6 Penolong

Kalian seriusan adek kakak?

Pertanyaan Rizky membuat Abian terdiam sejenak. Bukankah Keana memang adiknya. Lalu mengapa ia berbuat seperti ini? Mengapa ia melakukan hal seolah olah ia cemburu jika Keana berada di dekat Regan? Pikiranku sudah tidak sehat! Batin Abian.

Abian berdiri dari duduknya. Ia ingin pergi meninggalkan tempat yang di penuhi orang yang membuatnya tidak waras itu.

Abian baru berdiri, belum juga mengangkat kakinya untuk enyah dari meja itu. Namun netranya lebih dulu menangkap pemandangan tak mengenakkan yang membuatnya kembali terbakar api amarah disana.

Pemandangan yang sangat sangat membuatnya kesal. Pemandangan saat tangan kekar Regan menyodorkan sesendok makanan penuh untuk menyuapi Keana. Bukankah itu sendok yang baru saja Regan gunakan untuk dirinya sendiri? Bagaimana bisa ia menyuapi Keana dengan sendok jahannam miliknya itu? Bukankah itu artinya mereka? Ah itu benar benar membuat naik pitam sekarang.

Mata Abian kini beralih menatap Keana. Gadis kecilnya itu tengah mengerucutkan bibirnya mengarah pada teman lamanya. Sungguh menggemaskan, namun kenapa ia menunjukkan wajah imutnya pada orang lain? Abian tak terima.

Matanya Abian kian memanas. Menatap dua insan itu benar benar membuatnya jengah. Dan yang membuatnya lebih geram lagi adalah ia bahkan tak tahu apa hubungan keduanya.

Abian seketika membuyarkan seluruh lamunannya. Matanya melotot ketika melihat pergerakan Keana yabg sedikit memajukan kepalanya. Ia mulai membuka mulutnya lebar lebar bersiap untuk menyantap suapan dari sendok di laknat milik Regan itu.

Hap

Mulut Abian mendahului kepala Keana. Ia memakan sesendok pemberian Regan untuk Keana yang penuh cinta. Ah ingin muntah rasanya.

"Makasih beb," ucap Abian sambil mengedipkan satu matanya nakal kepada Regan.

"Lo emang bener bener bikin gue emosi ya!" kata Regan langsung berdiri menggebrak meja di depannya.

"Eh udah dong, Gan!" ucap Keana berusaha melerai. Tangannya mengelus pelan tangan Regan berusaha meredakan emosinya.

"Anak kayak gini kalau di diemin bakal ngelunjak, Na!" kata Regan tak terima.

"Oh lo ga terima, mau pukul? Sini pukul aja!" jawab Abian dengan santainya sambil menunjuk nunjuk pipi kanan miliknya.

"Merasa bodoh gue ladenin orang kayak lo!" hardik Regan langsung beranjak dari tempatnya meninggalkan 3 orang disana.

Keana pun ikut bangkit dari duduknya. Langkahnya pergi mengejar Regan yang perlahan menjauh dari pandangannya. Ia pergi tanpa sepatah katapun.

"Buset, lo suka Keana?" goda Rizky sambil menyenggol nyenggol bahu Abian. "Ngaku deh lo!" lanjutnya yang semakin membuat raut muka Abian kesal.

Abian sangat malas menanggapi spesies orang yang mendapat gelar sahabatnya ini. Moodnya kacau sekarang. Jadilah ia meninggalkan Rizky sendirian disana.

"Eh oncom! Kenapa jadi gue yang ditinggal!" gumam Rizky. Miris.

*

Tak terasa 8 jam telah Keana habiskan di sekolah. Kini waktu telah menunjukkan pukul 3 sore. Saatnya pulang. Saat yang dinanti nantikan seluruh siswa. Namun tidak halnya dengan Keana.

Ia tak merasa sedikit pun senang akan jam pelajaran yang usai. Karena ia akan kehilangan kesenangan, tawa, dan bahagianya lagi. Dan ia akan selalu bingung. Bingung kemana tempat yang harus ia datangi untuk pulang. Tempat yang sepenuhnya bisa ia anggap rumah untuk istirahat.

Keana tak tahu, apa yang membuat ayah dan mamanya begitu membencinya? Mengapa ia merasa kalau ia hanyalah beban keluarga di rumahnya.

Setengah jam ia melamun di dalam kelasnya. XI IPS 1. Kelas itu sudah kosong tak berpenghuni.

Regan tadi sudah bilang padanya kalau ia harus pulang terlebih dahulu karena ada urusan. Sedangkan Vanya, teman sebangku sekaligus sahabatnya itu sudah pulang setelah dijemput oleh papanya. Sungguh ia iri. Keana juga ingin.

Dengan jalan gontai, Keana pun mulai meninggalkan ruang kelasnya di lantai dua itu. Melangkahkan kakinya keluar dari tempat yang sudah mengukir senyumannya setiap waktu.

Sejenak ia memandang ke arah parkiran yang mulai sepi dari balkon kelasnya. Sempat ada harapan jika sang ayah menjemputnya. Namun sudah jelas itu hanya angan angan belaka. Pasrah dengan keadaan. Tak ada jalan lain selain itu yang bisa ia lakukan sekarang. Dan mungkin sampai seterusnya.

Setiap hari Keana berangkat dan pulang sekolah naik taksi. Dan terkadang Reganlah yang mengantar jemputnya. Regan adalah sahabat terbaik Keana.

Setelah menunggu beberapa waktu taksi online pesanannya pun sampai. Ia bergegas memasuki mobil itu dan berlalu meninggalkan sekolahnya. Ia menatap kosong jalanan ramai dengan tatapan hampa.

Ketika sampai di persimpangan jalan, mata hazelnya tak sengaja melihat segerombol pelajar yang tawuran. Keningnya sedikit berkerut. Karena ia menangkap siluet seseorang yang amat sangat dikenalnya. Bukankah itu?

"Pak Pak stop, Pak!" mendengar permintaan Keana yang mendadak, sang sopir taksi pun langsung mengirikan mobilnya. Untung saja mobil tadi melaju lambat hingga tak ada tabrakan yang terjadi disana.

Keana langsung memberikan uang dan segera keluar dari taksi onlinenya.

Ia berlari kembali ke arah persimpangan jalan yang tadi ia laluinya. Menatap lekat lekat orang yang tadi tertangkap oleh penglihatannya.

"Abian! Ya ampun dia ngapain?" gumamnya panik.

Keana berjalan mengendap endap mendekati tempat tawuran itu. Ia bersembunyi di balik pohon yang jaraknya cukup dekat dengan mereka.

Matanya fokus melihat ke arah Abian yang berkelahi dengan lihainya. Seolah olah mereka semua bukan tandingannya. Beberapa lawan yang mencoba menyakiti Abian pun kalah dengan serangan serangan maut milik Abian.

Namun kekaguman akan Abian seketika menghilang. Matanya menatap panik. Dikihatnya 2 orang yang sedang memegangi kedua tangan dari kedua sisi. Sedangkan dari arah depan seseorang laki laki berseragam sma lain mendekatinya.

Laki laki itu mengambil golok dari balik bajunya. Senyum smirk tersungging dibibirnya. Jaraknya dan Abian kian menipis.

Sedangkan Abian, Abian tengah berusaha mati matian melepaskan cekalan dua orang di sampingnya. Kondisinya yang sudah babak belur telah menguras tenaganya. Usahanya nihil.

Laki laki itu semakin mendekat ke arahnya. Di tangan kanannya terdapat sebuah golok yang siap menusuk Abian kapan saja.

"Good bye," ucapnya. Golok itu perlahan mendekat ke tubuh Abian namun,

Brukk!

Pukulan keras Keana mengenai kepalanya. Keana menyerang dari arah belakang hingga tak ada seorang pun yang menyadarinya. Darah segar keluar dari kepala laki laki itu. Tubuhnya pun langsung ambruk karena ulah Keana.

Dua orang yang mencekal tubuh Abian pun langsung melepasnya. Mereka beralih menolong laki laki itu yang sudah lemas tak berdaya.

Abian menganga karena aksi Keana. Ia sangat terkejut dengan keberaniannya. Datangnya yang tiba tiba seolah menjadi ibu peri kala datangnya bahaya.

"Mundur, bos kalah!" teriak salah satu diantara mereka. Semua orang dari pihak mereka pun patuh. Lalu segera pergi meninggalkan tempat tempat itu. Tak lupa membawa bos mereka yang tengah pingsan bersimbah darah di kepalanya itu.

"Lo ngapain disini?" bentak Keana dengan menghempaskan balok kayu yang tadi dipegangnya. "Kalau lo sampai ketusuk gimana? Kalau lo luka gimana? Lo emang ga tau bersyukur ya! Masih untung Tuhan mau ngasih wajah ganteng ke orang nyebelin kayak lo! Terus kenapa malah lo rusak kayak gini?" lanjutnya panjang lebar. Emosi Keana sudah sampai ubun ubun. Bagaimana bisa ia menemukan spesies makhluk seperti Abian ini?

"Lo khawatir?"

avataravatar
Next chapter