri, fatih tidak sadar ketiga anak kembarnya menatap album pernikahan ayahnya dengan bingung. Salah satu dari mereka berdiri dan meletakkan albumnya kepangkuan fatih yang langsung mengalihkan pandangannya kearah sang anak.

"Ada apa? Ahmad bosen?" ahmad, yang bernama lengkap Ahmad Dwi Hermansyah menggelengkan kepalanya. Anak berumur tujuh tahun itu menunjuk salah satu foto yang agak asing dimatanya.

"Ini siapa yah? Kok hujan-hujanan?" dilihatnya mata sang anak kemudian menatap istrinya yang juga sedang menatapnya.

"Ini bubun sayang" ahmad menenglengkan kepalanya kesamping, kemudian membawa album tersebut kedepan sang ibu dan membandingkannya setelah puas dia kembali lagi kehadapan sang ayah.

"Ayah bohong, ini gak mirip bubun kok" protesnya dengan pipi yang menggembung.

"Ini beneran bubun, coba tanya sana" dengan langkah pasti ahmad membawa albumnya kembali kearah sang ibu yang masih menyusui sang adik.

"Dedeknya bobo bun?" dengan suara pelan, ahmad menanyakan adiknya karena dia tau adiknya tidak bisa mendengar suara yang keras ketika sedang tidur.

"Iya sayang, kata ayah bang ahmad mau tanya? Mau tanya apa sama bunda hmmm?" ahmad meletakkan album yang berisikan foto seorang wanita tengah duduk dihalte bus ketika sedang hujan. Mata sang ibu menatap pelaku yang memotret foto tersebut.

"Mas fotoin aku waktu itu?"

"Hehehe, iya bun sengaja biar bisa ngelamar kamu pas aku bertamu kerumahmu waktu itu" dengan cepat, sang istri membuang mukanya yang memerah seperti tomat kearah yang tidak dapat dilihat oleh  suaminya. Fatih terkekeh melihat istrinya yang salah tingkah.

"Jawab dulu pertanyaan ahmad bubunn, jangan liat ayah" fatih menggelengkan kepalanya, anaknya yang satu ini selalu merasa tertandingi saat dirinya bersikap manis kepada istrinya. Dengan cepat, amanda -istri fatih- menjawab sebelum sang anak dan suaminya beradu mulut memperebutkan dirinya.

"Iya sayang, ini bubun. Udah lama fotonya, belum ada kalian waktu itu" anak kedua dan ketiganya berdiri dan menyusul kembarannya -ahmad- yang berada didepan sang ibu.

"Kita kemana? Kita bertiga lagi jalan ya bun ya? Makanya ga ada disitu?" tanya Raffa Dwi Hermansyah, tidak mau kalah dari yang lain Ade Dwi Hermandyah juga ikut bertanya. Fatih mendekat kearah ibu dan anak yang tengah berkumpul itu dan duduk didekat sang istri sambil memeluk istrinya didepan ketiga anaknya.

"Ayah!!! Bubunnya adeee jangan dipeluk!"

"Bubunnya raffa ayah, lepasin ihhh nakal-nakal"

"Ayah ihhhh bubunnya ahmad jangan dipeluk!! Cuma kita yang boleh ayah jangan" dengan perlahan fatih melepas pelukannya dari sang istri karna sibungsu bergerak tidak nyaman.

"Aww bun, jangan dicubit ihh" iya, tadi amanda yang biasanya dipanggil manda, mencubit pinggang suaminya yang hobinya menggoda ketiga putra mereka. Dengan cepat pula kembar menimpa tubuh sang ayah dan menarik kumis tipis yang menghiasi wajah rupawan ayahnya.

"RASAKANNN HIYAKKKKK" dengan lihai ahmad menggelitiki pinggang ayahnya, mendapat serangan yang bertubi-tubi fatih tidak bisa menahan tasa sakit dari raffa yang menimpa tubuhnya, ade yang menarik kumis tipisnya, dan juga ahmad yang menggelitiki pinggangnya. Tidak mau mengalah, fatih memeluk ketiga putranya dan membalas perbuatan mereka tadi. Si bungsu yang merasa terusik membuka matanya dan menatap ibunya yang tertawa ringan, lalu melihat ketiga abangnya yang sedang bercanda dengan ayahnya.

"Hahahaha ayah hahaha udah"

"Geli"

"Bubun, hahahaha geli bun"

Sibungsu tertawa ringan dan mulai menggeliat tanda ia meminta turun dari gendongan ibunya. Amanda yang paham, membebaskan sibungsu yang memang sudah bisa merangkak itu untuk mendekati para lelaki yang tengah tertawa.

"Yayayayah bababan" dipukulnya tangan sang ayah agar berhenti menggelitiki ketiga saudaranya, fatih yang mendapatkan pukulan tak seberapa dari balita berumur sepuluh bulan ini berhenti menggelitiki sikembar.

"Ini anak ayah, kenapa bangun? Tidur lagi dengan bubun" katanya, sambil mengambil ancang-ancang mengerjai ketiga putranya yang tengah mengambil nafas sehabis tertawa tadi.

"Nonono, babannn!!! Bubububun yayayayah!!" pekikan nyaring keluar dari mulut balita itu, jangan salah balita ini berjenis kelamin laki-laki. Namanya Aldebaran Dwi Hermansyah, yang biasa dipanggil bara. Entah dari siapa ia belajar berteriak seperti itu.

"Nonono ayah mau main sama abang" fatih hanya ingin mendengar pekikan bara, balit itu terlihat menggemaskan ketika berteriak nyaring seperti tadi. Pipi tembamnya yang selalu menjadi sasaran empuk fatih untuk digigit, kalau sikembar memiliki kulit yang tidak terlalu putih tentu saja mengikuti warna kulit fatih , sibungsu memiliki warna kulit putih yang dimiliki ibunya. Jangan lupakan badan berisi bara, ketika balita itu berlatih berjalan ia akan terus dipukul pantatnya oleh ketiga abangnya dan berakhir menangis sambil meminum asi ibunya. Si kembar tidak merasa bersalah karena mereka memukul pantat adiknya itu tidak keras, emang dasar adiknya saja yang ingin memonopoli ibu mereka.

"Huaaaaaaa, nonono yayayah lalalaa" fatih terkekeh gemas, ingin bermain dengannya saja banyak drama nya. Balita yang satu ini benar-benar beda dari ketiga abangnya saat masih bayi. Kalau bara banyak dramanya, si kembar, mereka itu bayi yang kalem tapi kalau fatih sudah mulai memanjakan dirinya ketika dekat dengan ibu mereka maka jangan salahkan si kembar saat sang ayah ingin menciumi mereka akan terkena serangan dadakan. Ya, sedari bayi si kembar sudah ganas luar dalam tidak tau menurun dari siapa.

"Ya udah, sini" digendongnya balita itu dan mendudukannya ke perut sang kakak.

"Ayah,, ih dedek berat tau!!" rengek ade saat adiknya menduduki perutnya, ade tidak berbohong walaupun badannya lumayan berisi mendapatkan beban dari adiknya yang menggemaskan ini tentu saja sakit.

"Aaaaaaaa" pekikan girang keluar dari mulut bara, ini pertama kalinya ia menduduki perut abangnya yang satu ini tentu saja bara sangat senang. Tidak ingin kehilangan kesempatan, manda yang tadi diabaikan setelah ia membuat minuman juga mengambil cemilan untuk dimakan, ia tidak lupa membawa kamera polaroidnya kehalaman belakang untuk mendokumentasikan kegiatan ayah dan anak itu. Beberapa foto sudah ada ditangannya, mulai dari fatih yang menggelitik sikembar, bara yang memukul ayahnya, dan kegiatan lainnya. Untungnya, album foto mereka sudah dibawa kehalaman belakang.

"Bubun, dedeknya bun" dengan mata berkaca-kaca ade mengadu kepada bubunnya yang tengah merapikan album foto yang mereka bawa tadi. Berharap sang ibu akan mendekatinya dan menggendong adiknya ini, namun semua hanya harapan sang ibu malah tertawa melihatnya entah apa yang lucu.

"Itu adeknya hahaha, gemesin banget sih" dicubitnya pipi sibungsu dengan pelan, lalu beralih mengelus wajah putra ketiganya yang ingin menangis.

"Bara, yuk sama bubun kita makan kue" bara itu walau pun masih balita ia juga mempunyai kegemaran lain selain memukuli sang ayah yaitu memakan kue. Jangan salah, gigi bara sudah mulai tumbuh beberapa, jadi aman juga kalau memberinya kue bolu yang lembut.

"Mam yayayaya mam" fatih terkekeh gemas, dibawanya sibungsu mendekati kursi santai yang memang sudah ada sejak rumah ini sibangun. Sebelum makan, fatih mengantar anak-anaknya untuk mencuci tangan sebelum makan.

"YAYAYAYA MAM YAYAYA MAM" teriakan sibungsu yang masih berada digendongan fatih tidak membuat fatih terkejut, ini sudah rutinitasnya untuk menjahili sibungsu. Lihat saja sekarang, fatih beserta sikembar dan sibungsu berjalan kearah wastafel yang berada didapur untuk mencuci tangan mereka. Lagi dan lagi bara bergerak tidak mau diam, karena sang ayah yang lama mencuci tangannya.

"MAS, JANGAN LAMA. BARA NYA BELUM MAKAN SIANG TADI" teriak sang istri dari taman belakang, bara yang mendengar suara ibunya semakin bergerak gusar sedikit lagi dia akan menangis kalau saja fatih masih melanjutkan kejahilannya.

"Utututu cengeng banget sih anak ayah" diciumnya mata sang anak yang sudah berair dan membasuh wajah anaknya pelan.

"Let's go!!" bara yang berada dipelukannya tertawa senang bahkan pekikan girangnya selalu keluar dari mulutnya. Sampainya ditaman belakang bara meminta digendong sang ibu yang juga tengah memakan makanannya.

"Eh anak bubun, loh kok mau nangis sih?" bara hanya menatap ibunya dengan pandangan memelas lalu mengalihkan pandangan ke arah ayahnya dengan mata tajamnya. Seakan tau apa maksud dari tatapan sang anak, amanda terkekeh lucu, bayi nya ini sudah pandai mengadu kepadanya.

"Gak baik dek natap ayah kayak gitu" fatih menatap istrinya yang tengah memotong kue bolu lalu mengalihkan atensinya kearah bayi yang baru genap delapan bulan itu. Bukannya merasa takut di tatap seperti itu, fatih malah tertawa keras sambil berjalan ke arah bayi nya ini.

"Jangan marah dong, ayah gemas jadinya" kali ini pipi bara yang menjadi santapan gemas fatih.

"Yayayayayahh, bababan ban yayayah" adunya ke ketiga abangnya yang juga tengah makan.

"Gigit balik dek, gigit hidung ayah yang mancung itu"

"He'eh, tarik kumisnya dek"

"Tarik rambut ayah juga dek, biar gak jahilin kamu lagi"

"Abang, ajarin yang baik bang"

"Ini tuh baik bubun"

"Iya, ayah tuh jahil bun sama dedek. Tadi aja didapur dedek minta cepat gak dikasih"

"Iya, dedek juga mau nangis, sama ayah dicuciin mukanya"

"Di basuh heh bukan di cuci"

"Sama aja ayah"

"Beda dong, kalau cuci pakai sikat kalau basuh pakai tangan"

"Ih sama pokoknya"

"Ya udah, bubunnya ayah ini jangan di ganggu"

"YAYAYAYAYAYAHH BUBUBUNNN HUWEEEEEEEEEE"

"Duh dek telinga ayah jangan digigit" entah dapat titah dari mana, bara dengan ganasnya menggigit telinga sang ayah yang menyender dibahu sang ibu. Ketiga kakaknya tertawa senang, ini pertama kalinya bara menggigit ayahnya di hari yang lalu bara hanya bisa memukul ayahnya.

"Nonononono bunbun lala" dengan posesif bara memeluk ibunya.

"Iya deh bubun bara,berarti bukan bubunya kembar ya?" ahmad,raffa, dan ade langsung terdiam mencerna apa yang dimaksud ayahnya.

"IHH, INI TUH BUBUNNYA AHMAD YA DEK, JANGAN MONOPOLI GITU"

"IYA, JANGAN MONOPOLI. KAMU NGIKUTIN JEJAK VOC YA?"

"DEDEK LEPAS YA, BUBUNNYA NDA BISA NAFAS"

"NONONONONONO" seakan mengerti apa yang dimaksud sang kakak, bara semakin memeluk ibunya dengan erat. Amanda hanya bisa menghela nafas, ini lah yang membuatnya sedikit repot. Ke-empat anaknya akan berebut ketika dirinya di monopoli. Dan yang berhasil mengadu domba mereka berempat tentu saja ayahnya.

"Ayah ih, gak baik adu domba gitu"

"Iya maaf, lagian mereka berempat ngeselin"

"Kamu lebih mas"

"Ya udah, titipin aja ke ibu gimana?"

"Mimpi mu lah mas"

"IHH GAK MAU TEMPAT NANI"

"IYA, GAK BOLEH MAKAN YUPI TAU KALAU DISANA"

"Lah kan disini sama aja, ada bubun yang bisa larang kamu makan yupi"

"Ish nyebelin"

"Nononono yayayayayah nononono"

"Udah-udah, masuk ke dalam yuk. Udah sore ini, waktunya mandi"

Fatih tersenyum manis melihat kelembutan istrinya. Dia jadi ingat, betapa susahnya mendekati papa mertuanya dan merayu ibu mertuanya. Apalagi kakak dan abang dari istrinya ini. Setelah menitipkan bara ke ibh asuhnya  yang memang biasanya membantu sang istri bekerja dirumah, fatih membantu istrinya mengemas album foto mereka dari jaman mereka ketemu sampai album foto dimana sang istri melahirkan si bungsu.

"Kenapa senyum sih mas?" amanda yang merasa risih eh lebih tepatnya malu diperhatikan terus menerus oleh suaminya mengangkat suara. Dari sini, fatih bisa melihat istrinya merona.

"Habisnya sumber bahagia mas ada didekat mas sih" bara yang digendong sama ibu asuhnya yang juga merangkap menjadi pengurus rumah dikala sang ibu tidak bisa mengerjakannya dengan serentak, berteriak kesal. Ibu wati yang merupakan ibu asuhnya terkekeh gemas dengan kelakuan anak asuhnya ini.

"Tuan, nyonya, bara sudah kesal ini. Bubun sama ayahnya berduaan mulu" celetuk bu wati, fatih tertawa pelan. Dia sudah biasa digoda oleh bu wati yang sudah berumur 61 tahun. Bu wati kehilangan anak dan suaminya ketika ia dan suaminya kecelakaan disaat ia hamil muda. Bu wati juga sudah lama bekerja di rumah orang tua fatih, jadi wajar saja kalau bu wati sering menggoda fatih dan amanda.

"Apa sih bu, udah dibilangin panggil nama aja. Ibu tuh lebih tua dari pada fatih"

"Ibu suka lupa nak, ya udah ibu bawa bara masuk ya"

"Iya bu, sekalian dimandikan ya bu. Amanda mau masak dulu" bu wati menjawab dengan anggukan, sudah biasa dirinya memandikan anak majikannya ini. Dirinya tidak mempermasalahkan itu, bu wati menyukai anak kecil apalagi yang modelan seperti bara. Bu wati juga bersyukur karena mendapat majikan yang baik hati dan juga memperlakukannya secara manusiawi.

"Mas, coba liat kamar si kembar mas" fatih mendekat kearah sang istri dan memeluknya dari belakang,  bukannya ia tak mau menuruti kemauan sang istri hanya saja anak kembarnya itu akan membuat onar ketika dirinya masuk.

"Kamu aja gih, kalau mas yang masuk mereka bakal nyerang mas"

"Mereka kan main-main aja mas, mas juga sering jailin mereka terima nasib mas" tertawa pelan itu yang dilakukan amanda sekarang. Untungnya didapur hanya ada mereka berdua, jadi aman untuk fatih bermanja ria dengan sang istri.

"Iya sih ya, aku jail banget ya yang?"

"He'em, tapi menurut aku ya it's okay, selagi ada batasnya mas"

"Oke, aku kekamar si kembar dulu"

"Iya"

Saat sudah didepan kamar si kembar, hal pertama yang didengar fatih adalah teriakan ade dan raffa, yang kedua matanya melihat ahmad yang sedang bergaya didepan cermin hanya memakai boxer iron man nya. Fatih tersenyum pahit melihat kelakuan anak kembarny yang membuatnya takjub. Handuk berceceran dilantai, baju kotor yang seharusnya diletakkan ke keranjang kain kotor ikutan berserakan. Lantai basah, bedak bertaburan, lengkap sudah kekesalan fatih. Ingin memarahi, tapi yang dimarahinya sang buah hati. Dengan kesabaran penuh, fatih memasuki kamar kembar yang benar-benar luas.

"Ini siapa yang buat kekacauan?"

"BANG AHMAD AYAH, TADI ABANG LEMPARIN AKU BEDAK"

"ADE TUH AYAH, DIA BERANTAKIN SEMUA PAKAIAN KOTOR YANG UDAH AKU RAPIHIN TADI"

"BANG RAFFA AYAH, DIA LEMPARIN HANDUK AKU SAMA BANG AHMAD PADAHAL UDAH AKU JEMUR" Fatih menggelengkan kepalanya, kalau saja didalam kamar kembar ada kamera cctv sudah dipastikan fatih melambaikan tangannya tanda menyerah mrnghadapi kekacauan kamar ketiga putranya ini.

"Jadi, siapa yang salah?"

"BANG AHMAD YAH"

"IHH APAAN, KAMU YANG SALAH"

"AKU GAK SALAH APA-APA YA!"

"ADE NGAKU AJA SIH!"

"BUKAN AKU, BANG RAFFA TUH"

"Kalau kalian kayak gitu terus, kapan ayah mandinya??" menghela nafas itu  yang dilakukan fatih, memarahi ketiga putranya yang masih kecil bukan perkara yang benar. 

"Beresinnya sama-sama nak, belajar tanggung jawab" fatih tersenyum kecil melihat ade yang mangut-mangut sambil mengoceh pelan kepada kedua abangnya.

"Iya ayah"

"Ya udah jangan berantem ya, selesai pakai baju dan beres kamarnya langsung turun ke mushola rumah ya"

"Siap ayah!!"

Ade melihat ayahnya yang masih berada dikamar mereka dengan bingung, bukannya tadi sang ayah ingin mandi? Lalu kenapa sekarang malah duduk santai dikasur mereka. Ade berjalan pelan ke arah sang ayah dengan membawa sarung buatan nani nya untuk dipasangkan ke pinggangnya.

"Ayah"

"Iya? ada apa nak?" ade menyodorkan sarungnya tanda meminta sang yah untuk memakaikan sarungnya. Biasanya kalau mau solat, ade akan memakai celana panjangnya dari pada sarung.

"Oh sini, liat cara pakainya biar kamu bisa pasang sendiri nanti" ade mengangguk pelan sambil memperhatikan cara sang ayah memakaikan sarungnya.

"Pasangin juga yah"

"Raffa juga mau" fatih terkekeh geli melihat kelakuan anak kembarnya ini. Tidak mau dibedakan dalam cara berpakaian mereka. Mungkin yang membedakannya warna pakaian. Semua baju anak-anaknya dibuat langsung oleh ibu mertuanya yang memang seorang designer, bahkan disetiap baju anaknya ada nama mereka. Kata sang mertua, untuk membedakan mana baju ahmad, raffa, dan ade. Baju yang fatih dan amanda beli bisa dihitung dengan jari. Pernah sekali fatih menolak baju yang mertuanya beri untuk kembar dan bungsu, tapi besoknya dua kardus pakaian datang kerumah keluarga kecil fatih. Dan sudah ada surat ancaman disana, kalau sudah begini fatih tidak bisa menolak pemberian sang mertua.

"Tumbenan pakai sarung anak kembar ayah?" tanya fatih sambil merapihkan sarung yang dipakai ahmad.

"Kepingin ayah"

"Kepingin apa?"

"Kepingin ngerasain pakai rok yang kayak punya bubun, makanya ade pingin pakai sarung" fatih dibuat melongo oleh pernyataan sang anak, setelah kesadarannya terkumpul fatih terkekeh gemas dan menarik tangan ade untuk mendekat kearahnya.

"Ade dengarin ayah ya, rok itu pakaian perempuan, sarung itu untuk menutupi aurat laki-laki ketika shalat. Anak laki-laki gak boleh pakai rok"

"Kok gak boleh?"

"Ya karena gak dibolehin rasulallah, pakaian laki-laki sama pakaian perempuan itu beda sayang"

"Oh gitu ya yah?"

"Iya"

"Ayah gak mandi?"

"Astaghfirullah, ayah lupa nak. Ayah mandi dulu ya, kalian turun ke bawah ya" setelah keluar dari kamar kembar, fatih masuk kekamarnya.

"Yayayayaya" bara berhenti menyusu ketika melihat sang ayah masuk.

"Bara udah selesai minumnya?" tanya amanda ke putra bungsunya yang sedang terkikik karena ulah sang ayah.

"Udah dong, kalau udah ketawa kayak gini berarti udah" jawab fatih sambil menggelitiki perut anaknya dengan hidung mancungnya.

"Udah yah, gak baik itu nanti dia melumpi" ingin rasanya amanda menangis, belum sempat dicegah si bungsu melumpi duluan.  Fatih hanya bisa meringis pelan dn terkekeh melihat istrinya yang sudah menatapnya galak.

"Tuh kan, jadi melumpi si adek. Ayah mah, dibilangin ngeyel" amanda dengan telaten, fatih tersenyum gemas melihat bibir istrinya yang terus bergumam. Dengan gemas fatih menarik pelan bibir istrinya dan berjalan kekamar mandi karena memang tujuan awal dia kembali kekamar untuk mandi.

"Ayah kamu nakal dek" bara tertawa lucu seolah-olah ia tau apa yang dibicarakan sang ibu. Sementara ahmad, raffa, dan ade sedang menonton tv. Mulai dari serial kartun pada zaman dahulu, upin-ipin, boboiboy, dan kini beralih lagi ke powpatrol.

"Anjingnya lucu ya bang" ahmad mengangguk setuju sambil meminum susu buatan ibu wati yang juga sedang duduk bersama mereka.

"IYA KAN! aku jadi mau pelihara anjing dirumah" perkataannya mendapat lirikan dari semua orang yang sedang menonton tv. Ade yang juga sedang meminum susunya, melamun memikirkan perkataan sang kakak.

"Kan kata ayah kita gak boleh pelihara anjing" jawab ahmad cepat, ia memang menyukai kartun anjing tapi dia sangat takut bertemu dengan anjing. Dia pernah dikejar anjing tetangga, yang saat itu posisinya ia baru saja pulang dari tempat mengajinya yang tidak jauh dari rumahnya.

"Gitu ya? Ya udah kita pelihara kucing aja, lalu kita beli boneka anjingnya tujuh!!" ade mendelik, dia paling tidak suka boneka. Musuh terberatnya itu boneka. Waktu itu, ade lagi main boneka bayi sama sepupu ceweknya. Bonekanya itu yang bisa kedipin matanya, ya jadi wajarin aja kalau ade takut sama boneka.

"Gak! Boneka itu mainan cewek bang" raffa mendelik kesal, bibirnya mengerucu lucu. Fatih dan amanda yang baru turun dari lantai dua, bingung ketika melihat raffa dengan muka kesalnya, ade dengan muka takutnya, dan ahmad yang fokus menonton.

"ada apa ini? Kelahi lagi?" tanya amanda ketika sudah duduk di dekat ketiga putranya. Fatih menatap ibu wati yang memang dari tadi posisinya didekat ketiga putranya. Bu wati hanya menjawab sekenanya, dia juga bingung ingin membela siapa. Yang satu takut anjing, yang satu takut boneka, dan satunya kepingin keduanya.

"Rebutan apa bu?" tanya fatih sambil mengelus rambut putra sulungnya yang tengah duduk dipangkuannya.

"Ini nak, duh gimana ya" bu wati menggelengkan kepalanya, bingung ingin menyampaikannya bagaimana.

"Gimana bu?" tanya fatih yang penasaran dengan kelakuan putranya kali ini. Ini bukan pertama kalinya sikembar begini, dulu waktu mereka masih sekolah di tk paud dan masih berumur 5 tahun. Alasan mereka berkelahi itu lucu menurut fatih, mereka memperebutkan bola untuk dimainkan disore hari bersama fatih  dan juga amanda. Si sulung merekomendasikan bola warna hitam putih, si tengah merokemendasikan bola warna warni, dan si bungsu tidak jadi merekomendasikan bola kasti. Karena tidak ada yang mengalah, akhirnya mereka saling diam selama beberapa jam.

"Ini loh nak, tadi si raffa mau pelihara anjing tapi sama si ahmad gak dibolehin. Lalu raffa mau beli boneka anjing sama mau pelihara kucing, sama si ade gak dibolehin juga. Atuh lah, ibu pun gak paham" sahut bu wati sambil mengambil alih bara yang sedari tadi mengulurkan tangannya ke bu wati.

"IYA YAH! ABANG SAMA ADE LARANG AKU TERUS!!" teriak raffa sambil berkacak pinggang menatap kedua kembarannya. Amanda tersenyum gemas, anaknya yang satu itu paling tidak suka larangan yang diberikan saudaranya untuk dirinya. Tipe-tipe orang yang harus dapatin apa yang dia mau.

"Gak boleh teriak sama saudara sendiri raffa" fatih menarik pelan lengan raffa yang mendengus pelan sambil membuang mukanya tanda kalau dia beneran kesal.

"Kenapa? Cerita sama ayah sini" raffa menatap tajam kedua saudaranya yang tengah mengejeknya.

"Mau kucing" saut raffa dengan suara pelan. Fatih menghela nafas pelan, sembari menatap istrinya yang sedang mengelus kedua putra kembarnya.

"Raffa bisa jaga kucingnya?" raffa mengangguk mantap, beberapa hari ini raffa tertarik dengan kucing anggora yang dipelihara nani nya. Raffa pernah meminta satu yang masih kecil, tapi nani nya tidak meperbolehkannya karena sang ayah yang belum memberi izin untuk memelihara hewan dirumah ini.

"Kucing itu hewan kesayangan nabi muhammad loh" seru amanda, dan dibalas antusias oleh letiga putra kembarnya.

"Raffa tau bubun! Nani ada cerita waktu itu, seru banget ceritanya!! Besok-besok aku nginap rumah nani boleh?"

"Boleh kok kalau emang kamu mau nginap. Disana nani ceritain cerita ya?"

"Iya, sama kayak bubun!!" serunya dengan semangat.

"Ade sama ahmad diceritain juga?" tanya fatih dan dijawab anggukan oleh kedua putranya itu.

"Iya, nani cerita kok"

"JADI, AYAH SAMA BUBUN BOLEHIN RAFFA PELIHARA KUCING GAK?" seru raffa dengan lantang karena dia terlanjur senang dengan pertanyaan kedua orang tuanya yang seertinya memberikannya izin untuk memelihara hewan.

"Ayah izinin, jangan teriak lagi ya" sahut fatih, dengan gemas fatihs mengacak surai raffa yang berdiri didepannya dengan mata berbinar senang.

"YESS!! OKE AYAH!!" fatih menarik nafas dalam, saking senangnya raffa smemeluk ayahnya dengan erat diiringi pekikan senang yang keluar dari bibir kecilnya itu.

"Tadi ayah bilang apa raffa?" tanya fatih pelan, sambil mengambil cemilan yang baru disediakan bu wati. Adzan sebentar lagi berkumandang, niatnya fatih ingin shalat di masjid tapi karena ketiga putranya meminta shalat berjamaah dirumah, fatih memutuskan untuk shalat dirumah.

"Gak boleh teriak yah"

"Tadi raffa teriak gak?"

"Gak loh! Raffa itu cuma senang gak teriak-teriak ayah"

"mana ada yang begitu!!"

"Ada loh!! Ayah aja yang kudet" katanya dan mendapat pelototan tidak percaya fatih mendengar sang anak berbicara seperti itu. Amanda tertawa pelan, anaknya ini benar-benar lucu. Asal ceplas ceplos, padahal dirumah ini gak ada yang pernah bicara seperti itu. Seperti itu yang aku maksudkan itu kata 'kudet'.

"Siapa yang ajarin kamu bicara seperti itu?" tanya fatih, heran aja gitu. Anaknya itu gak pernah bergaul sama orang yng lebih dewasa dari dia.

"Tante ranti yah!! Waktu nginap, tante ngomong begitu lalu aku tanya dan tante jawab!!" fatih ngerti sekarang, dari mana sang anak belajar berbixara seperti itu. Rantiana Kurniawati, adik bungsu fatih yang masih sekolah di sekolah menengah atas. Sepertinya fatih harus menghukum adiknya yang satu itu. Adiknya itu, tinggal bersama sang mertua karena permintaan mertuanya. Dengan alasan, ibu mertua kesepian di rumah.  Ibu mertuanya itu menyukai anak kecil apalagi anak perempuan yang terlihat menarik dimata ibunya.

"Raffa tau gak?" tanya amanda ke putra tengahnya yang tengah menikmati cemilan bersama kembarannya. Bara yang dipangku bu wati, mulai rewel. Dan meminta sang ibu untuk memangkunya.

"Gak bun" katanya sambil menggeleng lucu, jangan lupakan matanya yang menatap polos sang ibu.  Bahkan ade dan ahmad juga menatap sang ibu dengan pandangan yang mengatakan hal yang serupa dengan raffa.

"Kudet itu bahasa orang dewasa, anak kecil belum boleh bicara seperti itu. Apalagi sama ayah dan bubun, mau digoreng sama malaikat di akhirat nanti?" tanya amanda sambil tersenyum geli ketika ketiga putranya melotot tidak percaya, apalagi mata suaminya yang menatap ketiga anaknya dengan tersenyum gemas.

"Di goreng bun?" tanya ahmad dengan pelan jangan lupakan mulutnya yang masih terbuka. Fatih terkekeh lucu, ingin menimpali tapi suara adzan sudah berkumandang keras.

"Nanti lagi disambungnya, kita solat dulu" ajak fatih sambil menarik pelan lengan ketiga putranya. Setelah ketiga putranya berdiri dan mengikuti langkah bu wati yang menemani mereka untuk mengambil air wudhu. Fatih bertanya, kenala istrinya tidak berdiri dan mengambil air wudhu.

"Aku lagi halangan mas, udah sana solat. Kasian bu wati sama anak-anak nungguin kamu" didorongnya pelan bahu lebar nan kokoh dihadapannya. Fatih yang didorong pelan, merasa gemas dengan sitrinya ini. Kalau tidak ada bara yang super posesif itu didekat sang ibu, sudah dipastikan amanda akan dipeluk habis-habisan oleh fatih.

"AYAH!! SOLAT!!" teriak ahmad dari dalam ruangan yang memang dijadikan tempat untuk solat. Ruangannya cukup luas, jadi tidak sempit-sempitan. Fatih sengaja membuat ruangan ini, supaya lebih mudah solat berjamaahnya.

"IYA. Ya udah, aku solat dulu yang" setelah beberapa menit fatih solat berjamaah dan mengajar ketiga anaknya mengaji. Fatih, triplet, dan bu wati keluar dari ruangan dan berjalan ke tempat dimana amanda sedang menonton. Bu wati berjalan ke kamarnya untuk beristirahat sebentar sebelum adzan isya berkumandang.

"Bubun! Ayah curang!" lapor ahmad, amanda yang dipanggil menoleh dan menjawab dengan lembut.

"Di curangin?" ditatapnya sang suami yang sudah cengengesan duluan dibelakang sana. Amanda sudah tidak heran lagi ketika anak kembarnya mengadu seperti ini. Yang dia herankan, kenapa suaminya ini selalu jahil dengan anak-anaknya ini.

"Iya bun, tadi kata ayah yang duluan mengaji dapat susu kotak. Terus ade duluan mengaji gak dapat apa-apa, malah ayah yang minum susu kotaknya" jawab ade dengan raut wajah tidak terima nya.

"Ayah bercanda bun" jawab fatih sambil berjalan mendekat kearah sang istri.

"Ayah ketemu bunda pas hujan-hujanan?" tanya ahmad tiba-tiba.

"Iya"

"CERITAIN AYAH"

avataravatar
Next chapter